Pulang

835 33 0
                                    

“Aku tahu usia ku tak muda lagi, tapi biarkan aku tetap memilih”

-Dika-


Memutuskan untuk pulang aku rasa adalah kesalahan terbesar. Selain karena pertemuan yang aku tak inginkan juga pertanyaan yang membuat ku bosan dan tak tahu mau menjawab apa.

“Ka, kamu kapan bahwa perempuan kesini sih?” tanya ibu

“Nanti yah bu” jawabku sebelum dia lebih detail lagi bertanya. “Yah, ini anak mu ko gini sih” rajunya kepada pujaan hati yang di tanggapin dengan muka datar tanpa jawaban.

“Kamu tuh yah kak, Nina ajah adekmu sudah punya 2 anak” omelnya yang mengunkit anak keduanya yang sudah menghadiahkannya dengan 2 cucu “Kamu tahu kan umur kamu dengan nina beda 10 tahun” tambahnya

“Iya ma, Kakak tahu ko” jawabku

“Selalu bilang tahu, tapi ngga terapkan juga dihidupmu. Buat apa punya harta banyak kalo ngga ada tujuan hidup kak” omelnya

Aku yang tadinya duduk disamping ibu kini bermanja ria dengan cara tidur diatas pahanya sambil dia mengusap rambut ku dengan lembut. Aku tak suka jadi orang besar karena hal ini tak pernah lagi aku jumpai sejak memutuskan untuk merantau.

Suara yang berisik sudah terdengar dari arah ruang tamu. Dua kurcaci nina sedang berlari kearah taman belakang tempat kami bersantai, suara teriakan yang memperebutkan “Nenek ku” suara pertama ini dari gadis kecil yang dikuncir dua dan teriakan yang lebih keras ini “NENEK KU” berasal dari cowok kecil gembul yang belakang larinya.

Aku yang tak siap dengan pelukan dari 2 kurcaci ini terasa teraniaya dengan pelukan sekaligus dorongan kuat sehingga aku jatuh dari tempat duduk itu. Aku meringis, tapi ke 2 nya tak ada yang peduli hingga akhirnya ibu bersuara “Cucu nenek ko lari-lari sih, tuhkan om nya jatuh” beritahunya pada cucunya “Sana ke kakek dulu” perintahnya

Aku yang belum beranjak dari tempat jatuhku dapat uluran tangan dari nina mama sih 2 kurcaci biang kerok. “Hahaha kak, ko segininya sih” dengan tawa mengejeknya “Dua kurcaci mu tuh” tunjukku kepada 2 kurcaci yang rebutan pengen taburin makanan ikan ke kolam ikan kakeknya.
 
Ayah yang begitu antusias mengajar 2 kurcaci tersebut. Mulai dari bagaimana mengambil makanan hingga bagaimana melempar makanan kekolam itu. “Kamu tidak bahagia kak, liat ayah begitu?” pertanyan itu bersumber dari nina dan di sambut oleh ibu “Padahal umur ayah dan ibu tak muda lagi, keinginan terbesar kami pengen kakak punya anak juga”

“Iya bu, kan belum ada yang cocok” rajuku

“Kakak sih pemilih, padahal teman ade yang aku comblangi pada mau semua lho sama kakak” sahutnya mengingat momen saat mencomblang kan aku dan temannya

“Temannya ade kalo bukan matre, pasti muda banget” jawabku dengan ketus sambil mengingat beberapa kali saat nge-date bareng temannya nina. Ada yang matre banget minta beliin tas yang bermerk padahal baru ketemu dan ada juga yang sedikit-sedikit cemburu walaupun belum ada hubungan. Penjaga kasir ajah yang tak berhenti memadangiku membuat dia marah dan ngambek secara bersamaan membuat aku tidak mau lagi dicomblangi sama nina.

“Bu, masa iya. Anak mu tuh jelek-jelekin temanku” dengan suara manja mengadu ke ibu dan ibu jawab dengan pelotan kepadaku sambil pukulan ringan di pahaku. Aku hanya nyengir seolah tak bersalah langsung mengarahkan kepala ku kebahu ibu sebelah kanan mengikuti nina yang dari awal bermanjan ria dengan ibu. Posisi duduk ibu yang ditengah membuat kita nyaman saling sandar ke ibu sambil melihat kedepan pemandangan indah ayah kejar-kejaran bersama 2 sih kurcaci itu. Ayah yang tak kuat lagi berlari terlalu lama memilih berbaring dirumput dengan nafas ngos-ngosan yang langsung dihadiah tindisan kedua kurcaci tersebut.

Kumpul begini disertai obrolan-obrolan ringan mengenai keharmonisan kedua keluarga itu yang mulai bangun pagi sampai petang dia ceritakan secara gamblang agar aku berpikir untuk segera memilih keluarga sepertinya.

Coba semudah itu aku pasti sudah menemukannya batinku

Ayah dan 2 kurcaci itu masih saja berbaring di rumput. Entah apa yang dia cerita mereka kepada kakeknya sehingga kakeknya tertawa terbahak-bahak dengan kencang. Aku yang mulai bosan dengan perjodohan ibu dan nina yang ditujukan kepadaku memilih pergi ke ayah.

Kedua kurcaci itu memiliki nama yang hampir mirip hanya beda beberapa huruf saja karena satu cowok dan satu cewek hehehe. Stevan Daviandra dan Stella Daviana

Stella yang menyadari ku langsung memintaku berbarig dengannya. Aku menyambutnya sambil mendengar dongeng ayah yang lagi di ceritakan untuk kedua kurcaci ini.

Pantasan tenang pikirku

Tupai melakukan perjalanan kelaut. Ia melompat-lompat satu pohon ke pohon yang lain, sampai pada ke kelapa yang menjoloh di batang pohon. Karena lelah, ia melubangi sebutir biji kelapa yang masih menempel di pohon dan meminum isinya. Setelah airnya habis ia masuk ke kelapa itu dan berteriak meminta tolong, tolong, tolong. Karena tak melihat lagi lantaran kepalanya yang masuk di kelapa dia terjatuh di air tersebut.

Kedua kurcaci itu tertawa karena tingkah laku dari pemeran utama di dogeng ayah cerita kan. Hingga cerita berakhir dan mereka meminta ayah cerita lagi karena ayah yang tak kuat lagi menyerahkan tugasnya ke aku. Aku yang tak ahli menceritakan dongeng seperti ayah memilih mengajak mereka berdua masuk ke dalam dengan dalil aku akan memberian surprise jika mereka berdua bisa menangkapku.

“1,2,3 tangkap om” aku berlari masuk kerumah dan bersembunyi di belakang pungung nya ibu yang lagi memasak bersama nina dan bibi. Mereka berdua berteriak macam di hutan hehehe “Om”

“Om dimana sih chella cape nie” stella berguma

Nina yang berpihak dengan anaknya memangil dengan kode sambil menunjuk ibu. Tak berapa detik karena ulah nina aku tertangkap dan harus memberikan mereka hadiah.

“Om tertangkap” stevan yang kegirangan karena berhasil menangkapku sambil berteriak “Hore, hore dapat surprise” aku hanya nyegir ajah karena bingung mau suprise apa kepada mereka. “Bu, aku kasih suprises apa sama mereka berdua” bisikku kepada ibu dan digeleng-geleng kepala sama nina dan bibi karena tingkah ku yang manja

“Om surprise nya mana?” stella yang tak sabar bertanya. “Bu kasih ide donk” tanyaku lagi sama ibu

“Kasih saja Es krim yang dikulkas tuh kak” tunjuknya dengan dagu “Makasi bu” terangku dan langsung mencium pipi ibu. Aku menarik kedua tangan kurcaci itu menujuh kulkas. Mereka menyambut dengan antusias tak kalah hebob saat menemukanku tadi. Nina yang baru kembali dari wc melihat ku dan 2 kurcaci memakan es krim “Kak ko dikasih makan es krim sih, nanti mereka pilek lho” tanyanya dengan kesel dan ku jawab dengan cengiran karena keasikan sama mereka berdua

“Kakak sama adik kalo sakit jangan merenge ke mama yah. mama ngga mau tahu, merengenya ke om dika ajah” himbauannya kepada dua kurcaci yang sibuk menghabiskan es krim yang ada ditangannya. Dengan kesal nina karena tak dihiraukan dia langsung keibu mengadu yang ibu balas dengan “Sekalih-sekalih ko de”

Mengingat kembali dimana aku bertemu anak kecil yang bernama april yang asik memakan es krim dan terjatuh. Mamanya yang berterima kasih dengan tulus tanpa menghakimi anaknya yang tidak mengikutinya. Senyumku pun terbentuk mengingat nya

Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang