20_Perhatian

23 2 2
                                    

Sang surya mulai menampakkan sinarnya dari ufuk timur menyongsong manusia untuk membuka matanya dari tidur lelapnya. Mengabarkan bahwa dirinya harus melakukan aktivitasnya tanpa bermalas malasan.

Bahkan seorang gadis yang tengah terlelap dengan tubuh tengkurap mulai membuka matanya terusik oleh sinar matahari yang mulai menerangi kamarnya.

Aurora membuka matanya dan melihat jam yang tertempel anggun di dinding menampakkan pukul 06.15. Ingin rasanya ia bermalas malasan namun dirinya sadar bahwa disini bukan tempat yang pas untuk rasa malas itu tumbuh.

Ia bangkit dari kasurnya hendak melakukan peregangan pada ototnya yang kaku namun sayang gerakan tersebut membuat rasa sakit itu kembali muncul. Aurora meringis mengingat perbuatan ayahnya bukan karena fisiknya namun luka mentalnya yang harus dia tekankan.

Menekan rasa itu, ia memilih untuk membersihkan diri dan segera bersiap untuk bersekolah walaupun dirinya tak yakin bisa menopang tubuhnya yang remuk, menegakkan tubuhnya, berjalan dengan angkuh dan luka lebam di wajahnya yang terlihat sekali membiru.

Sekitar 15 menit ia telah selesai dengan kegiatan membersihkan diri lalu Aurora keluar dari kamar mandi menggunakan tank top berwarna hitam dan celana pendek berwarna hitam juga.

Ia berdiri di hadapan cermin yang memperlihatkan lebam di wajahnya, lengan dan tangan serta punggungnya bahkan ia tak yakin akan kakinya yang tidak luput dari memar bahkan luka tusukan itu masih belum sepenuhnya sembuh. 

Tersenyum miris ia mengobati luka tersebut memberinya salep yang sudah sedia di kamarnya setelah itu barulah Aurora memakai seragam sekolahnya.

Aurora melihat wajahnya yang juga terdapat memar di pipi dan ujung bibirnya serta mata sembab yang diakibatkan karena ia menangis. Lalu ia mulai mengambil foundation berharap bisa menyamarkan lebam di wajahnya.

Jujur saja ia tak tau bagaimana cara menutupi lebam tersebut karena saking banyaknya bekas yang terdapat di tubuhnya. Tak mungkin ia mengikari janjinya kepada keluarga Satya yang sangat mempercayai dirinya untuk pulang disaat dia pun tak yakin.

Rasa sesak akibat ditenggelamkan di kolam renang masih amat terasa pada paru parunya. Bagaimana sang ayah tega menenggelamkan putrinya ke kolam dimana ia pun merasa trauma bahkan teman temannya tau itu terlebih Aurora merupakan putri kandungnya sekaligus putri kandungnya sendiri.

Memilih untuk tak lagi mengungkitnya Aurora memakai sweater berwarna dark blue berharap menutupi lebam di tangannya. Barulah ia keluar dari kamar dan berjalan turun agar dirinya bisa berangkat sekolah.

Saat Aurora sampai di tangga paling akhir Aurora melihat keluarga tersebut sedang sarapan bersama. Seakan sudah terbiasa diabaikan Aurora hanya melewati meja makan tersebut tapi saat akan melangkahkan kakinya ia mendengar seseorang meneriaki namanya.

Dysya. Gadis yang memanggil namanya dengan ceria lalu menghampiri dirinya dan memeluknya hingga membuat Aurora menatapnya bingung.

"Mulai hari ini dia akan bersekolah yang sama denganmu dia tidak akan home schooling lagi" ucap seorang pria paruh baya dengan tegas.

"Saya harap kamu bisa menjaganya" ucap Savian.

"Oh jadi dia mau sekolah? berdiri buat kenalan saja saya rasa dia tak akan mampu" ucap Aurora remeh.

"JAGA UCAPANMU!!!" teriak Savian.

"Bentak aja terus! Emang saya tidak ada kerjaan sampai saya mengurusnya sedangkan saya, mengurus segala keperluan saya tanpa campur tangan anda lalu jika saya menjaganya apa yang saya dapatkan pukulan lagi? Dia saja yang lemah saya yakin berdiri saja tak mampu" ucap Aurora tegas.

L A Z A R OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang