"Apa akan ada ritual meminum darah lagi?"
Iseng, gue nanya.
Gue penasaran sekaligus pengen ngilangin deg-degan yang sejak tadi kerasa.
Richard senyum, terus nangkup wajah gue dengan kedua telapak tangannya yang lebar, lalu ngecup lama kening gue sebelum ngusak rambut gue penuh sayang, nularin kehangatan di hati. Pipi kanan gue dibelai, dicubitnya gemes sebelum ngekeh geli. "Tidak akan," katanya, ngunyel pipi gue. "Ini bukan acara pengukuhan, Dear. Peramal hanya akan mengoleskan sedikit darah miliknya di telapak tanganmu, tidak perlu khawatir."
Harus banget ya pakai darah?
"Darah?"
"Iya, hanya seujung jari."
Gue merengut, tapi akhirnya manggut-manggut aja tanpa mau protes lagi.
Sesuai yang udah direncanain oleh Richard, pagi hari ini dia manggil seorang peramal kerajaan buat ngeliat masa depan bayi di dalam kandungan gue kelak. Deg-degan sih, tapi gue juga penasaran. Gue kepengen tau nasib anak gue kelak kayak gimana. Meskipun gue udah yakin kalau gantengnya bakalan nurun dari gue, tapi gue masih perlu jawaban apakah dia bisa jadi Raja yang baik atau nggak.
Gantengnya dari gue, wibawanya dari Richard. Keren.
Tangannya yang menggantung di sisi tubuh, gue raih.
"Richard."
"Iya, Dear?"
Sejenak gue merhatiin wajahnya, "Umh, ba-bagaimana jika hasil ramalannya nanti tak sesuai? Maksudnya bagaimana jika ada seseorang yang tak menyukai bayi kita? Ak-aku takut."
"Kau khawatir hm?"
Gue ngangguk, gak ngejawab lewat kata.
Memang orang tua mana yang gak mengkhawatirkan anaknya?
"Jika memang hasilnya seperti itu, kita akan mencegahnya. Aku akan meminta para leluhur untuk memberikan petunjuk."
Well, gue harap hasilnya gak ada yang buruk.
Mejamin mata gue lakuin barang sebentar, nyoba ngenyahin pikiran jelek di dalam kepala. Beberapa orang mulai berkumpul di aula, tempat dimana sebelumnya acara pengukuhan berlangsung. Ada si Andreas yang berdiri gak jauh dari gue, berjaga bareng lima pengawal lain. Penasehat kerajaan juga ada di sana, memandu jalannya acara seperti biasa.
Yang hadir cuma sekedar penghuni kerajaan aja, gak banyak.
Telapak tangan kanan gue sesekali menapak di atas perut, mengelus bagian itu tiap kali gue ngerasain tendangan dari dalam. Anak gue sama Richard kayaknya ikutan bersemangat juga hari ini, dia jadi lebih aktif dari hari biasa. Walau kadang tendangannya bikin kaget dan lumayan bikin sakit kalau ngepas ulu hati, tapi gue seneng. Setidaknya gue tau dia sehat dan baik-baik aja di dalam sana setelah semua yang terjadi kemarin.
"Baiklah, hamba akan memulainya."
Gue pikir, peramalnya bakalan berpenampilan nyentrik kayak yang di film kebanyakan gue liat, tapi ternyata laki-laki yang udah agak berumur ini pakaiannya bisa dibilang biasa aja. Mirip pakaian yang dipakai sama Tabib William. Namun meskipun begitu, beliau tetep keliatan rapih. Rambutnya ditumbuhi banyak uban juga ada sedikit keriput di wajah senjanya.
Dia beberapa kali meminta ijin buat megang tangan gue, lebih tepatnya ngeliat telapak tangan gue. Bibir peramal itu mulai gerak seolah lagi merapalkan sesuatu, gak tau apaan. Jemari telunjuknya juga mulai bergerak mengikuti setiap garis di telapak tangan gue, ninggalin jejak merah dari ujung jari tangannya yang sebelumnya dia tusuk pakai jarum kecil berwarna emas.
KAMU SEDANG MEMBACA
raja chanyeol •chanbaek• [END]
Short StoryGue kira dia itu cuma cowok mesum dengan dandanan ala Raja yang menggelikan, tapi setelah dia dengan terpaksa tinggal di kosan. Gue tau, dia bukan Raja boongan. "Hai wanita cantik, maukah kau menjadi Ratu dan bersanding denganku di singgana istana...