•45 •membuka mata

6.1K 1.2K 289
                                    

"Mohon ijin, Baginda Raja. Biarkan saya mengganti perban Yang Mulia Ratu dan membalurkan beliau ramuan."

Richard tak banyak bicara, dia bergeser sedikit lebih jauh seolah memberikan ijin untuk sang tabib bertindak. Tabib William kembali meminta ijin sebelum akhirnya menyibak selimut yang menutupi tubuh Ratunya, memperlihatkan kapas yang ternodai sedikit darah. Richard lantas membuang wajah, hatinya memilu, tak kuasa lebih lama menahan amarah juga sedih yang berkumpul menjadi satu di dalam dadanya.

Terlebih, saat luka basah itu masihlah nyata terlihat.

Tangannya terkepal dengan sendirinya, nafasnya terdengar berat dan kedua belah bibirnya mengatup rapat. Penyesalan dalam dirinya semakin besar, semakin ingin menghukum dia yang telah melukai seseorang yang begitu dicinta. Bahkan rasanya hukuman yang ada, tak akan pernah sebanding dengan semua rasa sakit dan ketakutan yang Ratunya rasakan kala itu.

Harus berjuang menyelamatkan diri juga menyelamatkan buah hati mereka dalam keadaan yang terdesak pastilah tidak mudah. Jika saja waktu bisa diulang, mungkin ia akan memilih untuk tetap berada di sisi sang belahan jiwa, menjaga dan memberikan rasa aman kepadanya. Namun, sekeras apapun ia meminta pada sang leluhur, waktu yang sudah terbuang itu tak akan pernah bisa kembali lagi.

Takkan pernah.

Kesalahannya di masa lalu tak mungkin bisa ia cegah, tak pula mungkin bisa ia ubah sesuai inginnya.

"Ri-cardh... sa-sakit...."

Suara melirih itu sudah cukup untuk membuat atensinya teralih cepat, lebih erat menggenggam tangan si mungil tanpa berniat untuk melepasnya meskipun hanya sesaat. Tidak akan pernah lagi. Dilihatnya wajah yang tengah mengerut itu dalam diam, nampak tengah menahan rasa sakit. Bulir keringat mulai muncul di pelipis Ratu tercintanya, membuat jemari tangan dengan spontan mengusap daerah itu kemudian tak lupa juga memberika kecupan padanya.

Tatapannya beralih lagi pada sang Tabib. "Lakukan dengan perlahan, Wahai Tabib. Jangan buat Ratuku kesakitan." Meskipun tatapannya serius, namun suara yang keluar dari caelah bibirnya terlampau lembut penuh dengan memohon, hal yang tentu jarang sekali akan terdengar dari mulut seorang Raja.

Kapas di tangan, kembali diangkat oleh sang Tabib. Kemudian lekas membalurkan ramuan ke atas luka setelah sebelumnya mengangguk dan bergumam maaf. William kembali menempelkan kain tuk menutupi luka sang Baginda Ratu lalu menyentuh permukaan perut itu, sukses membuat kerutan di dahi Baekhyun kian terlihat.

"Apakah dia baik-baik saja?"

"Baginda Ratu dan Putra Mahkota dalam keadaan baik-baik saja, Yang Mulia. Hanya saja saya sarankan untuk tetap berada di tempat tidur dan mengindari kegiatan yang melelahkan." 

Richard mengulas senyum lembut, tangan kanannya masih membelai helaian rambut hitam Baekhyun tanpa melepaskan pandangannya, mencoba sebisanya tuk mengganti rasa sakit yang sepertinya masih terasa. Sesekali bisikan kata penuh cinta serta kasihnya terucap, berusaha membuat belahan jiwanya menjadi tenang.

Tak ada yang lebih membuatnya bahagia selain megetahui bahwa Ratu dan Putra mahkotanya dalam keadaan baik-baik saja.

Benar.

Meskipun banyak hal yang terjadi, janin itu masih berada di dalam sana, tak terganggu sama sekali. Luluhur benar-benar menjaga mereka dengan sangat baik dan ia sangat beryukur akan hal tersebut. Telapak tangannya ia bawa tuk menapak di atas kepala si mungil, linu hatinya kala menyadari bibir yang biasa semerah buah delima itu berubah pucat kini. Jemari tangannya bergerak tuk membelai, memberikan sentuhan-sentuhan kecil dengan harapan kelopaknya akan terbuka karenanya.

Sebentar saja.

Dia ingin sekali menatap mata kecokelatan yang jernih itu, ingin memberitahukan bahwa ia tak akan pernah meninggalkannya lagi. Tangannya terus bergerak turun, hingga berakhir untuk menggenggam tangan sang Ratu dengan eratnya. "Dear, maafkan aku."  Lalu menyibak selimut yang menutupi tubuh Baekhyun, mengecup lembut permukaan perutnya yang besar penuh sambil berharap Putranya akan ikut merasakan juga kasih sayangnya yang besar. "Maafkan aku, maafkan Ayahmu ini."

raja chanyeol •chanbaek• [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang