Part 40

637 30 0
                                    

"Jadi selama ini lo kebanyakan gak gabung sama kita karena ngerjain ini?"

"Iya"

"Kok gak bilang-bilang sih! Gue kan juga pengen ikutan jadi kayak mata-mata" kesal Bisma.

"Bahaya ntar kalau lo ikut yang ada kacau semua" balas Nisha sinis.

Sementara Bisma hanya bisa menyengir kuda.

"Sumpah lo keren banget bisa kayak gitu" kagum Fikri.

"Kalau gue udah gak bisa tuh berfikir sejernih, sekeras kayak gitu udah kemana-mana dah fikiran gue" sahut Ara.

"Gue juga awalnya gitu kok tapi gue punya tekad buat buktiin kalau firasat gue bener dan ya ternyata emang bener"

"Kenapa lo setekad itu?" Tanya Bisma.

"Mungkin kalian tau jawabannya"

"KARENA GEMA?!" Ucap mereka serempak.

"Sebagian karena dia"

"Idih sudi banget lo nolongin dia lagi kalau gue mah ogah" celetuk Ara.

"Kan kita belum tau pasti kenapa si Seira ngelakuin semua ini pasti Gema setuju karena satu alesan"ujar Nisha.

"Dan lagipun sebenarnya gue bisa setekad ini karena gue gak mau liat semua orang jadi berpecah belah kayak gini, bonyok gue udah setengah-setengah percaya sama keluarga dia, netizen-netizen pada marah-marah karena memang Seira itu kan gak pantes sama Gema, secara semua orang tau tipe Gema kayak gimana terus kenapa tiba-tiba sama Seira? Repotasi Gema juga semakin turun ya jadi gue inisiatif  mau bantuin" sambung Nisha.

"Kira-kira apa ya alesan Gema mau ikutan kayak gini" Bisma berpikir keras, tiba-tiba saja pembicaraan ini membuatnya menjadi seperti orang pintar.

"Mungkin aja Gema di ancam" Fikri berseru.

Dalam beberapa menit kemudian mereka semua membelakkan matanya, saling tatap terlebih dahulu.

"Ancamannya Nisha!!!" Pekik mereka serempak.

"Sumpah gue gak kepikiran" ucap Nisha.

"Demi apa dia berkorban repotasinya jelek cuman buat ngejagain lo?!"

"Gak myangka gue ternyata lumayan baik anaknya"

"Jadi apa rencana lo?" Tanya Ara.







🌠🌠🌠






Gema terbagun pada pukul delapan malam, tiba-tiba dia merasa membutuhkan udara segar setelah perdebatan antara dia dan Seira siang tadi.

Buru-buru ia bangkit dari tidurnya kemudian mengambil hoodie hitam dan masker lalu pergi keluar rumah. Udara malam hari serasa sejuk, meski masih banyak beberapa kendaraan yang berlalu lalang dan lampu-lampu yang berkelap-kelip.

Gema berjalan tak tau arah, dia hanya berjalan mengikut kata hatinya saja sambil terus merenung apa yang harus dia perbuat. Andai dulu dia tidak gegabah mungkin semua ini tidak akan terjadi. Dan tanpa di sadarinya ia sampai di sebuah minimarket. Karena merasa lelah dan haus berjalan kaki sejauh ini, Gema pun masuk untuk membeli minuman dan sebungkus roti.

"Eh-eh menurut kamu cocok gak sih Gema sama Seira?"

Samar-samar Gema mendengar pembicaraan sepasang kekasih yang sedang duduk di depannya.

"Cocok aja menurut aku mah orang kayak Gema emang pantas dapet yang lebih di bawah dari dia hahah"

"Ihh kamu kok ngomong gitu sih"

"Lagian ngapain nge-fans sama sampah kayak dia"

"Mohon maaf siapa yang anda bilang sampah?" Gema tersentak mendengar suara yang tak asing baginya.

"Sebelum Anda berkomentar lebih jauh coba untuk bercermin udah sempurna atau belum? Gak usah sok ngatain orang mah kalau semua berdasarkan iri, jangan terlalu iri sama orang mas yang ada bikin mas tambah stress"

Cowok itu tidak lagi berkomentar setelah mendapat ucapan pedas dari salah satu pengunjung minimarket juga hang tak ia kenal. Sementara pacarnya juga hanya menunduk menahan rasa malunya. Padahal dia juga fans dengan Gema tapi belum berani untuk membantah ucapan cowok di sebelahnya yang notebane adalah pacarnya.

Setelah mendengar derap langkah yang pergi, barulah Gema berani mengangkat sedikit kepalanya. Dan benar saja orang itu adalah Nisha. Dengan cepat ia pergi menyusul Nisha.

"Nisha!" Panggil Gema.

Nisha berhenti berjalan, mencoba untuk mempermantap pendengarannya. Apakah dia salah dengar? Mana mungkin dia bisa mendengar suara Gema.

"Nisha!" Kali kedua Gema memanggil Nisha, karena sang empu masih belum juga berbalik.

Dengan sekuat tenaga Nisha membalik badannya, tapi masih enggan menatap orang yang agak jauh darinya.

Sementara di depan sana Gema menatap lawan bicaranya dengan tatapan sendu bercampur rindu. Rasa bersalah terus saja Gema rasakan tatkala melihat Nisha yang masih enggan mengangkat kepalanya.

Keduanya masih saling diam tak berucap apa pun, karena lelah jika hanya berdiri terus Nisha pun perlahan mulai menatap ke arah depan.

Gema merasakan desiran hebat kala kedua manik mata itu menatapnya. Dan ternyata bukan hanya Gema yang merasakan itu, Nisha pun merasakan hal yang sama.

"A..ada a..apa?" Tanya Nisha dengan suara yang agak keras karena jarak mereka yang agak jauh.

Gema menarik nafasnya sekuat tenaga bersiap-siap untuk mengeluarkan segalanya.

"A..aku cuman mau minta maaf, aku tau kesalahan aku sangat fatal aku mau jelasin semuanya sekarang aku mau kamu buat luangin waktu untuk aku jelasin semuanya ke kamu ak—

"Maaf. Karena memotong omongan kamu, gak perlu repot-repot buat ceritain segalanya buat jelasin segalanya, karena aku gak butuh itu bang Gema"

"Kamu boleh marah sama aku, kamu boleh benci dan berhenti suka sama aku, tapi aku mohon buat dengerin penjelasan aku kali ini mungkin aja setelah denger ini kamu bisa ngerasa lebih baik, aku gak mau bikin kamu jadi tambah tersakiti, setelah denger omongan kamu sama dua orang yang lagi pacaran tadi aku jadi tambah ngerasa bersalah Nis, mungkin emang bener omongan-omongan orang yang bilang aku ini sampah"

"Kamu sendiri bang yang ngajarin buat gak peduli sama komentar haters di luar sana, kamu sendiri yang selalu bilang haters itu kita jadikan seperti pupuk, dimana pupuk itu kotoran bau menjijikan tapi pupuk itu sendiri yang membuat kita jadi subur yang membuat kita jadi makin lebih baik. Kenapa sekarang jadi termakan sama omongan mereka?"

Gema terpaku, baru kali ini dia berbicara sepanjang ini dengan Nisha setelah berbulan-bulan tak berjumpa, tak mengobrol, apa lagi bertemu.

"Aku pamit bang, jangan cari aku lagi ya karena setiap bang Gema cari aku, abang gak bisa ketemu yang ada kita makin saling tersakiti, permisi wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh"

Jadi ini rasanya sakit hati di tinggal seseorang batin Gema.

Seumur-umur Gema belum pernah merasakan patah hati yang mendalam pada seorang perempuan. Dan ini adalah kali pertama dia merasakannya. Sampai tidak di sadarinya sebening air keluar dari ujung matanya. Ya, Gema menangis, menangis seorang perempuan yang beberapa waktu lalu menjadi alasannya semangat menjalani hari-harinya.

"AAKKHHH"

"BODOH!!"

Gema meluapkan segala perasaannya dengan teriakan dan suara tangisan. Di pinggir jalan dengan banyak kendaraan begini tak mungkin ada yang memperhatikannya. Apa lagi lampu jalanan lumayan redup.

Gema menangis sesegukan tak kuat menahan rasa sakit yang menghantam hatinya.

"AKHHH.... hiks hiks hikss"

"Bang Gema?"

Superstar (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang