Weekend

273 13 0
                                    

“My wife cuman kamu dan hanya kamu”

-Dika-

Matahari mengintip diselah-selah gorden menampak raut yang begitu cerah dan membangunkan orang-orang yang terkena sinarnya. Hari libur membuat kebanyakan orang  masih beta mengistirahatkan diri walaupun jam menunjukkan sudah siang. Hembusan nafas yang terkena dibagian dadaku membuatku tak bergeming dan menikmati momen ini.

Perlahan demi perlahan aku membuka mata ku dan tampilan yang sangat indah selalu  membuat ku tersenyum. Nikmat yang luar biasa hingga aku selalu menunggu momen ini.

Aku menatapnya tanpa berkedip

Lantas kelopak mata yang tertutup kini terbuka dan menampilkan ke kagetan yang tergambar dari wajahnya yang merah merona. Dia bergeming untuk lepas dari pelukan ku namun bukannya terlepas malah aku buat tambah dekat dengan ku.

“Mas” suara paru khas bangun tidurnya memanggilku.

“Kenapa?” tanyaku seolah tak tahu apa maksudnya.

“Aku mau kekamar mandi” jawabnya dengan mata tertutup.

“Tapi, ko matanya di tutup”

Dia langsung membuka matanya saat setelah mendengar perkataanku lantas mendorong ku dengan kedua tangannya yang ada di dadaku. Dia melangkah turun dari tempat tidur dan hilang di balik pintu kamar mandi...

Melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat membuat ku berlalu pergi menjauh untuk sekedar menyiapkan sarapan dan tentunya berolahraga sebentar.

Satu dua alat yang sudah ku gunakan. Keringan kini bercucuran begitu saja dari tubuhku, baju kaos putih yang ku gunakan kini melekat sempurna mengikuti bentuk tubuhku. Berlama-lama menghasilkan keringat adalah satu cara yang ku tempuh untuk tidak terlalu berada disampingnya dan mengundang hasrat ku. Cukup lama hingga akhirnya ada tangan yang memberhentikan alat yang ku gunakan “Mas mandi, sana” perintahnya sambil memberikan air minum yang ada di tangannya dan tak lupa dengan handuk kecil yang diletakan di bahuku.

“Siip” jawabku dan mengikutinya keluar dari ruang gym.

Selesai mandi aku ikut duduk di depannya sambil siap menikmati sarapan yang di buat tadi. “Mas” panggilnya setelah makan ku habis.

“Hmm” gumaku sambil mengerikan bibirku pakai serbek yang ada.

“Aku mau bicara?” aku tak menjawab melainkan membiarkan dia menyelesaikan apa yang akan dibicarakan “Begini, mas tahu kan. Aku tak setuju tentang pernikahan kita?” ucapnya di barengi dengan hembusan nafas kasar dariku.

“Kamu masih ragu?” tanyaku balik.

Dia menganggukan kepalanya seakan mengiyakan apa yang ku tanyakan. “Jadi?” tak ada jawaban yang keluar selain dirinya menunduk lebih dalam.

“Ta” aku yang berada di depannya kini berpindah duduk disampingnya sambil mengengam tangan yang digunakan untuk memutar-mutar baju yang digunakan. “Kamu pasti bisa” ucapku memberi semangat

“A-ku takut” suara gemetar dan terbata-bata dia keluarkan dari bibir manisnya.

“Kita akan sama-sama mencoba, kamu tahu? banyak hal yang juga kamu tak tahu dari ku. Aku juga punya hal yang membuatku terluka. Aku pernah menunggu sampai 10 tahun lantas dia meninggalkan ku” sambil mengingat-ingat kebodohanku dulu “Aku tak ingin ada wanita yang hadir dalam hidupku setelah dia melukaiku. Namun, entah kenapa saat semesta mempertemukan kita secara tak sengaja membuatku merasa ada yang beda”

Tak ada lagi ketakutan dalam tatapannya.

“Aku mencintai mu istriku” ucapku dengan pelan tepat ditelinganya

Sedikit buyar keterdiaman kita berdua yang saling menatap oleh panggilan di ponselku.

Ibu Dinda calling...

Dan dia juga melihat ponsel ku. Aku yang tak mau ada salah paham memutuskan tak mengangkatnya “Ko ngga di angkat, Mas”

“Ngga penting” jawabku dengan ketus.

“Yakin?” tanyanya dengan usil.

“Hmm” gumaku dan panggil di ponsel itu sudah berakhir. Namun, tak berapa detik panggilan itu masuk lagi. Dia melangkah pergi dengan dorongan kasar pada kursinya dan aku menarik tanganya sambil mengangkat panggilan itu lalu ku loudspekar.

“Hallo Pak Dika” sapanya pada saat telpon ku angkat “Iya, Bu ada apa?” tanyaku yang langsung to the point

“Ngga kenapa-kenapa Pak. Aku hanya ingin mengajak bapak dinner di salah satu resta---“ sebelum dia menyelasikan kalimatnya aku memotongnya “Sebelumnya terima kasih Bu tapi, kebetulan kali ini aku dan istriku mau pergi berlibur” sambil melirik wajah istriku yang sudah asam walau tak dia nampakan “Kalo begitu aku matikan yah Bu” aku buru-buru mematikan dan setelah itu aku memblokir nomor ponsel tersebut.

“Kenapa ngga mau?” tanyanya dengan nada yang sudah naik satu okta “Sana keluar saja ngga usah jual mahal”

“Serius boleh Ta?”

“Yah boleh tapi,“ dia mengantung kalimatnya dan aku hanya diam menunggunya “Besok aku pulang kerumahku” ancamnya dan membuat ku tertawa terbahak-bahak melihat ekspresinya.

“Cemburu?”

“Siapa juga cemburu” jawabnya lantas pergi kekamar dengan muka merah.

Tawaku pun tak henti-henti karena melihat ekspresi yang ditampilkan olehnya. “Sudah ngambeknya?” tanyaku sambil memeluk dirinya yang sedang tidur membelakingku “Jangan pura-pura tidur Ta, kalo tidak---”

Sebelum ku selesaikan kalimatku. Dia berbalik.

“Gitu kan enak?”

“Aku takut” gumamu seakan suara mu tertahan

“Aku sama dengan laki-laki diluar sana Ta dan semua omonganku tak bisa di pegang seratus persen. Tapi, dihidupku ini aku hanya punya 3 perempuan yang aku jaga dan hormati sampai kapan pun” akuku

“Tiga?”

Aku mengangguk “Yang pertama ibu, Nina dan kamu my wife ku” terangku

“Nina?” tanyanya dengan raut wajah ingin tahu.

“Iya, Adeku. Mama Stella dan Stevan”

“Oh” jawabnya dibarengi dengan senyuman yang indah dan aku memeluknya lebih erat lagi. Mungkin kita mulai dari buat mu nyaman dan hingga akhirnya kamu terbiasa dengan kehadiranku.

 Mungkin kita mulai dari buat mu nyaman dan hingga akhirnya kamu terbiasa dengan kehadiranku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang