Chapter 12. Kontrakan Sederhana

1.2K 94 0
                                    

Setelah seminggu menikah, Safina dan Bagus meninggalkan kampung halaman mereka dan pindah ke Bekasi. Untuk pertama kalinya Safina meninggalkan tanah kelahirannya. Rasanya memang berat jauh dari orang tuanya, tetapi bagaimanapun kini statusnya sudah menjadi istri Bagus dan dia harus ikut kemanapun suaminya itu tinggal. Lagipula dia tidak ingin jauh dari suaminya.

"Selamat datang di kontrakan kecilku, sayang," ucap Bagus begitu dia dan Safina tiba di kontrakan.

Safina tersenyum. Dia menyapu pandangan mengamati setiap sudut kontrakan itu. Dia pun melihat salah satu motor RX-king Bagus yang ditinggal di kontrakan. Dia tertawa.

"Beneran diwarnain biru motornya?"

"Iya dong. Dikira aku bohong apa. Maaf ya aku nggak bawa pulang motornya, aku lupa. Aku malah bawa motor RX-king yang satunya waktu pulang."

"Nggak papa. Yang penting udah ditepatin janjinya."

"Iyalah. Masa aku bohong sama kamu sayang."

Baru saja tersenyum, tiba-tiba wajah Safina berubah menjadi masam. Dia mengamati dinding kontrakan itu. Lalu berjalan ke kamar. Setelah itu dia kembali lagi dan berdiri di hadapan Bagus. Tatapannya begitu serius.

"Ada apa, sayang? Kamu nyari apa? Aku kan ada di sini."

"Bukannya waktu kamu ngirim foto itu warna dindingnya biru? Kok ini dindingnya kuning semua? Dinding di kamar juga kuning. Warnanya sama kaya background foto-foto kamu di media sosial. Bukannya kamu bilang udah pindah kontrakan?"

Bagus terlihat gugup. Namun dia berusaha menutupi dengan senyumannya sembari membelai kepala istrinya.

"Aku lupa kasih tahu kamu ya sayang? Aku balik lagi ke kontrakan lamaku karena yang kontrakan yang baru jauh dari tempat kerja."

"Kalau gitu kenapa waktu itu harus pindah ke kontrakan baru, Mas?"

"Aku kan udah bilang kalau aku mau nyari kontrakan yang biru, sesuai warna kesukaan kamu. Udah yuk istirahat dulu. Kamu pasti capek, kan? Sini biar aku yang beresin pakaiannya."

Bagus membawa koper dan tas mereka ke kamar. Sementara Safina masih tertegun memikirkan keanehan perkataan Bagus. Namun dia berusaha menepis keraguannya. Dia pun masuk membantu Bagus merapikan pakaian di lemari. Setelah selesai, mereka duduk berdampingan di tempat tidur. Bagus lalu merebahkan tubuhnya di kaki Safina.

"Sabar ya, sayang. Sebentar lagi kita akan pindah ke rumah baru yang bagus. Nggak kaya gini," ujar Bagus.

"Aku nggak peduli di manapun kita tinggal. Selagi sama kamu, aku pasti nyaman dan bahagia. Perhatian kamu itu jauh lebih berharga dari sekadar kemewahan."

"Baik banget sih istriku ini. Eh sayang, kamu mau honeymoon di mana?"

"Honeymoon? Emang perlu ya? Ini kan kita udah honeymoon di Bekasi, Mas."

"Honeymoon harus di tempat spesial dong. Pokoknya ke manapun kamu mau, aku pasti turuti. Mau ke mana? Bandung, Bali, Jogja, Malang, atau ke mana? Atau mau ke luar negri?"

"Terserah kamu aja, Mas. Aku ngikut aja."

"Aku seneng banget punya istri sebaik dan sesederhana kamu. Oke nanti kalau aku ada waktu libur kita pergi honeymoon, tapi maaf ya nggak bisa lama."

"Nggak papa, Mas. Nggak pergi pun aku juga nggak masalah."

"Tunggu aja sampai tabungan aku udah banyak, kita pergi jalan-jalan ke Jepang ya, sayangku."

"Korea aja."

"Jepang lah. Aku kan suka Jepang."

"Aku maunya ke Korea. Katanya ke manapun aku mau pergi, kamu bakal nurutin."

"Ya udah deh dua-duanya aja. Nanti sama anak-anak kita."

"Emang udah pengin punya anak?"

"Pengin lah, tapi kita tunda dulu ya, sayang? Biar kita nikmatin masa-masa pacaran halal dulu."

Safina membalas dengan senyuman.

"Mas, kamu emang Sabtu Minggu nggak libur ya?"

"Aku nglembur kalau Sabtu Minggu. Kan sebelum nikah aku selalu kabarin kamu kalau mau kerja. Sebenarnya setelah nikah aku nggak mau ambil lemburan lagi, tapi aku juga perlu banyak uang untuk bahagiain istriku. Jadi nggak papa kan aku masih ambil lemburan?"

"Mas, aku nggak butuh banyak duit. Aku cuma butuh waktu kamu. Waktu kita cuma sebentar dong kalau Sabtu Minggu aja kamu lembur."

"Sabar ya, sayang. Nanti deh setelah sebulan atau dua bulan aku nggak akan nglembur lagi dan kita bisa banyak ngabisin waktu bersama."

"Iya deh. Aku akan berusaha ngertiin kamu, Mas."

Aku Bukan Pelakor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang