Sesampainya di rumah, Amira menutupi kepalanya dengan topi hoodinya. Dia langsung naik ke atas untuk menuju kamarnya. Dia merebahkan diri di atas kasur dan menatap langit-langit.
Disisi lain, Juna duduk di sofa bersama keluarganya dan keluarga Amira. Juna melirik sekilas ke arah Amira yang sedang naik ke atas. Juna hanya diam dan tidak memperdulikannya.
"Kenapa dia?" Tanya pak Baskara kepada Juna setelah dirinya melihat Amira naik ke atas dengan menutupi kepalanya menggunakan topi hoodinya.
"Ada masalah kecil! Tapi Amira baik-baik saja om," jawab Juna.
"Itu kenapa muka babak belur gitu?"
"Biasa om, laki-laki!"
Bunda Reta yang mendengar percakapan antara suaminya dan Juna langsung pergi ke kamarnya Amira. Dia mencemaskan keadaan anaknya saat ini.
Bunda Reta mengetuk pintu kamarnya Amira. Amira yang mendengar ketukan pintu kamarnya, dia langsung membukanya dengan perasaan malas.
"Kamu gak apa-apakan sayang?" Tanya bunda Reta.
"Gak apa-apa kok bun," jawab Amira. Bunda Reta tak mempercayainya. Pasalnya anaknya pulang bareng Juna, dan keadaan Juna saat ini wajahnya ada luka bekas pukulan orang.
"Cerita sama bunda, kamu kenapa? Bunda gak marah kok sayang," ucap bunda Reta dengan mengelus kepala anaknya. Amira pun langsung memeluk bundanya dan menumpahkan air matanya di pelukan bundanya. Bunda Reta tau jika Amira saat ini sedang menangis, dia setia mengelus-elus punggung anaknya supaya Amira bisa merasa lebih tenang.
"Bun, ada apa dengan ayah? Kenapa ayah tadi menampar Amira bun? Apa salah Amira? Padahal selama ini pakaian yang Amira gunakan gak ada masalah di mata ayah. Tapi kenapa tadi ayah begitu marah dengan Amira bun?" Ucap keluh kesahnya Amira dengan sesenggukan.
"Amira sayang, pakaian yang kamu kenakan ini tidak pantas jika digunakan keluar rumah. Apalagi kalau sebentar lagi kamu akan menikah, jadi ayah ingin anaknya untuk sedikit menutup auratnya untuk ayah kamu dan suamimu nanti!"
"Ihhh gak enak ahh kalau kek gini bun! Amira gak mau nikah! Apaan, main sama temen gak boleh, ketemu sama ini gak boleh, itu gak boleh! Sekalian aja gak di bolehin apa-apa,"
"Nikah itu ibadah lho, menyempurnakan sebagian iman! Masak kamu gak mau? Apalagi calon imamnya seperti Juna. Mama yakin pasti perempuan-perempuan di luar sana iri sama kamu, yang bisa menikah dengan orang yang baik hati, perhatian, body goals, tampan, kurang apa?"
"Nih ya bun, pak Juna itu di kampus behhh killer nya minta ampun! Manalagi Amira nih sering tuh masuk ruangannya, mau Amira salah atau bener di mata pak dosen itu Amira selalu salah!"
"Itukan di kampus sayang, kan kamu belum tau dia di rumah seperti apa?" Ucap bunda Reta. Amira hanya diam dan menatap bundanya.
"Udahlah, kamu istirahat saja! Udah malam," imbuhnya. Amira pun menganggukkan kepalanya lalu menenggelamkan dirinya di dalam selimut lalu memejamkan matanya.
🥀🥀🥀
Keesokan harinya, Amira bangun pukul 6 pagi. Dia bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Amira sangat bersyukur hari ini, karena hari ini dia tidak ada kelas pak dosen yang tak tau diri itu.
Amira menatap dirinya di cermin. Berulang kali Amira tak menyangka kalau lusa akan mengganti statusnya dengan istri. Tepatnya istri dosen tak tau diri.
Amira memegang tangannya, dia tersadar jika dia menggunakan cincin tunangan. Amira berpikir antara melepaskan atau tetap digunakan. Jika Amira melepaskan cincin itu, maka bunda dan ayahnya pasti menanyakan cincin itu. Jika digunakan, sahabatnya akan tau kalau dia sudah tunangan dengan seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT LECTURER✓ [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Setelah kepergian Gladys, Juna melanjutkan kuliahnya di Prancis. Dia berhasil mendapatkan gelar S1 nya. Dan sekarang dia balik ke Indonesia untuk merintis karirnya yang menjadi dokter. Namun, di sela-sela kesibukannya menjadi dokter. Jun...