Behind the Devil © Kelompok 2
Chapter 19
Written by MaharaniAraa_
Hari ini Zeva berangkat lebih pagi, bahkan teramat pagi sampai-sampai dia tidak mendapati sosok manusia selain satpam sekolah dan dirinya.
Zeva berjalan santai, memikirkan sesuatu. Setelah acara menyeramkan kemarin, Zeva pastikan ia akan memberi Gavin pelajaran.
"Liat aja Gavin. Hari ini juga lo bakal jadi pacar gue!" ungkap Zeva dengan senyum devilnya.
Zeva memasukkan tangannya kedalam saku hoodie, melangkah menuju kelas untuk menyusun banyak rencana licik di otak cantiknya.
Zeva duduk di kursi dengan sorot mata tajam, sebelum menjalankan rencananya untuk Gavin, ada satu target yang perlu Zeva eksekusi terlebih dahulu.
Gadis itu mengeluarkan smartphone-nya, mengutak-atik benda persegi entah untuk apa. Setelah puas melihat hasil kerjanya, Zeva pun tersenyum bangga.
"Terima hadiah gue, bitch!"
Lama-kelamaan kelas yang awalnya sunyi kini sudah terisi karena kedatangan satu-persatu penghuni.
Zeva yang melihat itu pun tertawa dalam hati. "Well, Zeva lo tinggal tunggu target."
Mata tajam namun memesona itu terus menyorot pintu kelas, dan saat menemukan orang yang sejak tadi ia tunggu senyum miring pun tercetak jelas.
"Itu dia! Lo dapet tambahan hukuman karena buat gue nunggu lama, Diana."
Ya, orang yang sejak tadi ditunggu Zeva adalah Diana.
Tepat saat Diana menghempaskan bokongnya ke kursi, suara notifikasi dari ponsel teman sekelas mereka pun serentak berbunyi.
Diana memasang wajah heran, apalagi saat semua mata menatapnya dengan pandangan sinis, seolah ia adalah pelaku kriminal yang baru saja tertangkap basah.
"Ngapain lo semua ngeliatin gue?" seru Diana lantang.
Bukannya takut, seluruh penghuni kelas malah semakin gencar menatap gadis dengan baju ketat yang kebingungan itu.
"Baru liat cewek cantik lo semua, hah?!" sentak Diana lagi.
Salah satu dari mereka membuka suara, "Tarif lo semalam berapa? Atau lo pasang tarif per jam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
02:Behind The Devil✔
Teen Fiction#LavenderWritersSeason4 #TemaMemperjuangkan #Kelompok2 ••• Ini tentang masa ketika sang antagonis menjadi pemeran utama. Ini tentang masa ketika perjuangan tak hanya berarti mengikhlaskan, tapi juga mendapatkan. Ini tentang seseorang yang berharap s...