Himbauan

286 19 3
                                    

“Katanya jodoh tak kemana? Terus kenapa aku disuruh nyarih”

-Dika-

 
Sungguh pagi ini benar-benar sial bagiku kenapa tidak? Ibu menelpon dan ternyata ayah stella lagi rekomendasikan adek temannya. Aku sudah menolak halus tapi kamu tahu lah ibu-ibu yang sudah cape hadapi kelakuan anaknya seperti aku mengemol sampai ngambek dan yang patalnya dia mengadu dengan ayah. Begini-begini kalo raja dirumah berbicara hamba cuman bisa apa selain menurut lantas bilang iya.

Bunyi di ponsel ku dan tertera pesan ibu masuk

“Itu nomornya 0823 4567 **** namanya Amreta Uratmi dan dia sama kota tempat rantau dengan mu”

Dengan ditambah ancaman

“ibu tak mau dengar sebelum ulang tahun mu ke 33 kamu sudah harus memiliki pasangan kalo tidak kamu tahu sendiri, bukan kak?”

Ancamannya tak main-main ibu pengen mencoret aku dari kartu keluarga. Menakutkan banget karena ini pertama kali ibu marah hanya gara-gara aku yang masih sibuk dan tak memikirkan masalah pendamping.

“Hufft kalo di pikir-pikir namanya tak asing nie” aku bermonolog.

Tak tunggu lama aku langsung menghubunginya memastikan bahwa apa yang aku tebak memang iya.

Deringan pertama langsung di angkat “Hallo pak sudah dimana? Aku sudah berada di depan. sesuai titik yah pak” jawabnya seolah aku adalah bapak-bapak gojek yang sedang di order dan lagi menelpon dia menanya kan posisinya berada

Bapak?

“Maaf mbak Amreta ini aku Andika Ranjaya---” aku yang belum selesai memperkenalkan diri langsung di potong “Haa, maaf pak mungkin salah nomor” beritahunnya dan langsung dimatikan secara sepihak olehnya

“Perempuan begini yang ibu mau jodohkan dengan ku. Tak ada sopan santunnya langsung dimatikan sepihak lagi” lagi-lagi berbicara sendiri seolah aku bertanya keputusan ibu menjodohkan ku “Kayanya bukan reta mamanya april deh” sambungku dengan dugan yang ku anggap salah.

Kantor hari ini seperti biasa namun yang berbeda ada sosok yang menunggu ku di dalam ruangan dan ternyata ibu dinda yang di ceritakan rendri itu. Rasanya malas sekali berjumpah dengannya karena dia terlalu lebay dan nampak banget kalo lagi cari perhatian.

“Pak dika baru datang?”tanyanya dengan aksen lemah lembut penuh mengoda iman

“Iya bu” jawabku acuh tak acuh dan tentunya the point “Ada apa yah bu?”

“Tidak pak cuman mau berjumpah dengan bapak ajah, kan bapak kemarin cuti” dengan wajah dia buat-buat manja

“Maaf bu, kalo begitu saya rasa tak punya waktu. Pekerjaan ku lagi menumpuk” terangku dengan mempertegas agar dia tak berharap lebih banyak lagi

“Iya pak saya tahu, saya cuman mau ajak bapak makan siang hari ini. kebetulan ada restaurant baru lho pak” ajaknya sambil menginfokan mengenai restaurant baru buka

“Sekalih lagi maaf bu, saya tidak bisa” ditolak terus menerus ko ngga ada kapoknya sih pikirku

Dengan muka dingin yang ku tampakan namun tak membuat nyalihnya ciut

“Kalo begitu saya akan disini terus menunggu bapak sampai mau” ancamnya.

“Dan kalo ibu begini saya bisa panggil satpam” tegasku

Dia yang merasa kalah keluar dari ruanganku dengan menghentak-hentakan kakinya sambil melihat ku seakan dia akan membalas apa yang ku perbuat padanya.

“Gila lho bro, kenapa tuh ibu-ibu mancan keluar dari ruangan mu dengan marah-marah tak jelas” tanyanya rendri saat masuk di ruangan ku “Memang yah pesona perjaka tua tak ada abisnya” ejeknya saat belum ku tanggapi obrolan pertamanya karena aku sibuk dengan berbagai kertas yang ada di mejaku.

Aku yang memegang polpen langsung meleparnya sambil menanyahkan maksudnya “Apa lo bilang?”

Dia yang sudah tahu akan ku lempar langsung menghindar “Santai bro bukan nya memang kamu perjaka tua” ulangnya lagi lantas keluar dari ruangan ku dengan lari dan tertawa terbahak-bahak
 

Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang