Tragedi Mati Lampu

14.1K 1.4K 245
                                    

Aku terbengong, mendengar ucapan dari Haris. Aku juga mengerjap kan mataku beberapa kali. Berpikir keras, tentang semua ini.

"Tapi lo gak tau penyebab mereka bunuh diri massal?" tanyaku lebih spesifik.

Haris menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Gue gak tau penyebab pastinya. Tapi, waktu itu ada rumor yang mengatakan." Haris menghela nafasnya, sembari terdiam sebentar. Aku terdiam, menunggu ia melanjutkan ucapannya.

"Ada seseorang wartawan yang pernah meliput tentang kejadian itu. Dan wartawan itu menemukan sebuah surat. Surat itu dari seseorang yang bernama Marina dia adalah salah satu korban bunuh diri massal."

"Surat itu berisikan tentang, bagaimana mereka melakukan bunuh diri tersebut. Mereka terpaksa melakukan semua itu. Karena mereka tidak mau mati dengan cara mengenaskan. Karena sebuah makhluk yang meneror mereka."

Aku mencermati cerita Haris. Aku juga menelan ludah beberapa kali. Untuk menetralkan jantungku. Bagaimana jika semua itu terjadi kepadaku. Aku tidak sanggup membayangkannya. Apa semua ini akan lebih bahaya daripada kejadian kemarin?

"Tapi tenang aja, Ser. Semua itu hanya rumor. Soalnya beberapa hari kemudian, polisi yang menyelidiki kasus tersebut mengklarifikasi bahwa, wartawan yang tadi menemukan surat atas nama Marina itu, hoax. Jadi kek wartawan itu bohong. Wartawan itu juga di diagnosa punya penyakit jiwa."

"Aneh banget kan?" Sambung Haris.

"Penyakit jiwa? Maksudnya dia gila?" tanyaku, seraya menatap Haris.  Haris mengangguk.

"Iya. Dan sampai sekarang pun. Wartawan tersebut mendekam di rumah sakit jiwa," ucap Haris.

Antara percaya atau tidak dengan wartawan yang di ceritakan oleh Haris tadi. Di sini ada yang mengganjal, dan jiwa penasaranku atas semua ini bener-bener tidak bisa di tahan.

"Gue masih heran. Kenapa mereka melakukan bunuh diri itu? Anehnya mereka melakukan bunuh diri massal. Dan pasti mereka punya alasan yang sama, iya gak sih?" tanyaku meminta pendapat kepada Haris.

"Gue juga gak tau. Sampai sekarang, misteri bunuh diri massal itu. Gak terselesaikan. Eh, malah universitas itu di tutup. Dan di buka lagi setelah 5 tahun kemudian. Apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin? Secara mereka masih satu yayasan."

Aku terdiam memikirkan semua ini, apalagi ucapan Haris barusan. Semakin membuatku yakin.

"Woy Ngelamun, lo? " ucap Haris mengagetkan ku, aku menatap ke arah Haris. "By the way, lo tau dari mana universitas itu?

"Ah lo, ngagetin aja," sahut ku, sembari menghela nafas. Aku belum menjawab ucapan Haris, bingung mau jawab mulai dari mana.

"Ser," panggil Haris. Aku mendongak ke arahnya.

"Kenapa?" tanyaku.

Haris menghela nafas, "Lo gak ada niatan buat mengusut kasus ini, kan?"

Aku terdiam, berpikir sejenak.

"Ser, gue tau lo. Jangan nekat lagi," ucap Haris memperingati. "Ini bahaya, lebih baik lo jangan penasaran tentang semua ini."

"Gue bakalan kuliah di universitas Jaya Buana," ucapku dengan tekat yang bulat.

"Ser? Lo gak bercanda, kan?" ucap Haris lagi. Aku memejamkan mataku, mau tidak mau harus mengatakan ini kepada Haris. Agar Haris paham, apa yang aku rasakan. Dan tentang semua kegelisahanku selama ini.

"Ris, lo tau gak? Semua ini belum selesai. Gue... Gue.... " Aku tidak mampu mengucapkannya.

"Apa lo, di mimpiin Tiara lagi?" tebak Haris, mampu membuatku menatapnya.

DEATH  2 (Berpetualang Ke Alam Gaib)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang