Ketika Safina membuka pintu, saat itu Ayla sudah berdiri di sana. Bagus tersentak.
Sebelum mengatakan sepatah kata pun, Ayla langsung mendaratkan tamparan di pipi tembam Bagus.Mendengar itu, Marya ikut berlari keluar. Kemunculan Marya membuat Ayla semakin naik pitam. Dia pun memberikan tamparan yang sama kepada Marya.
“Apa-apaan ini? Dateng-dateng main tampar aja. Siapa kamu?” Marya geram.
“Saya Ayla, kakaknya Safina. Dasar pelakor dan suami pengkhianat! Kalian emang cocok jadi suami istri. Sifat kalian itu sama. Sini, Saf. Kamu nggak seharusnya berada di dekat mereka.” Ayla menarik tangan Safina.
“Kak, maafin aku. Tolong jangan bawa Safina pergi. Aku sangat mencintai dia.”
“Bohong! Cinta mana yang membenarkan pengkhianatan dan kebohongan? Cinta kamu itu palsu! Cuma ngomong cinta doang, semua orang juga bisa. Aku nyesel biarin adikku satu-satunya dinikahi lelaki seburuk kamu! Sekarang aku nggak akan pernah biarin kamu deketin dia lagi.” Ayla meluapkan segala kemarahannya pada adik iparnya itu.
“Saat Allah membiarkan aku hidup setelah kecelakaan, itu adalah kesempatan kedua kamu, Mas. Harusnya kamu bersyukur karena kecelakaan itu nggak merenggut nyawaku. Harusnya kamu bisa berubah. Sekarang kesempatan apa lagi yang kamu harapkan? Cuma orang bodoh yang mau terus percaya dengan lelaki pembohong seperti kamu,” tegas Safina.
Bagus menggenggam tangan Safina. “Sayang, aku....”
Safina melepaskan tangan Bagus sebelum lelaki itu menyelesaikan kata-katanya. “Biarin aku pergi. Untuk terakhir kalinya kamu bisa membuktikan cinta kamu dengan membiarkan aku hidup bahagia tanpa kamu. Kalau kamu benar-benar lelaki sejati, jelaskan semuanya di depan keluarga kita. Aku tunggu kamu di rumah.”
Safina menggandeng tangan kakaknya dan melangkah pergi. Dia mengabaikan Bagus yang terus memanggilnya.
Saat di dalam taksi online yang ditumpangi bersama kakaknya, Safina meluapkan segala sesak dalam dada yang dipendamnya sejak tadi. Dengan bersandar di bahu kakaknya, butiran air matanya terus mengalir. Ayla pun mengelus lembut kepala Safina.
“Saf, udah. Keputusan kamu udah tepat dengan meninggalkan laki-laki seperti Bagus. Kamu harus yakin kalau dibalik semua ini Allah udah menyiapkan kebahagiaan yang besar buat kamu.”
“Tapi aku nggak bisa bohongin perasaan aku kalau aku sangat mencintai Mas Bagus, Kak. Walaupun hanya untuk berpura-pura, kebersamaanku dengan Mas Bagus selama ini membuat aku nyaman dan semakin mencintai dia. Kenapa saat aku mendapatkan suami selembut dan seperhatian dia, ujian itu datang, Kak? Kenapa Allah malah membiarkan rumah tangga kami hancur?”
“Setia itu jauh lebih penting dari semua itu, Saf. Perhatian bisa diberikan oleh banyak orang, tapi cuma sedikit orang yang bisa setia. Kamu harus kuat. Kamu harus ikhlas menerima semua ini. Allah selalu memberi petunjuk dan membukakan mata kamu untuk melihat semua kebenaran ini, suatu hari Allah juga yang akan menghapus air mata kamu dan menggantinya dengan tawa bahagia.”
“Makasih Kak karena Kakak selalu bisa membuat aku tenang. Kakak bener. Aku harus berusaha bangkit. Aku nggak mau berlama-lama sedih.”
“Iya, Saf. Kakak percaya bahwa kamu itu wanita hebat dan punya hati yang kuat. Maafin kakak ya karena kamu harus mengalami kegagalan dalam pernikahan seperti kakak.”
“Ini nggak ada hubungannya sama kakak. Aku aja yang nggak dengerin nasihat kakak waktu itu. Aku dengan gampangnya percaya sama Mas Bagus.”
“Udah jangan disesali, Saf. Semua udah terjadi. Pasti ada hikmah dibalik semua ini. Setelah ini kita istirahat di kontrakan kakak. Besok pagi kita pulang ke Lampung.”
**
Di bandara, Safina disambut pelukan kedua orang tuanya. Dia pun menangis sesenggukan.
“Sabar ya, sayang. Sekarang kamu udah pulang. Ibu sama ayah ada di sini untuk kamu. Nggak akan ada lagi yang bisa nyakitin kamu.” Ibu Safina ikut menangis.
“Bu, maafin Safina ya karena udah bikin malu. Safina nggak bisa memberi menantu yang baik. Safina salah milih suami. Ibu sama Ayah pasti malu karena pernikahan anaknya gagal.”
Ibu Safina melepas pelukannya. Dia mencium Safina berulang kali. “Kamu ngomong apa, sayang? Apa pun yang terjadi, Safina dan Ayla tetap anak kesayangan ibu, anak kebanggaan ibu. Ini semua bukan salah kamu.”
Ayah Safina dan Ayla mendekat, ikut memeluk Safina.
“Kita semua sayang kamu, Saf. Kamu nggak boleh ngomong gitu. Kalau nanti ada tetangga yang ngomongin kamu, biar kakak yang bungkam mulut mereka. Lagian mereka pasti ngerti kok kalau ini terjadi karena Bagus. Lelaki itu yang akan menanggung malu, bukan kamu.” Ayla berusaha menenangkan Safina.
“Nanti biar ayah kasih pelajaran ke lelaki yang udah berani bikin anak ayah nangis!” Ayah Safina menimpali.
“Ya udah kita pulang, yuk. Kamu pasti capek. Kamu harus banyak istirahat biar lebih tenang.”
“Iya, Bu.”Kedua orang tua Safina menggandeng tangan Safina. Sementara Ayla mengikuti dari belakang sembari menarik kopernya. Dia tersenyum lega karena akhirnya keluarganya bisa berkumpul kembali dan penderitaan Safina bisa berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pelakor [END]
RomansaDisaat hati ingin menyepi, datang sosok tak terduga yang datang meminang diri. Meski tanpa diawali jatuh cinta, pernikahan Safina terasa sempurna dengan sosok suami yang perhatian dan penuh kasih sayang. Namun, setelah rahasia besar suaminya terkuak...