Meski baru hari pertama tinggal di rumah Bagus, Safina tidak merasa canggung. Dia bersikap seperti sedang di rumahnya sendiri. Segala pekerjaan rumah dikerjakannya dengan cekatan. Sesekali dia juga mengobrol dengan orang tua Bagus. Pantas saja Bu Mirna sangat menyukainya.
"Hai, sayangku. Udah selesai pekerjaan rumahnya?" tanya Bagus sembari memeluk Safina dari belakang ketika istrinya itu sedang mencuci piring.
Safina tersenyum. "Ini tinggal nyuci piring doang."
"Rajin amat sih. Tadi udah nyuci piring. Ini ada piring kotor dua aja dicuci lagi. Pantesan ya dapet suami ganteng kaya aku. Ternyata serajin ini."
"Idih PD banget kamu, Mas. Apa hubungannya coba?"
"Kata orang kan kalau nyapu nggak bersih, nanti suaminya brewokan. Ini kamu nyapu sampai mengkilat semua. Piring kotor nggak tersisa lagi. Dapet suami pun ganteng kaya gini."
"Kayanya bener sih mitos itu. Jadinya sekarang aku dapet suami yang nggak bisa tumbuh jenggotnya. Jangankan brewokan, tuh jenggot aja cuma dua helai. Kumis aja juga tumbuh dikit, beda lagi kanan sama kiri." Safina tertawa meledek.
Bagus langsung menggelitiki Safina. Mereka pun tertawa.
"Udah Mas, lepasin. Malu kalau dilihat ibu sama bapak."
"Kenapa malu? Namanya juga pengantin baru. Wajar kan romantis?"
Safina memaksa melepaskan pelukan Bagus. Lalu dia berbalik badan.
"Ngomong-ngomong kamu ngapain pagi-pagi di dapur? Kurang kopi yang aku bikinin tadi?"
"Iya, kurang. Kurang manis. Ngopinya nggak sambil ngeliatin kamu sih."
Safina mencubit perut Bagus.
"Aku baru tahu kalau suamiku ternyata ahli dalam merayu. Udah berapa cewek yang kamu gombalin, Mas?"
"Satu doang. Kamu. Ya iyalah, siapa lagi. Eh sayangku, aku ke sini itu mau ngomong penting sama kamu."
"Apaan, Mas?"
"Jalan, yuk."
"Ke mana? Masih pagi gini."
"Terus kenapa? Lagian pekerjaan rumah kan udah selesai. Kita kan nggak pacaran. Jadi pacarannya setelah nikah gini. Aku mau kita foto post-wedding."
"Apa? Kamu ini ada-ada aja."
"Biarin. Orang-orang kan foto pre-wedding. Kita post-wedding. Ayo. Pokoknya nggak boleh nolak. Dosa nolak ajakan suami."
"Iya deh iya. Istri harus patuh sama suami. Pinter banget ya kamu. Jadi mau ke mana?"
"Aku penginnya outdoor sih. Kamu ada referensi tempat romantis nggak?"
"Emmm... kamu tahu Bukit Sakura nggak, Mas? Itu lho tempat wisata baru di Kemiling, yang viral di instagram itu. Bagus banget tempatnya. Aku suka. Ala-ala Korea dan Jepang gitu. Di sana bisa nyewa hanbok sama kimono. Keren, kan?'
"Kayanya menarik juga. Cocok tuh. Kamu kan suka yang berbau Korea gitu, terus aku sukanya yang berbau Jepang. Nanti kita foto pake hanbok sama kimono ya."
"Serius kamu mau?"
"Iya dong. Apa sih yang enggak buat istri kesayanganku."
"Makasih, Mas."
Safina refleks memeluk Bagus. Padahal sebelumnya dia masih malu-malu. Setelah sadar, dia langsung melepaskan pelukannya.
"Eh kenapa dilepas?"
"Aku nggak sengaja tadi. Refleks sangking senengnya."
"Yaelah sama suami sendiri nggak papa kali. Ya udah yuk kita mandi, terus jalan."
Safina mengangguk. Bagus pun menggandeng tangan Safina masuk ke kamar.
**
Untuk pertama kalinya Safina merasakan dibonceng oleh Bagus. Safina merasa takut karena Bagus mengajak naik motor RX-king kesayangannya dan dia pun dibawa kebut-kebutan di jalan.
"Mas, pelan-pelan," teriak Safina setiap Bagus melaju dengan kecepatan tinggi.
Bukannya mengurangi kecepatan, Bagus malah terus menambah kecepatan laju motornya sehingga membuat Safina terpaksa memeluknya erat. Setelah itu Bagus tertawa dan melajukan motor dengan pelan.
"Puas kamu, Mas? Seneng banget sih bikin orang takut."
"Aku kan emang kaya gini kalau naik motor. Apalagi kalau nggak boncengin kamu, lebih ngebut lagi. Untung aja aku masih ada rasa kasihan sama kamu."
"Dasar nyebelin. Aku berasa diajak terbang."
"Kalau nggak gitu kamu nggak akan mau meluk aku. Habisnya boncengan sama suami aja jaga jarak."
"Ya aku kan masih malu."
"Sampai kapan malunya? Makanya kita tuh harus sering-sering jalan bareng, sayang. Biar kita terbiasa dan nggak kaya orang asing lagi."
"Iya kamu bener, Mas. Aku sih seneng-seneng aja diajak jalan terus."
"Lumayan bisa nambah pahala juga buat aku karena selalu menyenangkan hati istri."
Safina mempererat pelukannya.
"Kalau pelukannya semakin erat, pahalaku juga nambah, kan? Pegang tangan suami aja udah berpahala. Apalagi meluk gini."
"Ngomong aja emang dasarnya suka meluk aku, kan?"
"Iya aku suka meluk perut kamu yang gede."
"Oh berani ngatain aku ya? Aku bawa ngebut lagi baru tahu rasa."
"Eh jangan dong, Mas. Takut. Kalau boncengin istri itu harus pelan-pelan. Kan sambil menikmati indahnya pemandangan."
"Siap, bos cantikku!"
Begitu tiba di lokasi, mereka pun masuk setelah Bagus membayar tiket. Safina langsung mengedarkan pandangannya sembari terus tersenyum.
"Wah, bagus banget! Impian aku banget bisa foto di antara bunga sakura gini."
"Nggak papa ya di sini dulu? Nanti kalau udah banyak rezeki kita bisa foto sama bunga sakura yang asli. Aku akan ajak kamu keliling Korea dan Jepang."
"Aamiin. Semoga dilancarkan rezekinya, Mas."
"Yuk, kita keliling."
"Ke mana dulu?"
"Terserah istriku aja. Pokoknya aku ngikut."
"Oke deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pelakor [END]
Storie d'amoreDisaat hati ingin menyepi, datang sosok tak terduga yang datang meminang diri. Meski tanpa diawali jatuh cinta, pernikahan Safina terasa sempurna dengan sosok suami yang perhatian dan penuh kasih sayang. Namun, setelah rahasia besar suaminya terkuak...