Tiket pesawat

305 17 3
                                    

"Berdua dalam satu kamar dengan lawan jenis tak pernah terbayang oleh ku. Apalagi sekarang dengan status suami istri"

-Reta-

 
Wejangan demi wejangan aku dengar sebelum mereka semua mengantar aku dan Dika ke bandara. Mama dengan senyum mengembang terus di wajahnya dan selalu berucap syukur membuatku ikut tersenyum juga, Mama selalu bilang “Dek kamu sekarang ada yang jagain, mama sudah bisa bernafas lega. Kelak kamu mengerti buat apa Mama lakukan ini”

Tangan yang biasanya bebas tanpa ada yang gengam kini berbeda. Sejak turun dari mobil, gengamannya pada tanganku tak lepas dan membuatku tersenyum geli melihat tingkah posesifnya. Kalo di tanya kenapa kamu tak marah dengan keluarga mu yang tiba-tiba menikahkan kamu tanpa minta persetujuan mu? Jawaban yang tepat itu mungkin kalimatnya Mama “Kelak aku ngerti apa yang dilakukan keluarga ku buat ku”

Jadi jalanin ajah dulu peran ku.

Peran yang ku tak tahu. Apakah aku bisa atau tidak! “Kamu kenapa bengo mulu” suara itu mengintruksi ku dari lamungan.

Aku mengeleng “Kamu lapar? Aku pergi belikan makan dulu buat kamu” tanyanya.

“Iya” jawabku dengan suara rendah. Setelah mendengarkan jawabanku dia berdiri dan tak lupa mengusap kepala ku lalu pergi meninggalkan ku.

Apa aku sanggup dengan semuanya. Dia pria yang baik dan tentunya bisa mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dari ku. Kaya iya, ganteng iya, baik iya apalagi yang kurang sih itu laki prospek yang sangat menguntungkan, bukan? Aku belum siap benar-benar belum siap.

Bayangan itu muncul lagi dimana papa ku mengkhianati mama dan tentunya keluarganya. Aku melihat bagaimana papa membawah selikuhannya serta anak dari hasil perempuan itu bertemu mama dan mama hanya bisa nangis tanpa tahu harus bagaimana.

Bayangan itu membuat aku keringat dingin. Aku tak bergemik “Kamu kenapa?” tanyanya yang sudah memegang dahiku yang dingin dan berkeringat. Tak ada jawaban yang bisa ku ucapkan selain diam dan menangis tersedu-sedu, dika yang sudah bingung dengan tingkah ku kini memelukku dan mengusap lembut rambutku sambil menenangkan. “Kalo belum mau cerita tidak apa” ucapnya dengan lembut “Sudah yah. Ini makan” setelah beberapa menit menenangkanku dia mengusap air mata ku di pipiku.

“Buka mulutnya akhhh” dia menyuapiku dengan roti boy.

Tanpa sadar aku memandangnya dan terseyum “Kalo gini kan cantik” ucapnya sambil menyuapi ku lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa sadar aku memandangnya dan terseyum “Kalo gini kan cantik” ucapnya sambil menyuapi ku lagi.

Duduk di ruang tunggu untuk menunggu keberangkatan yang ternyata harus delay membuat ku harus bersabar. Tapi, rasanya delay ini tak berasa karena dia.

Yah dia.

Dia yang berstatus suamiku.

Sebuah Trauma (Terbit) Tidak LengkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang