"Kamu bohong ya?" Tanya Jaein ketika ia mendapati Minji memasuki pintu rumah mereka. Minji pun hanya terdiam dengan wajah kebingungan. Padahal dirinya baru saja pulang ke rumah namun ia langsung disambut dengan sebuah tuduhan bahwa ia berdusta? Wow.
"Katanya tadi mau pulang duluan? Kok jam segini baru pulang? Aku aja yang habis jalan sama temen tapi pulang duluan loh," ujar Jaein.
"M-maaf.. Tadi aku ketemu tim kerja aku terus mereka ngajak makan, jadi aku ikut bentar. Terus besok juga mama ulang tahun jadi aku mampir beli hadiah di toko," Minji menjelaskan dengan detak jantung yang tak terkendali.
"Hp? Kamu ada hp kan? Tangan juga lengkap, sama jarinya masih ada 10," tutur Jaein.
"M-maksudnya..?"
Jaein beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Minji hingga Minji menyenderkan punggungnya di dinding. Tangannya pun terulur dan mengangkat pelan dagu Minji.
"Kabarin, sayang. Kamu lupa kalau aku suami kamu? Hm?"
"G-ga," jawab Minji.
"Terus kenapa ga ngabarin?" Jaein menghempaskan dagu Minji dengan kasar hingga kepala Minji membentur dinding.
"Tangan kamu masih lengkap kok.." Jaein kini memegang tangan Minji dan sedikit mengangkatnya.
"Atau kamu mau aku hilangin satu per satu? Kalau begitu aku bisa paham alasan kamu ga ngabarin aku," ucapnya kemudian.
"Sini ikut aku," Jaein mengajak Minji untuk pergi dari ruang tamu dan Minji pun mengekorinya dari belakang. Mereka masuk ke dalam kamar tidur dan menuju ke kamar mandi.
"Hari ini ga berat kok hukumannya, sini yuk," Jaein mencengkram pergelangan Minji dan menyeretnya hingga Minji masuk ke dalam tempat shower. Jaein memutar handle
shower tersebut, membiarkan air panas mengalir. Beberapa saat ketika air tersebut telah panas, ia langsung mendorong Minji hingga mengenai air panas tersebut."AKH!!! J-JAE–"
"Shh, ribut ih.. Apa kurang ya?" Jaein tiba-tiba keluar dari kamar mandi untuk mencari sesuatu dan Minji mengambil kesempatannya untuk keluar dari shower yang mengalirkan air panas tersebut.
Ternyata tak lama kemudian Jaein kembali dengan sebuah gunting di tangannya dan berkata, "Loh? Ada yang suruh kamu keluar?" Jaein menyeret Minji kembali dan membiarkannya dibanjiri oleh air panas. Gunting yang diambilnya tadi digunakannya untuk menggunting baju Minji dan menyisakan Minji hanya dengan sebuah dalaman tank top.
"J-Jaein, Jaein-ah, sakit banget Jaein– Song Jaein, tolong," Minji meringis kesakitan dan memohon dengan sekuat tenaga. Cukup lama tubuhnya dibasahi dengan air panas, membuat kulit Minji menjadi kemerahan dan terasa seperti sedang dibakar.
"Jaein, please.. Sakit Jaein.." Minji terus menangis karena ia rasanya sudah tidak sanggup lagi. Ingin sekali ia melarikan diri tapi sayangnya Jaein menghalangi jalan keluar dan terus menjaganya.
Di sisi lain, orangtua Minji tiba-tiba berkunjung ke rumah mereka untuk membicarakan suatu hal penting. Berkali-kali mereka menekan bell rumah namun tak ada yang menjawab. Bahkan mereka sampai menggedor pintu dengan sangat kuat namun masih saja tidak ada respon. Akhirnya orangtua Minji memutuskan untuk meminta bantuan dari sekretaris dan juga sopir yang mengantar mereka untuk mendobrak pintu tersebut. Untung saja setelah beberapa kali percobaan, pintu mereka terbuka. Dengan cepat, orangtua Minji langsung menuju ke kamar tidur mereka, terlebih lagi ketika terdengar sebuah teriakan yang sangat kuat.
"MINJI! ASTAGA MINJI!" Ibu Minji tersungkur di lantai ketika ia melihat kondisi Minji saat ini. Ayah Minji pun meluap dengan amarah dan mendorong Jaein hingga ia terjatuh di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Encounter
Fiksi Penggemar[END] "Our encounter has brought everything I need although I've never searched for it. And that is you." -Jung Jaehyun