Ruangan Rahasia

8.1K 1.2K 327
                                    


*ada yang bisa baca?*

*ada yang bisa baca?*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****

"Temukan aku di antara kegelapan, yang tidak bisa di jangkau orang..."

Kak Satya menatapku. "Suster Elina ngasih surat ini ke lo?"

Aku menjelaskan semuanya kepada Kak Satya. Tentang cerita suster Elina. "Gue kenal baik sama beliau, tapi kenapa beliau gak ngasih ini ke gue?"

Aku menggelengkan kepalaku, tidak tau maksudnya bagaimana. Yang jelas tadi suster Elina yang memberikan kertas ini kepadaku.

"Coba Kak, lo liat di pojok bawah."

Kak Satya melihat ke arah yang aku maksud.  Dan ia menyipitkan matanya untuk memperlihatkan tulisan tersebut.

"Aksara Jawa?" ucapnya. Aku mengangguk.

"Lo paham gak Kak?"

"Gak keliatan tulisannya, kecil banget." Kak Satya mencoba untuk melihat lebih jelas.

"Eh gue punya kaca pembesar deh kayaknya," ucapku. Aku membuka tas, dan mencari benda itu. "Nah ini...."

Aku memberikannya kepada Kak Satya. Dan ia langsung membaca aksara itu dengan kaca pembesar.

"Ruang bawah tanah...."

"Ha? Ruang bawah tanah?" Kami masih memecahkan surat ini.

Kak Satya diam sebentar nampak sedang berpikir. Aku juga tidak tau ruangan bawah tanah mana yang dimaksudkan oleh kertas itu.

"Kak Satya tau? Di mana tempatnya?" Tanyaku.

"Kayaknya gue tau!" ucap Kak Satya. Ia menarik tanganku untuk pergi dari tempat ini. Aku hanya mengikuti langkahnya saja. Kami langsung masuk ke dalam mobil Kak Satya.

Aku kaget, begitu Kak Satya melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Perjalanan dari rumah sakit jiwa ke rumah Kaka Satya cukup lama. Entah kenapa ini lebih lama dari biasanya. Padahal Kak Satya pun sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Aku melihat keluar jendela. Banyak pepohonan. Tapi aneh, kenapa aku baru melihat semua ini? Maksudku kebun sepanjang ini? Sejak kapan di Jakarta ada perkebunan karet berhektar-hektar. Kalau pun ada bukan di sini tempatnya. Bukannya biasanya identik dengan pemandangan kota? Ada di mana kami sekarang?

Dan biasanya Jalanan cukup ramai. Tapi kenapa sekarang sepi? Hanya mobil ini saja yang melintas.

"Kita gak lewat jalan biasanya ya?" tanyaku. Melirik Kak Satya yang tengah fokus menyetir.

"Enggak. Gue ambil jalan tikus," jawab Kak Satya. Lalu aku melihat jam yang ada di pergelangan tanganku. Aku mengerutkan kening, karena semakin aneh dengan kejanggalan ini. Jika ini adalah jalan tikus yang di ambil oleh Kak Satya.

Harusnya perjalanan ini semakin cepat. Tapi kenapa sudah lewat setengah jam belum nyampai juga? Dan kenapa aku merasakan hawa yang berbeda. Aku memutuskan untuk membuka kaca jendela mobil. Bulan sabit terlihat terpampang begitu nyata.

DEATH  2 (Berpetualang Ke Alam Gaib)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang