“Apakah ada parameter kebahagian? Jika ada tolong kasih tahu aku”-Dika-
Sesampainya dirumah tanpa tungguh lama kamu menjelaskan apa saja yang kamu lakukan bersamanya. Bersama sahabatmu yang menyimpan rasa lebih pada mu.Kecewa tentu saja iya...
Namun aku berniat untuk mengujimu. Setidaknya seberapa besar kamu menghargai posisi ku sebagai kepala rumah tangga. Terdengar sedikit klise, bukan?
“Mas?” intruksi terakhir mu saat selesai menjelaskan kejadian yang tadi aku lihat secara live dan aku hanya tersenyum tanpa mengucapkan sekata pun. Mengusap lembut tangan mu yang ada di gengamanku lantas aku berlalu begitu saja ke kamar mandi untuk membersikan diri.
Termasuk meredahkan sedikit sakit dan juga amarah yang hadir sejak melihat mu berdua bersamanya. 15 menit mungkin seharusnya sudah bisa mendinginkan kepala ku namun ternyata usahku sedikit tidak mendapatkan hasil.
Aku melihat mu masih berada diposisi yang sama sebelum aku masuk ke kamar mandi. Raut wajah cantik mu tak berubah walau bekas tangis mu masih terpapang begitu jelas. Ada sedikit rasa tak tega melihatmu begini.
Aku berlalu kembali namun kamu berdiri menarik tanganku dan aku tak bergeming dengan tarikan mu.
“Mas?” panggil mu dengan wajah yang takalah sendu dari sebelumnya dan kupandangi wajah mu tanpa tahu harus jawab apa. Kamu berjinjit dan tanpa aba-aba kamu mendaratkan bibirmu tepat bibirku. Hingga beberapa detik berlalu kamu hanya menempelkannya dan menutup kedua matamu. Aku memangut bibirmu meningalkan sebuah kekecewan begitu saja pada hatiku. Sebuah air yang hangat jatuh pada pipiku dan pipimu. Kamu menangis untuk kesekian kalinya di hari ini. Nampak hari setelah kejadian itu kecangguhan kini benar-benar terasa lagi kini bukan kamu yang menciptakan kecanguhan itu tapi, aku.
“Mas” panggilmu dan menguncang bagian badanku.
Aku hanya membalasnya dengan deheman dan membelakangimu kembali. “Segitu sulitnya yah mas memaafkan ku”
Setelah kamu bicara begitu kamu pergi meninggalkan ku entahlah aku melihat mu hilang dibalik pintu keluar. Kekecewan itu memang pergi namun, ada rasa yang mulai berbeda yang tercipta.
Setelah bermonolog dengan diri sendiri aku memutuskan untuk bangun dan bersiap untuk pergi. Kulangkahkan kaki ku menuju tangga dan ku lihat dirimu sibuk dengan rutinitas pagi mu yaitu menyiapkan sarapan. “Mas, mau kemana?” tanyamu saat kamu melihatku akan pergi berlalu begitu saja.
“Keluar” jawabku sambil menghentikan langkahku.
“Makan dulu Mas” ajak mu dengan muka memelas dan sedikit kegudahan yang terlihat dari raut wajah mu. Ku langkah kan kaki ku ke meja makan yang tak jauh dari mu berdiri dan menarik salah satu kursi lalu menikmati hidangan yang tersedia dimeja makan tersebut.
Lagi-lagi hanya diam diantara kita
Piring yang dihadapan mu sudah bersih “Mas, masih marah?” tanyamu
“Menurut kamu” jawabku sambil menatap matanya. Setelah ciuman dan kekecewaan yang pergi tadi malam. Aku memutuskan untuk mengakhiri ciuman itu lantaran sebuah kekecewan itu muncul kembali saat air hangat yang menempel pada pipiku dan pipimu. Aku tahu kamu tidak akan melakukan itu bersama orang yang kamu anggap sebagai sahabat. Tapi, salah kah aku bila aku tak ingin berbagi dan hanya ingin memilihmu seorang diri “Maaf Mas” jawab mu sedikit lebih pelan dan menunduk serta menautkan kedua tanganmu sebagai pengalihan dari tatapanku “Aku tahu aku salah Mas tapi, bukan kah kesempatan kedua itu ada” tak jauh kalah lebih pelan suara kamu saat awal kamu nunduk.
Tarikan pada bibirku terbentuk sempurna serta kelegaan yang begitu terpapang jelas saat kamu lagi-lagi mengakui kesalahan mu. Apakah ada parameter kebahagian? Jika ada tolong kasih tahu aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Trauma (Terbit) Tidak Lengkap
DragostePernikahan yang di impikan semua umat namun tak di impikan oleh dua orang asing itu yaitu Amerta Uratmi dan Andika Ranjaya. Memiliki trauma membuatnya tak ambil pusing dengan umur yang selalu bertambah. Namun lingkungan yang selalu punya keyakinan b...