Chapter 40. Terkuaknya Kenyataan

3.5K 136 0
                                    

Suara motor Bagus yang terdengar hingga dapur membuat Safina langsung berlari membuka pintu. Dia menyambut suaminya itu dengan pelukan hangat.

“Sayang, aku belum salam malah udah lari peluk aku ke sini.”

“Kalau suami capek pulang kerja, istri harus menyambut dengan penuh cinta dong biar capeknya ilang.”

“Makasih, sayangku,” ucap Bagus sembari mencium pipi Safina.

“Yuk masuk, sayang. Kopinya udah siap.”

“Kok udah dibikinin kopi?”

“Iya dong. Biar kalau kamu nyampe rumah bisa langsung ngopi. Aku kan udah hafal jam pulang kamu. Jadi langsung aku siapin.”

“Kamu itu emang istri terbaik di dunia. Yuk.”

Seperti biasa, Safina membersihkan wajah Bagus yang terkena noda cat sembari menemani Bagus minum kopi. Perhatian yang tidak pernah diberikan Marya itulah yang membuat Bagus semakin mencintai Safina.

“Beruntung banget ya aku punya istri seperti kamu.”

“Beruntung kenapa, Mas? Setiap istri pasti juga akan melakukan ini ke suaminya.”

“Nggak semua. Buktinya Marya enggak. Paling cuma bikinin aku kopi doang, habis itu ditagih uang belanja. Yang ada pulang kerja aku bete. Oh ya, dia di mana?”

“Mbak Marya udah berangkat kerja, Mas.”

“Gimana selama aku tinggal shift malem? Marya nggak kasar lagi kan sama kamu?”

“Ya gitu deh, Mas. Aku udah terbiasa kok sama sikap Mbak Marya. Em... Mas, sebenarnya ada yang mau aku kasih tau ke kamu.”

“Apa, sayang?”

Safina merogoh ponsel di kantung gamisnya dan memberikannya pada Bagus.

“Kenapa ngasih HP kamu?” Bagus bingung tidak mengerti.

“Kamu lihat aja videonya.”

Bagus memutar video yang ditunjukkan Safina. Matanya terbelalak saat mendengar apa yang dikatakan Marya. Apalagi ketika dia melihat Marya bertemu dengan laki-laki lain.

“Safina, apa maksudnya ini? Dari mana kamu dapet video ini?”

“Aku sendiri yang merekam video itu, Mas. Jadi selama kamu shift malem, aku sering lihat Mbak Marya pergi diem-diem waktu malem kalau aku udah masuk kamar. Awalnya aku cuek aja, tapi lama-lama aku curiga. Aku mutusin buat ngikutin dia. Ternyata dia ke kafe ketemu mereka berdua dan itu yang mereka omongin.”

Bagus berdiri dan mengepalkan tangan. “Keterlaluan Marya! Berani-beraninya dia selingkuh selama ini. Aku harus kasih pelajaran ke dia!”

Safina berusaha menghentikan Bagus yang hendak keluar rumah. “Mas, mau ke mana? Dateng ke kantor tempat Mbak Marya kerja? Mas, bagaimanapun dia itu istri kamu. Nanti kamu sendiri yang malu kalau marahin dia di sana. Jangan gegabah, Mas. Semuanya bisa dibicarain baik-baik.”

“Oke, aku akan tunggu sampai dia pulang. Aku pasti akan langsung menceraikan dia.”

Safina memegang pundak Bagus dan mengajaknya duduk lagi. “Aku tau kamu pasti kesel, kecewa, tapi kamu harus bisa mengendalikan amarah kamu, Mas. Dengan kemarahan justru akan memperburuk keadaan.”

“Gimana aku bisa tenang, sayang? Selama ini aku kurang apa sama dia? Aku kasih semua yang dia mau. Aku selalu manjain dia, tapi ternyata malah dia kaya gitu di belakang aku. Dia cuma mencintai uangku, bukan aku. Kenapa aku bego banget selama ini.”

Safina memeluk Bagus dan berusaha menenangkan suaminya itu yang tengah dilanda kekecewaan besar.

Sorenya ketika Marya pulang, Bagus sudah bersiap dengan menyambutnya di depan pintu. Marya pun tersenyum dan hendak mencium tangan suaminya. Namun, Bagus menampiknya dengan kasar. Marya mendongakkan kepala dan menatap pupil mata Bagus yang membesar, seperti sedang sangat marah.

“Mas, kamu kok nggak mau aku cium tangannya? Ada apa? Aku ada salah, ya? Apa aku pulangnya telat? Ini kan emang jam pulang aku.”

“Bukan kamu yang terlambat. Aku yang terlambat tau tentang siapa kamu sebenarnya!”

“Ma—maksud kamu apa sih, Mas?” Marya gugup. Tangannya mulai dingin melihat Bagus yang tak pernah terlihat semarah ini sebelumnya.

Tanpa menjawab, Bagus membuang muka dan langsung masuk. Marya pun mengekorinya. “Mas, jelasin sama aku. Kenapa kamu kelihatannya marah banget?”

Bagus menghentikan langkahnya. Dia berbalik badan dan mendekati Marya. Tatapan matanya yang begitu tajam seakan menembus jantung membuat Marya takut.

“Kamu yang harus jelasin semuanya sama aku. Kenapa sekarang kamu kelihatan takut? Nggak pernah kan lihat aku semarah ini? Aku selalu berusaha bersikap lembut sama istri-istriku. Setiap marahin kamu pun aku selalu berhati-hati supaya aku nggak kasar dan bersikap keterlaluan sama kamu, tapi sekarang aku udah nggak bisa sabar lagi!”

“Mas, salah aku apa? Aku nggak ngerti. Kamu mau ngasih kejutan aku, ya? Ini prank, kan?”
“Aku yang kena prank kamu! Aku pikir cinta kamu itu tulus.”

“Cintaku emang tulus, Mas. Aku sayang sama kamu.”

“Bohong! Lihat baik-baik video ini. Aku udah tau semuanya.”

Marya terkejut tidak percaya melihat video yang ditunjukkan Bagus.

“I—ini palsu, Mas. Pasti a—ada yang sengaja memfitnah aku. Kamu jangan percaya. Kamu kan tau kalau aku itu sayang banget sama kamu.” Marya berusaha meyakinkan Bagus.

Bagus menampik kasar tangan Marya yang menggenggam erat tangannya. “Aku nggak akan percaya lagi sama kamu! Semuanya udah terlihat jelas di situ. Dasar wanita licik! Aku nyesel pernah sangat mencintai kamu!”

“Aku bisa jelasin semuanya, Mas. Video itu nggak bener. Dari mana sih kamu dapetin video itu?” Marya tetap membantah.

“Dari aku,” sahut Safina yang tiba-tiba muncul.

Marya tersentak. Dia pun berlari mendekati Safina. Tangannya terangkat, bersiap menampar Safina. Namun, Safina tetap bersikap santai hingga akhirnya Bagus menahan tangan Marya dan berbalik melayangkan tamparan ke pipi Marya.

“Kamu berani nampar aku? Sejak kapan kamu berani main tangan, Mas?”

“Aku kaya gini karena kamu! Jangan pernah berani menyentuh istri kesayanganku dengan tangan kotor kamu itu! Kamu yang salah, tapi kamu malah mau menampar dia. Kamu udah bener-bener bikin kesabaran aku habis.”

“Wajar aku nampar dia karena dia sengaja bikin kita berantem kaya gini, Mas. Eh Safina, kamu udah ngedit video itu, kan? Video itu palsu, kan? Maksudnya apa? Mau menghancurkan rumah tangga aku dan Mas Bagus?”

“Mbak dan Mas Bagus bisa cek sendiri kok apakah video itu asli atau palsu. Buat apa aku melakukan hal selicik itu. Aku nggak seperti Mbak.”

“Udah deh jujur aja. Dasar pelakor!”

“Stop! Marya, kalau kamu berani marah-marah ke Safina, aku akan usir kamu sekarang juga!”

Marya mengalihkan pandangannya ke Bagus. Dia berusaha merengek lagi agar dimaafkan. “Mas, aku minta maaf. Aku itu cinta sama kamu. Tolong jangan pernah usir aku. Aku nggak mau kehilangan kamu.”

“Nggak mau kehilangan aku atau nggak mau kehilangan uangku? Udah lah! Nggak perlu sandiwara lagi! Simpan air mata kamu untuk di pengadilan nanti.” Bagus melenggang pergi.

Marya terkulai lemas. Safina mendekatinya dan tersenyum. “Ups ketahuan, ya? Maaf ya, Mbak. Makanya jangan pernah berani menyakiti Safina.”

“Kurang ajar! Puas kamu? Denger ya, aku nggak akan pernah kalah dari kamu! Mas Bagus nggak akan nyeraiin aku. Dia itu cinta mati sama aku. Kamu yang akan diusir dari sini, bukan aku.”

“Oke, kita lihat aja nanti. Allah itu Maha Adil kok. Dia tau siapa yang pantes diberi azab.”
Safina berjalan meninggalkan Marya yang menatapnya dengan penuh amarah. Senyuman kebahagiaan terukir di wajah Safina.

Beda kan sama novel² perselingkuhan lainnya😁 Safina aslinya cerdik, cuma main cantik aja😁

Aku Bukan Pelakor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang