Meeting

602 13 0
                                    


“Takdir itu selucu ini yah. Bikin nyesek dan nikmat secara bersamaan”

-Reta-

“Bu, ko senyum mulu sih. Ngga takut apa dikira orang gila”

“Ngga tuh” jawabku sambil terus berjalan. Kali ini setelah rapat berlalu aku dan Darti yang merupakan salah satu bawahanku yang ikut rapat tadi mengometari senyumku yang tak habis surut seharian. Aku pun ngga tahu seharian ini apa yang membuat senyum ku ini tetap ada walaupun berbagai macam perdebatan saat meeting berlangsung.

Aku masuk didalam ruanganku meninggalkan Darti begitu saja yang masih cengengesan mendengar jawabanku yang acuh tak acuh. Ponsel yang ku letakan di meja berbunyi dan menampilkan pesan dari Rasyid sih biang kerok yang hari ini tidak masuk kerja karena dia mengambil cuti.

Rasyid Ernadaya
Ini benar ta?

Picture

Rasyid mengirim foto pernikahan ku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasyid mengirim foto pernikahan ku. Entah dari mana dia mendapatkannya. Setahuku aku, aku belum mengpublikasikannya dan tak pernah kepikir untuk mengkasih tahu orang lain tentang status ku yang berubah.

Rasyid Ernadaya call

“Ta, foto itu benar?” tanyanya pada saat sambungan telpon tersambung.

“Hm” gumaku yang secara tidak langsung mengiyakan.

“Gila lho yah Ta, ngga bilang-bilang. Emang aku tak ada artinya banget yah di mata mu” tarikan nafas sebelum berbicara kembali terdengar “Apa susahnya sih kabarin aku. Bilang Syid aku mau nikah kamu ngga hadir atau apa ke yang buat aku tahu bahwa aku penting bagi mu”

Ku biarkan dia mengoceh “Sudah selesai Syid?” tanyaku.

“Belum nyet, belum. Aku benci banget sama kamu... bayangin ajah aku dapat kabar begini dari orang lain” dengan nada gusar dibalik suaranya membuat ku gusar juga secara tidak langsung.

“Syid mau dengar penjelasanku atau tidak?” ucapku yang sudah mulai jengkel dengan arah pembicaranya yang kemana-mana.

“Aku tak tahu Ta, aku sebenarnya bingung---“

“Hmm” suara gumaan yang membuat ku tak mendengar omongan apa yang lagi dibicarakan oleh Rasyid disebrang telpon, karena sibuk mencari orang itu. Ku dapat sosok pria yang membuat aku senyum-senyum seharian ini. Penampilan yang masih sama saat kita berangkat pagi tadi berbeda denganku yang penampilannya yang sudah kucel dan tentunya muka kaya gorengan yang berminyak banget.

Aku yang tersadar mendengar panggilan dari sebrang telpon langsung berbicara dan pamit untuk mematikan sambungan telpon itu secara sepihak sebelum Rasyid berkomentar lebih jauh “Syid nanti aku telpon balik yah"

Dia sudah duduk manis menatap ku dengan intens “Mas ko, bisa disini?” tanyaku.

“Mau jemput istri balik, tapi kayanya dia lagi sibuk menelpon dengan orang penting”

“Kan belum jam pulang mas” sambil duduk dikursi kebesaran ku dan ngga membahas sebuah sindirannya yang menyatahkan aku sibuk menelpon.

“Liat jam deh” perintahnya dan aku pun melihat jam yang menunjukan 10 menit lagi waktu pualng.

“Aku masih ada beberapa dokumen yang harus kuperiksa. Kemungkinan aku lembur” elak ku seolah mencari alasan “Mas pulang ajah dulu” bujukku agar aku tak pulang bersamanya.

“Aku tunggu” jawabnya seolah tidak mempermasalahkan alasan ku itu dan sibuk mengambil ponsel yang ada disakunya.

“Ngga usah pulang ajah ---“ ucapanku terpotong saat dia mengarahkan telunjuknya pada bibirnya karena akan menelpon seseorang.

Aku hanya membuka satu persatu kertas yang ada dimejaku namun, hati dan pikiranku tak berada dikertas itu. Aku hanya melihat dia yang sibuk ngobrol dengan serius tanpa tahu tempat. Mau tak mau aku harus fokus supaya cepat selesai dan tentunya pergi dengannya.

30 menit berlalu akhirnya pekerjaan ku selesai juga walaupu pikiran ku sempat kemana-mana tadi. Aku membereskan beberapa hal yang akan aku bahwa untuk pulang seperti ponsel dan noted kecil. “Mas” panggilku padanya yang masih serius dengan ponselnya.

“Sudah?” tanyanya dan melihat ku berdiri didepanya dengan tas samping ku. Sebagai jawaban aku hanya mengangguk dan berlalu deluan. Langkah ku yang lebih kecil darinya membuat kita bersejajar berjalan untungnya hanya tinggal beberapa orang yang berada dikantor. Tanganku yang bebas tanpa bawaan apa-apa membuat dia mengenggamnya dengan lembut.

Senyum pun itu kembali terbit dari bibirku dan dia membisikan “Mari berjalan bersama dan saling mengenggam” sungguh bulu kuduk ku seakan berdiri sendiri melihat intensitas kita yang dekat saling mengenggam padahal didalam kotak besi itu hanya ada kita berdua.

Takdir selucu ini yah? Batinku

Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang