" Kadang rumah orang lain lebih menganggap kita sebagai keluarga daripada rumah sendiri yang selalu membandingkan diri dengan orang lain yang memiliki kemampuan lebih padahal belum tentu dia punya kemampuan sama seperti kita karna setiap orang punya kemampuannya sendiri"
- aurora aronfania -
• L A Z A R O •
•••••
Aurora tengah berdiri di lapangan sekolahnya setelah bel pulang sekolah berbunyi, sudah lama ia tak memainkan bola tersebut di lapangan ini. Mendribel bola secara acak dan bermain hanya dengan bayangannya sendiri.
Aurora memang bisa bermain basket namun hobinya itu terhalang akan luka luka yang ada di tubuhnya hingga membuat bagian tubuhnya tidak bisa digunakan terlalu lama karena terkena luka atau memar di tempat yang sama hingga jika ia bergerak terlalu ekstream maka akan menimbulkan rasa nyeri belum lagi tulangnya yang pernah patah menambah beban dalam dirinya.
Apalagi disaat ini ia tengah mengalami luka lebam di lengan, rasanya melempar bola saja dirinya tak sanggup. Namanya juga Aurora semakin dilarang maka semakin di coba jika terus terusan kalem maka yang ada tubuhnya akan menjadi manja.
Saat Aurora mengedarkan pandangannya ia melihat sosok laki laki yang tengah mencengkram kerah seragam anak laki laki yang lemah dan ketakutan terlihat dari tubuhnya yang sudah bergetar hebat.
Aurora mendekati kedua lelaki itu mungkin niatnya hendak akan meleraikan atau malah ia ingin bermain main sedikit. Sepertinya opsi yang kedua lebih menyenangkan untuk dilakukan.
"Lo gak kapok juga ya" ucap Aurora dengan nada datar.
"Ngapain lo jangan ikut campur" ucap lelaki itu sinis.
"Gue kesini cuma mau nonton gak usah marah Athala" ucap Aurora kepada Athala yang memegang kerah baju seorang lelaki.
"Mental lo boleh juga" sinis Athala.
"Of course" jawab Aurora dengan nada yang sombongnya.
"Gue mau nanya, seberapa hebat mental lo itu ya sampai sampai lo mau berurusan sama gue" sinis Athala.
"Mental gue lebih daripada ngadepin lo yang kecil ini" ucap Aurora songong.
"Hm lo cuma cewek yang sok berani yang maunya numpang pansos" ucap Athala meremehkan.
Aurora menghela nafas, jika memang dirinya ingin panjat sosial dirinya akan memilih dengan cara yang murah. Di sini banyak sekali siswa yang terlalu mudah untuk pansos hanya bermodal make up tebal saja sudah banyak peminat.
"Oke. Kalo lo mau bukti datang ke alamat ini nanti malam" ucap Aurora menyerahkan sebuah kartu berisi alamat lalu pergi dari hadapan Athala.
Aurora berjalan menuju halte tadinya ia ingin pulang dengan Satya namun rupanya Satya sudah pulang duluan saat Aurora masih berada di ruang osis membantu tugas Sakha untuk menyiapkan study tour untuk kelas 12 yang akan lulus. Menyebalkan!
Saat menunggu di halte yang sudah lumayan sepi tiba tiba di hadapannya ada sebuah motor yang berhenti tepat di hadapannya. Aurora mengenali motor tersebut dan saat mendongakkan kepalanya ia dapat melihat lelaki yang menggunakan helm yang sama dengan orang yang mengajaknya berangkat ke sekolah bareng ya siapa lagi kalau bukan Sakha.
"Naik" ucap Sakha.
"Gak" jawab Aurora.
"Naik buruan atau gue seret" ancam Sakha.
"Idih ancamannya nyeret gak asik bacok boleh gak sih" tawar Aurora.
"Yaudah congkel mata" timpal Sakha meladeninya dengan netranya yang menatap tajam tepat ke manik mata Aurora.
KAMU SEDANG MEMBACA
L A Z A R O
Teen FictionTentang seseorang yang tidak pernah dihargai dalam keluarganya karena suatu alasan yang tidak bisa dipahaminya sampai saat ini, yang mana membuatnya selalu merasa kesepian. Dia adalah gadis yang terlihat buruk di mata keluarganya namun sangat diharg...
