Bandara

416 25 0
                                    

“Aku bukan masih menunggunya tapi, aku hanya ingin tahu penyebab dia tidak menepati janjinya”

-Dika-

“Ka, harus banget yah hari ini pulang?” ibu yang masuk dikamarku langsung bertanya tentang kepulangan ku dan mengambil alih baju yang  ada ditanganku

“Iya bu”  jawabku dengan duduk ditempat tidur sambil minum susu coklat yang dibuatkan

“Kamu kan pemilik masa iya tidak bisa tinggal lebih lama lagi” ibu yang mulai meraju

Ibu yang sudah kelar dengan pakingan baju ku duduk disamping ku sambil mengusap kepalaku dan aku pun tanpa mikir panjang langsung mendararkan kepalaku dipahanya.”Kak, sampai kapan? Begini” suara ibu mulai menjurus ke arah yang menurutku sangat sensitif.

“Begini apa sih bu” aku menutup mata ku dan mengelak tak tahu apa maksud dari ucapan wanita yang melahirkanku itu.

“Kakak tahu kan, usia ibu tak muda lagi” ada jeda yang cukup panjang entah ibu mengingat apa yang jelas. Suara ibu yang sedikit bergetar tak bisa menggambarkan kondisinya saat ini “Ibu hanya ingin liat kakak berkeluarga. Stop mikirin mila mila itu. Toh sudah 10 tahun kak, tapi dia tetap tak kembali juga”

Ibu memang mengetahui hubungan ku dengan teman sekolah ku yang bernama mila karmila. Pada saat naik kelas tiga sekolah menegah atas ada murid baru dan dia langsung jadi primadonan tak selang berapa lama aku dan dia sering bersama hingga akhirnya aku memutuskan untuk menyatahkan cinta padanya. Yah dia mila karmila wanita yang bisa merobohkan dinding yang kubuat, hari-hari ku sangat lah indah hingga akhirnya setelah lulus aku dan dia harus berpisah karena dia memilih untuk melanjutkan sekolahnya di salah satu universitas ternama di luar negeri.

Dia selalu menceritakan mimpinya menjadi seorang desainer terkenal dan aku sebagai kekasih sangat mendukung apapun yang dia mau termasuk harus berpisah dalam jangka waktu panjang.

Tak ada masalah bagiku perihal penantian yang akan aku lakukan.

Ibu yang sadar dengan keterdiaman ku bersuara “Ngga usah di ingat lagi” aku pun tersenyum lembut mengingat benar gimana ibu memberikan curahan kepada ku agar aku bisa melampiaskan kebidang positif dan tak terjerumus apapun hanya karena di tingal oleh mila.

Aku tersenyum dan menikmati usapannya di kepalaku. Pintu yang tak tertutup menghadirkan 2 kurcaci Nina

“Om puang yah?” tanya stella dan dianggukin stevan

“Iya, keponakan om yang cantik dan ganteng” sambil berdiri untuk bersiap mengedong 2 kurcaci ini

“Yah om nggak ceru” kali ini stevan yang bersuara

Mama yang mendengar percakapan kami menjawab “Katanya kemarin ngga suka om Dika”

“Yah kan itu kemarin nek, cekarang suka. Iya kah de?” stevan yang menjawab ucapan neneknya dan meminta persetujuan dari adeknya

“Iya nek” stella menjawab dan langsung memeluk leherku

Ibu geleng-geleng kepala melihat tingkah laku cucu nya. Kita menghabiskan waktu di ruangan keluarga sebelum akhirnya mama dan rombongan mengantarku kebandara.

“Kak, ayah selalu doain yang terbaik. Termasuk semua keputusan yang kamu buat” setelah ibu dan nina yang memberikan pesan buat aku kini ayah yang berbicara dengan cara yang tegas serta beribawa.

Aku sudah cek-in lebih awal karena supaya mereka tak menunggu lama. Tak ada hal yang ku buat selain membuka beberapa pekerjaan yang dikirim oleh orang kepercayaan ku.  

Panggilan kepada penumpang untuk segara ke pesawat membuat ku tersadar dari aktivitasku. Ku berjalan mencari kursi hingga akhirnya aku menemukan kursi yang akan ku dudukin tapi sebelum aku duduk perempuan disampingku menjatuhkan kertas.

Aku tak sengaja membacanya “NIKAH, NIKAH dan NIKAH?”

Sedikit lucu karena perempuan disampingku ini tak menyadari kertasnya sedang terjatuh. Ku berikan kertas tersebut “Maaf mbak kertasnya terjatuh”

“Oh iya mas terima kasih” dia mengambil kertasnya dan tersenyum manis padaku namun aku tak terlalu bisa melihat mukanya karena dia memakai kacamata hitam dan juga topi. Sehingga menutupi sebagian wajah yang harusnya aku bisa lihat

“Maaf mbak tadi aku menbaca tulisan dikertasnya”

“iya tak apa pak” ucapnya dengan acuh

“Tulisannya nikah semua yah mbak?” tanya ku

Wanita itu hanya diam dan terseyum. Mungkin dia malu dan kita berdua pun tak berbicara lagi melainkan menikmati perjalanan ini dengan tidur

Hingga akhirnya dia melepas kacamata hitamnya setelah pesawat lepas landing. Aku masih mengenal wajah itu, wajah yang di panggil mama sama anak kecil di supermarket itu, bukan?

“Mbak bukannya mamanya april?” tanyaku

Dia tersenyum dan menjawab “Ko bapak tahu”

“Aku pernah ketemu mbak di pusat perbelanjaan sama april” terangku mengingatkan momen dimana anak kecil yang bernama april terjatuh dan menangis.

“Bapak yang kemarin? Tolong april yah” tanyanya

Aku mengangguk sambil menyodorkan tanggan ku “Aku dika mbak”

“Reta, kalo gitu aku deluan yah pak dika”

Nama yang cukup keren tapi kenapa tulisannnya begitu yah bukannya dia sudah punya april atau malah dia janda beranak satu pemikiran itu membuat ku memandangnya. Dia yang ku pandangin pergi berlalu dan meninggalkan ku yang masih terpaku dengan pemikiran ku.

____selamat membaca___

Next part tunggu yah
🥰

Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang