Jisoo mengangguk lalu berjalan menuju Suho dan mengambil alih balita mungil itu.
"Nanti jika sudah di atas, kau ke arah kanan dan di pintu kedua itu kamar yoora" Ucap Irene.
"Baiklah. Aku mengerti"
Sesampainya di kamar yoora, jisoo menaruhnya di box bayi.
Baru dua langkah ingin pergi dia sudah mendengar yoora merengek.
Dengan cepat jisoo menimang yoora sambil menepuk pelan bokongnya. Jisoo melihat yoora masih menangis, dia meraba-raba dada jisoo.
"Kau haus? Baiklah kita akan pergi menemui mama Irene"
Jisoo tercengang ketika melihat tidak ada orang di tempat tadi. Masih dengan wajah bingung dia mencari keseluruh ruangan, diiringi dengan suara tangis yoora yang menggelegar.
"Astaga sabar sayang"
Jisoo semakin panik ketika yoora menggeliat tidak bisa diam di dalam dekapannya dan juga suara tangisnya yang semakin tersedu-sedu. Bayi ini benar-benar sedang haus.
Sampailah jisoo di halaman belakang. Dari jauh pun sudah terlihat, halaman itu benar-benar kosong tidak ada orang. Tapi tetap saja dia membuka pintu kaca itu dan mulai menelusuri.
Di sisi lain, Irene yang dari tadi sudah di kunci pergerakannya oleh Suho, kini sudah mulai geram dia memberontak dan akhirnya terlepas dari Suho.
"Aku tidak bisa melihat yoora terus menangis"
Irene berlari menuju jisoo dan merampas yoora dengan kasar.
Tentu saja jisoo terkejut bukan main. Ketika jisoo melihat Irene yang sudah lari terbirit-birit dengan wajah herannya, ada tangan yang menepuk punggungnya pelan. Refleks jisoo berbalik arah tapi tidak ada orang.
"Aku di sini"
Itu suara seokjin. Jangan ditanya dia sedang apa. Tentu saja ingin melamar sang pujaan hati. Dia memutuskan untuk melamar tidak mau menunggu lama lagi.
Masih dengan posisi berjongkok, dia mengeluarkan cincin dalam sakunya.
Lagi dan lagi jisoo hanya bisa tercengang kenapa dia mendadak menjadi bisu seperti ini? Jangankan berbicara mengedipkan mata saja rasanya dia tidak mampu. Memang agak hiperbola tapi sungguh inilah yang dirasakan jisoo.
"Aku menantikan hari ini. Hari dimana aku meminta mu untuk selalu bersamaku. Hanya dua waktu. Kau tahu?"
Jisoo menggeleng pelan.
"Sekarang dan selamanya. Haha aku tahu ini kurang romantis salahkan Jimin karena dia yang membuat kata-kata ini" Ucap seokjin sambil melirik Jimin yang masih bersembunyi di balik pohon. Percayalah Jimin sedang menyumpahi seokjin.
"Tidak. Kali ini aku yang membuat kata-katanya. Terlepas dari itu semua apa yang aku katakan tadi di awal, benar adanya. Bersamamu selamanya itu adalah tujuan hidupku. Aku sangat mencintaimu Kim jisoo. Mencintaimu dengan sempurna tapi dengan cara yang sederhana. So, sekertaris ku yang cantik Will you marry me? Jangan buat aku hancur dengan menolakku. Jadilah istriku, jadilah matahari di dalam rumahku selamanya!"
Seperti wanita pada umumnya ketika dilamar, itulah yang dirasakan jisoo. Apalagi mereka belum pernah menjalani hubungan seperti pacaran. Dia masih bisa menahan tangisnya. Dia tersenyum manis di sana.
"Huh! Kenapa kau memaksa? Jika aku tidak mau bagaimana?" Ucap jisoo sedikit berakting layaknya seorang aktris.
"Aku akan mengakhiri hidupku. Untuk apa aku hidup jika tidak bisa bersama mu"
"HAJIMAAA!!!"
Jisoo langsung memeluk seokjin yang masih berjongkok hingga keduanya terjatuh dan jisoo menindih seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love (Blackbangtan)
Teen Fiction[COMPLETED] Bagaimana jika kita dipertemukan sahabat sekaligus jodoh diwaktu yang sama? Hope you like this story🤗 Enjoy guys. DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT😡