•59 •paling berharga

2.8K 404 72
                                    

"... a-akhh!"

"Yang Mulia? Apa terjadi sesuatu?"

Gue langsung ngebekap mulut, kemudian menggelengkan kepala cepet sebagai kode kalau dia gak boleh bergerak lebih jauh dari ini.

Tapi, jemari tangan yang justru semakin dalam mengobrak-abrik lubang di bawah sana menandakan bahwa Richard sama sekali gak mengindahkan permintaan gue. Padahal, gue udah mati-matian nahan desahan karna gak mau para prajurit yang lagi mengiringi kereta kami ngedenger ada suara yang aneh-aneh. Malu.

Lagian gue gak nyaman pake banget kalo ngelakuin hal-hal jorok saat di sekeliling tempat lagi banyak orangnya.

"Ri-Richard!"

Richard yang ngeliat gue merengut sebel malah ngejawab dengan tawa, ngecup pelipis gue sebelum jari-jari tangannya yang panjang kembali membuat gerakan menggunting di dalam lubang gue, sengaja menggesek ujung jemarinya di dinding rektum. Kepala gue yang nengadah, dia manfaatin dengan nyumbu sepanjang leher sampai ke belakang telinga. Bikin gue merinding sebadan-badan.

Rambutnya gue remat cukup kuat, berusaha buat nahan diri gak muncrat sesuai keinginannya.

"Yang Mulia?" Lagi, suara seorang prajurit lain terdengar, memastikan.

Wajah kita saling menatap, ngebuat gue lagi-lagi ngegeleng kepala sambil ngasih muka memelas. Ngasih kode kalo gue gak mau ngelakuinnya di sini. Gak mau sampe kedengeran dan para prajurit di luar jadi berpikiran yang aneh-aneh soal Rajanya. Tapi sekali lagi,

"Tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Cukup lakukan tugasmu, awasi sekitar dan pastikan tidak ada sesuatu yang buruk terjadi."

"Baik, Yang Mulia."

Setelah ngomong gitu, Richard ngangkat tubuh gue ke atas pangkuannya, ngebuat dia semakin mudah untuk berbuat lebih. Pinggang gue ditahannya agar gak jatuh ke belakang, lalu dikecup kening serta pipi gue tanpa mengalihkan pandangan. "Sebentar saja, Dear. Kumohon. Hanya di sini aku bisa bebas menyentuhmu," bisiknya di telinga, ngembusin nafas di sekitaran lubangnya sampai ngebuat gue merintih pelan karna geli. "Bila di istana, pangeran pasti akan selalu mengikutimu kemanapun engkau pergi. Dia begitu menyayangi Ibundanya melebihi apapun sampai-sampai tak mengizinkan Ayahandanya mendekat."

"... Dan aku, jadi tidak bisa menyentuhmu sesuka hatiku."

Gue menggeleng, lagi. Nahan kepalanya yang mulai mencumbui tulang selangka sampai ke dada. "Ta-tapi... saat kita di penginapan tadi kan su-sudahh.. ugh! Tidak di sin-ahh, Richard. Ungh emnh...."

"Sebentar. Aku janji ini tidak akan berlangsung lama."

Richard dengan segala titahnya, mana bisa ditolak.

Kemeja yang masih tersangkut di pundak, dia tarik turun dengan mudahnya. Tanpa melepaskan cumbuan. Punggung gue bahkan ditekannya tuk mempermudah gerakan bibirnya yang kini berada di salah puting susu gue, ngejilatin pinggirannya sebelum melahap ujungnya sampai dada gue membusung dibuatnya. Kepala gue pening, pikiran gue seolah menguap entah kemana. Mulutnya yang handal banget itu ngebuat gue bener-bener kewalahan.

Jilat, jilat, jilat.

Richard ngelumurin puting gue dengan saliva hangatnya, menggoda ujungnya dengan ujung lidah lalu dihisapnya seolah inginkan sesuatu keluar dari sana. Gue cuma bisa melenguh tertahan setiap kali hisapan kuatnya terasa, lalu meremat rambutnya tanpa peduli bakal ngerusak tatanannya yang udah rapih-rapih disisir. Bodo amat. Gue gak bisa meluapkan semua perasaan menggelitik ini, gak bisa mendesah keras-keras dan itu cukup menyiksa.

"Ri-Richard... unghh!"

Kepalanya gue peluk erat-erat saat bibirnya terbawa menuju perut gue, memberikan juga banyak tanda kepemilikan tepat di permukaannya hingga seluruh bekasnya terasa panas. Pusar gue pun gak luput dari godaannya yang memabukkan, ditiup liangnya dengan sensual sebelum dia hisap pinggirannya. Sedang dibawah sana, jemarinya masih terus keluar dan masuk gak ada hentinya.

raja chanyeol •chanbaek• [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang