Setelah tiga hari menunggu, akhirnya Bagus pulang. Sebelumnya dia telah mengabari orang tuanya. Hari itu pun orang tua Bagus bersama kakak dan adik Bagus datang ke rumah Safina. Kedua keluarga telah berkumpul menanti kedatangan Bagus.
"Bu Yanti, sebenarnya ada apa ini? Kenapa kami disuruh kumpul di sini? Ibu juga belum jawab pertanyaan saya waktu itu tentang kenapa Safina pulang dan ninggalin Bagus di Bekasi," tanya ibu Bagus dengan wajah risau.
"Nanti Bu Mirna akan tau jawabannya dari anak Ibu sendiri. Kita tunggu aja Bagus datang," jawab ibu Safina.
"Apa nggak Bagus dibiarkan pulang ke rumah dulu. Dia kan capek habis perjalanan jauh."
"Maaf Bu, saya nggak bisa menunda ini lebih lama lagi. Semuanya harus selesai hari ini," tegas ibu Safina.Keluarga Bagus terlihat bingung. Wajah mereka penuh tanda tanya.
Setelah hampir dua puluh menit menunggu, akhirnya Bagus datang.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Masuk, Nak." Ibu Safina berusaha tetap bersikap baik.
Bagus melangkah dengan perlahan dan menunduk tanpa berani menatap mata semua orang di hadapannya.
"Silakan duduk dan jelaskan semuanya," ujar ayah Safina.
Bagus mengangguk. Dia duduk dan perlahan mengangkat wajahnya.
"Bu, Pak, dan semuanya, saya mau minta maaf atas apa yang telah terjadi," ucap Bagus diiringi dengan keringat dinginnya yang mulai menetes.
"Bagus, apa yang udah kamu lakuin? Apa yang udah terjadi? Pernikahan kamu sama Safina baik-baik aja, kan? Jangan bilang kalau kamu sudah mempermalukan ibu."
"Maaf, Bu. Bagus nggak bisa menjaga amanah Ibu."
Dengan gugup Bagus menceritakan semua yang telah terjadi. Dia dengan jujur mengakui segala perbuatan buruknya. Mendengar itu Safina berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh saat kenangan menyakitkan pengkhianatan Bagus terbayang lagi dalam benaknya. Ayla pun memeluk Safina.
Selesai Bagus bercerita, ibunya langsung berdiri dan menamparnya dengan keras."Bodoh! Kenapa kamu tega melakukan itu? Kamu harusnya bersyukur diberi istri secantik dan sebaik Safina. Ibu kan sudah bilang untuk jangan pernah menyakiti wanita. Ibu kamu ini juga seorang wanita. Kalau kamu menyakiti seorang wanita, sama saja kamu menyakiti ibu. Ibu kecewa sama kamu!" Ibu Bagus tampak sangat kecewa.
Bagus berlutut di kaki ibunya. "Maafin Bagus, Bu. Bagus terpaksa melakukan itu karena Bagus mau menuruti keinginan Ibu. Ibu selalu cerita tentang Safina. Ibu begitu mengagumi Safina. Bagus mau membuat wanita yang paling Bagus sayang bahagia. Lagian Ibu kan selama ini nggak pernah merestui hubungan Bagus sama Marya. Sedangkan Bagus sangat mencintai Marya dan nggak mungkin ninggalin dia begitu aja setelah bertahun-tahun pacaran sama dia."
"Bukan seperti ini caranya membahagiakan ibu. Menyakiti istri kamu sendiri apa kamu pikir itu akan membuat ibu bahagia? Justru ibu sakit. Ibu kecewa. Ibu malu punya anak sejahat kamu!"
"Bu, tolong jangan seperti itu. Bagus nggak ada niat sama sekali untuk ngecewain Ibu. Bagus juga udah menyesal. Sekarang Bagus baru tau kalau pilihan Ibu itu emang nggak salah. Marya bukan wanita baik-baik. Justru Safina lah istri yang sangat sempurna. Maafin Bagus, Bu."
Ibu Bagus tetap menangis terisak dan enggan memberi maaf pada Bagus. Kini giliran ayah Safina yang turun tangan. Pak Farhan menarik kerah baju Bagus, lalu melayangkan sebuah pukulan. Setelah itu ditariknya lagi baju Bagus.
"Saya menyerahkan anak saya kepada kamu untuk kamu bahagiakan. Bukan untuk kamu sakiti dan kamu bikin menderita seperti ini! Apa salah anak saya? Apa salah Safina?"
"Ma-maaf, Yah."
"Maaf? Apa maaf itu bisa menyembuhkan sakit yang dirasakan Safina? Apa maaf itu bisa membuat hatinya utuh tanpa luka seperti semula? Kalau saya tau kelakuan kamu semenjijikkan itu, saya nggak akan pernah membiarkan kamu menikahi anak saya! Jangan pernah panggil saya ayah lagi karena saya nggak sudi punya menantu seburuk kamu!"
Ayah Safina mendorong Bagus hingga lelaki itu tersungkur. Kedua kakak Bagus pun membantu Bagus berdiri."Yah, udah. Untuk apa Ayah mengotori tangan Ayah? Kita itu keluarga baik-baik. Kita nggak perlu membalas perbuatan orang berhati busuk seperti dia," ucap Safina sembari melirik tajam ke arah Bagus.
"Safina nggak papa kok, Yah. Justru Safina bersyukur karena Allah menyelamatkan Safina dari suami seperti dia. Mas Bagus, jadikanlah ini pelajaran agar kamu tidak mengulanginya lagi di masa depan. Siapa pun istri kamu nanti, jaga perasaan dia. Jangan pernah kamu mengkhianati dia satu kali pun," lanjut Safina lagi.
Bagus mendekati Safina. "Safina, apa kamu nggak bisa ngasih aku kesempatan lagi? Aku nggak mau kehilangan kamu. Aku cinta sama kamu."
"Harusnya sejak cinta itu tumbuh di hati kamu, kamu bisa menjaganya. Harusnya kamu tau gimana cara mempertahankan sebuah hubungan kalau memang kamu takut kehilangan. Maaf, Mas. Tidak ada kesempatan kedua untuk seorang pengkhianat. Tolong hargai keputusan aku. Ini surat gugatan cerai. Kita akan ketemu lagi di pengadilan."
Bagus tertegun. Lagi-lagi cintanya untuk Safina mampu membuatnya meneteskan air mata. Dengan tangan gemetar, dia menerima surat gugatan cerai yang diberikan Safina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Pelakor [END]
RomantizmDisaat hati ingin menyepi, datang sosok tak terduga yang datang meminang diri. Meski tanpa diawali jatuh cinta, pernikahan Safina terasa sempurna dengan sosok suami yang perhatian dan penuh kasih sayang. Namun, setelah rahasia besar suaminya terkuak...