“Ketakutan itu masih ada dan masih terpapang nyata”
-Dika-
“Ka jadi gimana minggu depan balik yah?” suara dari sebrang telpon yang sangat bersemangat itu adalah suara ibu yang senang sekali karena aku yang setuju dengan keputusannya tentang perjodohan.“Bukannya ibu bilang satu bulan lagi ko sekarang beda?” tanyaku dengan gusar karena aku tak tahu apakah ini keputusan yang sudah tepat “Yah kan lebih cepat lebih baik kak” jawabnya dengan di barengi dengan kekehan.
“Ibu harus sesuai rencana awal dong” raju ku
“Kenapa sih kak? Ibu tuh tak tahu umur ibu masih panjang atau tidak. Kalo bisa besok maunya ibu besok sih acaranya”
“Iya maaf bu” jawabku dengan sedikit bersalah karena ibu sudah berbicara mengenai umur yang ku tahu itu sangat sensitif banget “Yah udah minggu depan kakak balik yah, ibu tutup dulu telponnya” ada kelegaan dalam hatiku setelah sambungan telpon di akhiri.c
Entahlah itu acara tunangan atau pernikahan yang dipercepat tanpa sepengetahuan ku sebenarnya membuatku uring-uringan karena ini masih menyangkut dengan ketakukan ku. Ada banyak hal yang aku belum tahu pasti jawabanya dan itu membuat ku takut tuk melangkah lebih jauh.
Sejak 2 minggu lalu pertemuan dengan reta ada sedikit debaran yang entah kenapa membuat berpikir apakah dia obat yang dikirim tuhan?
Ponsel yang ku letakan di meja berdering
Amreta Uratmi
Mas Dika, aku mau ketemu.Pesan yang terpapang membuatku sudah menduga mungkin dari pihak Reta sudah di beritahu kepadanya bahwa akan ada pertemuan keluarga minggu depan. Aku belum membalsanya karena masih sangat kepikiran dengan jawaban yang akan ku lontarkan padanya jika pun bertemu. Sejak pesan terakhir kali ku 2 minggu lalu aku belum pernah menghubunginya dikarenakan selain kesibukan yang menumpuk juga enggan untuk mengusik kehidupannya yang damai.
Selang beberapa menit pesan tersebut masuk kembali.
Amreta Uratmi
Aku sudah di warkop rooftop
15 menit dari sekarang aku TUNGGU.Tulisan tunggu nya dengan huruf kapital membuatku ngeri. Tanpa tunggu lama aku mengambil kunci mobil, dompet dan bergegas meninggalkan kantor.
“Rend aku keluar dulu yah” beritahuku pada Rendy yang sibuk mengotak-atik pada keyboard yang ada didepannya
“Mau kemana, Dik?” tanyanya sambil mengalihkan pandangannya pada monitor ke aku
“Ada urusan” ku jawab dan berlalu saja dari hadapannya “1 jam lagi ada meeting dengan klien wow” teriak Rendy yang masih dapat ku dengar.
Perjalanan ke tempat yang di sebutkan Reta tidak memakan waktu lama sebelum 15 menit aku sudah berada di tempat ini. Pandangan ku langsung melihat wanita yang lagi sibuk dengan buku bacanya, tak ada yang berbeda dari terakhir aku bertemu dengannya masih manis dan juga dia dalam berpakaian masih simple namun, cocok padanya. Senyuman dibibirku kiang mengembang melihat dia masih fokus dengan bukunya tanpa mempedulikan keriukan disekitarnya.
Aku harap kamu obatnya – gumaku tanpa suara.
Langkah kaki terhenti pada sosok wanita yang masih tetap membaca itu “Hmm” dia tak teraganggu dengan dehemanku dan aku duduk dikursi tepat di depannya yang dihalangi dengan meja serta tangan ku mengambil buku bacanya.
“Apaan sih lho“ bentaknya karena kesenangnya diganggu “Yah maaf” aku meminta maaf karena aku sudah lancang menarik buku yang lagi dibaca.
“Aku yang minta maaf, karena ngga tahu kalo Mas Dika sudah datang” jawabnya dengan kikuk dan mungkin dia menyadari apa yang tadi dia keluarkan dari mulut manisnya. Yah, sebuah bentakan.
“Serius banget sih, jadi ngga nyadarkan ada orang!” sindirku
“Kan sudah minta maaf” jawabnya lagi dibarengi rasa bersalah “Oh iya Mas, yang aku mau omongin kan---“ kalimatnya terpotong oleh pelayan yang datang ke meja kami.
“Misi pak ini buku menunya” pelayan menyodorkan buku menunya “Exspresso saja mbak” jawabku dan pelayan mengangguk meninggalkan kami berdua kembali.
“Lanjutin, Ta” perintaku pada Reta
“Soal perjodohan kita, aku sudah minta ke kakak ku untuk membatalkannya” terangnya dengan sedikit mengambil nafas untuk kembali berbicara “Kuharap Mas Dika sependapat dengan keputusanku”
Sebelum aku menjawab pelayan mengantarkan pesananku dan aku mengganguk lalu tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Aku meminum kopiku dan mengusar rambutku yang rapi dengan tanganku “Sayangnya, aku tak sependapat dengan keputusan mu”
Ketenangan yang tadinya dia pancarkan kini berubah dengan adanya emosi dimatanya yang dia coba tahan dan kendalikan “Kurasa mas harus berpikir kembali, pernikahan itu tak sengampang isi novel-novel ini atau pun film-film pernikahan yang di tanyangkan di tv” sambil mengangkat novel yang ada disampingnya.
“Aku tahu dan paham” sambil mengangguk-anggukan kepalaku
“Terus kenapa harus terima?” tanyanya dengan sedikit amarah dan intonasi yang naik dari nada suara seharusnya.
“Aku rasa kamu adalah jawaban doa ku selama ini”
“Mas belum tahu aku dan begitu pun aku ke Mas, pernikahan itu bukan main-main dan aku belum pernah berpikiran untuk menikah” lagi-lagi dia menerangkan sedikit gusar
“Siapa bilang nikah itu mainan?” tanyaku dan di belongo dengan pertanyaan yang ku lontarkan.
“Mas aku lagi serius tolong hentikan perjodohan ini”
“Aku juga serius terima perjodohan ini, 2 minggu tak menghubungi mu aku pikir akan baik-baik saja jika aku menolaknya, namun rasanya ada yang berbeda dan tentunya aku tak mau membuat Ibu ku bersedih karena perjodohan ini batal” jawabku dengan panjang lebar. Setelah itu tak ada yang berbicara dia pergi dengan begitu saja tanpa berpamitan kepadaku untuk kedua kalinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/227215081-288-k843540.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Trauma (Terbit) Tidak Lengkap
RomantizmPernikahan yang di impikan semua umat namun tak di impikan oleh dua orang asing itu yaitu Amerta Uratmi dan Andika Ranjaya. Memiliki trauma membuatnya tak ambil pusing dengan umur yang selalu bertambah. Namun lingkungan yang selalu punya keyakinan b...