“Aku selalu menanti hari ini, hari dimana? Kamu mengaku bahwa aku pantas dan berhak tuk menjaga mu”-Dika-
“Ta” panggilku saat masih ada ditangga.
“Iya Mas” jawabmu yang masih sibuk dengan beberapa sarapan yang akan kamu tata di meja makan.
“Liat kaos kaki hitam ku?” tanyaku yang sudah berada di meja makan
“Di rak ujung dekat tempat sepatu Mas” dan aku mengangguk. Rutinitas pagi ini jauh lebih beda di banding rutinitas sebelumnya dimana ada kecanguhan yang begitu jelas dari nya.
Kamu tampak jauh lebih sering senyum di bandingkan kemarin-kemarin. Tak khayal juga membuatku tanpa sadar mengembangkan senyum di wajahku. Kamu berhak bahagi Ta, kamu tak perlu menyiksa dirimu lagi. Pengakuan mu semalam membuat kelegahan pada hatiku.
“Makasih Ta” setelah aku akan menjalankan mesin mobil.
“Untuk?” tanya mu dengan bingung lantaran ucapku.
Aku tak menjawab melainkan fokus dengan jalan dan kamu tak bertanya lagi melainkan diam menikmati musik yang mengalung indah yang berjudul adu rayu yang di nyanyikan oleh Glenn fredly, Tulus dan Yovie.
Untuk yang pertama kali aku menyukai kemacetan karena kamu. Walau tak ada obrolan yang gimana-gimana namun mendengar mu bernyanyi cukup membuatku bersyukur...
“Apaan sih Mas senyum-senyum?” tanyamu saat melihatku senyam-senyum tak jelas karena melihat tingkah mu yang lucu di mataku “Kaya orang gila tahu” tambahmu.
“Gila?” tanyaku menghadap kepada mu lantaran lampu hijau berhenti kelampu merah.
“Iya lah Mas, masa iya senyam-senyum mulu. Aku tak mau yah di bilang orang suami ku gila”
“Suami?”
“Emang Mas ngga mau disebut suami ku?” tanyanya mu balik
“Hahaha akhirnya aku di akuin nie” candaku dan kamu memajukan bibir bawah mu karena omongan ku “Gitu ajah marah”
“Siapa sih yang marah?”
“Ngga tahu mungkin orang gila tuh” tunjukku pada orang sembarang pakai dagu yang lagi lalu lalang di trotoar.
“Mas ah” rajumu dengan manja dimataku.
Tak berapa lama sampai lah di tempat tujuan mu. Kamu berlalu begitu saja tanpa pamit dengan bibir kerucuk mu dan itu sangat menarik dimataku. Perempuan yang luar biasa mungkin itu pantas ku sematkan buat mu.
Kamu tak mengandalkan siapa pun dan selalu menyelesaikan sendiri walau pada akhirnya tak sesuai ekspetasi mu. Namun, aku benar-benar bangga terhadapmu. Lagi-lagi senyum pun mengembang begitu saja di wajahku. Entah sejak kapan wajahku selalu menampilkan sebuah senyuman.
Kantor terasa berlangsung begitu cepat entah karena hatiku yang lagi kasmaran atau tidak memang jam kantor yang lebih cepat, jam makan siang yang biasanya ku habiskan untuk mencari makanan keluar kini tak lagi hanya karena dirimu yang selalu membawahkan ku bekal. Benar-benar luar bias kamu mengubah hidupku.
“Dik” panggilnya Rendy kepadaku.
“Apaan?” tanyaku melihat dirinya yang sudah duduk di depannku.
“Dibawain bekal lagi?” dan aku hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan rendy “Dik, aku mau bicara” aku hanya menaikan alisku sebelah karena bingung dengan ucapanmu. Melihat ku begini lantas kamu melanjutkan kalimatmu “Aku pernah dengar Ibu Dinda pernah datangi istri mu” ujarnya.
“Ibu Dinda?” tanyaku mencoba mencari kebenaran dari kalimat yang baru saja dia keluarkan dari mulutnya.
“Iya, Ibu Dinda yang naksir kamu”
“Kamu tahu info dari mana?” tanyaku
Dan setelah itu Rendy menjelaskan semua dengan gamblang bahwa apa yang aku dengar itu benar adanya. Tapi kenapa Reta tak bilang padaku, kini kegelisahan mencuat begitu saja terhadap info yang ku dapat. Ketakutan itu kembali hadir.
Tak lama dari itu aku memutuskan untuk menelpon Reta dan sialnya. Reta tak mengangkat panggilanku entah dia sibuk atau ada rapat yang jelas membuatku tambah gelisah. Namun, bukan kah Rendy bilang pertemuan itu sudah berlangsung 6 bulan lalu dimana aku baru saja resmi menjadi suami reta.
My wife
Ada apa mas?
Aku lagi rapatPesan singkat itu membuatku lebih tenang. Setelah pesan itu aku melanjutkan pekerjan ku yang sempat tertunda sebelumnya. Jam yang sudah menunjukan waktu pulang membuatku bergegas meninggalkan ruangku dengan langkah lebar.
Setelah rutinitas yang kita lakukan mengenai mandi, makan malam dan sebaginya dan kini kita berada di tempat tidur dengan kamu yang menjadikan bantal tangan kananku. “Mas aku harap setelah aku menceritakan kisah ku kamu tak mundur” intruksi kalimat awal yang kamu ungkapkan setelah kita diam bersama-sama kurang dari 15 menit dan aku tak menjawabnya.
Satu persatu kisah mu kamu ungkap mulai dari orang tua mu yang memilih berpisah hingga kamu yang tak percaya tentang pernikahan yang menurut mu itu semu. kali ini tak ada air mata yang keluar namun, kamu bergetar entah menahan luka atau emosi.
Aku hanya bisa menenangkan mu dengan pelukan yang hingga akhirnya kamu tak lagi bergetar “Makasih yah sudah percaya” akuku.
Dan kamu hanya tersenyum sambil memeluk ku tak jauh erat.
“Ta aku boleh tanya?” dengan ragu-ragu aku bersuara meminta persetujuan mengenai topik yang akan ku bahas dan anggukan mu berarti menandakan kamu setuju “Ibu dinda pernah ketemu kamu?” Dan kamu hanya mengangguk “Ngapain dia kesana?” tanyaku lagi.
“Ngga ngapain-ngapain ko”akumu.
“Terus dia nanya apa?” kamu berpikir beberapa detik lantas berbicara “Mas Dika Suami mu? Dan ku jawab iya” aku tersenyum“Kenapa ngga bilang kalo dia temuin kamu?"
“Ngapain juga bilang to dia tidak ngapa-ngapain aku” lagi-lagi jawaban yang sederhana membuatku ingin melahap mu sekarang juga namun tak kunjung ku lakukan karena belum ada persetujuan darimu. Bukan kah saat melakukan itu kita harus sama-sama mau dan menikmati tentunya.
Aku hanya mencium kening mu dengan lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Trauma (Terbit) Tidak Lengkap
RomancePernikahan yang di impikan semua umat namun tak di impikan oleh dua orang asing itu yaitu Amerta Uratmi dan Andika Ranjaya. Memiliki trauma membuatnya tak ambil pusing dengan umur yang selalu bertambah. Namun lingkungan yang selalu punya keyakinan b...