Setelah melihat Metha pergi meninggalkan Kak Satya, aku melihat Kak Satya masih di sana. Dengan wajah begitu gusar, dan masih mengontrol emosinya.
Karena rasa penasaranku yang sudah di ubun-ubun. Aku berjalan menghampiri Kak Satya. Ia mengerutkan keningnya. Begitu tau aku berjalan kearahnya.
"Kak Satya!" panggil ku, dia mendongak menatap ke arahku.
"Lo... " ucapnya sembari menunjukku. Ekspresinya terlihat kaget. Aku berdiri tepat didepannya.
"Gue mau tanya, lo punya hubungan apa sama Metha?" tanyaku to the poin. Karena tidak mau basa-basi lagi.
Kak Satya diam, dan menatap tajam ke arahku. Tatapan matanya juga tampak begitu mengintimidasi.
"Bukan urusan lo!" Jawabnya sembari melangkah pergi. Dengan cepat, Aku mencekal pergelangan tangannya.
"Lepasin tangan gue," ucap Kak Satya. Mencoba melepaskan tangannya, tapi tidak Ku hiraukan.
"Jawab dulu pertanyaan gue," ucapku, "Please, gue mohon. Jawab dulu."
"Bukan urusan lo," ucapnya lagi. Lalu melepaskan tanganku yang memegangi tangannya.
"Lo tuh kenapa sih, ngeselin banget jadi orang!" seruku sembari menghentak-hentakkan kaki di lantai karena kesal.
"Lo tau gak? Metha itu udah nge-rebut pacar gue!" Aku mengatur nafasku yang sudah sesak, karena mengingat kejadian itu.
Mendengar ucapanku, langkah kaki Kak Satya berhenti seketika. Ia berbalik arah lalu menatapku. Kami saling tatap. Aku menatapnya dengan air mata yang menetes di pipi. Sejak semalam aku tidak bisa menangis, tapi entah kali ini aku merasakan dadaku begitu sakit dan sesak.
"Maafin Metha, ya," ucap Kak Satya. Ia menepuk bahuku beberapa kali.
"Kenapa harus maafin perempuan itu, Kak? Dia aja gak kasian sama gue, dia pelet pacar gue!" ucapku dengan penuh emosi.
"Sebenarnya, Metha adalah mantan pacar gue. Kita putus beberapa bulan lalu."
Kenapa kalian putus?" tanyaku penasaran.
Kak Satya terdiam, mendengar ucapanku.
"Kak.... Kenapa kalian putus?" ucapku mengulangi pertanyaan yang sama. Karena aku juga ingin menyelesaikan semua ini. Aku menghapus sisa air mataku. Dan menatap Kak Satya lebih intens.
"Gue gak bisa jawab pertanyaan lo," ucap Kak Satya. Membuatku mengerutkan kening. Entah apa alasannya.
"Kenapa gak bisa, Kak? Tinggal ceritain aja," ucapku, hal itu bukan perkara sulit kan?
"Sepertinya ospek sudah di mulai. Maka dari itu, ayo kita ke lapangan," ucap Kak Satya sembari menarik tanganku.
"Kak, jawab dulu pertanyaan gue. Ya elah!" ucapku kesal.
"Kapan-kapan gue kasih tau," ucapnya masih saja menarik tanganku.
"Sekarang dong! Gue penasaran banget nih!" ucapku mendesak Kak Satya. Bagaimana aku bisa menjalani ospek dengan tenang, jika Kak Satya saja tidak mau jujur, dan menceritakan yang sebenarnya kepadaku.
Tapi mau aku memaksanya bagaimanapun, Kak Satya tetap tidak menjawab, ia terus berjalan hingga saat di tengah koridor ia berhenti. Aku mengerutkan kening. Kenapa berhenti? Lalu aku mendongak menatap ke depan. Seketika kedua mataku membulat sempurna.
Ada arwah Marina, ia menggelantung di tengah koridor. Wajahnya pucat, kedua matanya melotot, lidahnya menjulur ke depan.
Kenapa Kak Satya berhenti, atau jangan-jangan dia bisa melihat Marina?
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH 2 (Berpetualang Ke Alam Gaib)
HorrorDILARANG PLAGIAT! PLEASE! KALAU PUNYA OTAK DI PAKE BUAT MIKIR! BTW COPYRIGHT BERLAKU LOH! Misteri kematian Tiara telah terungkap. Namun, terungkap semuanya menimbulkan kejanggalan-kejanggalan, di luar nalar. Belum lagi arwah Tiara yang terus meren...