Usia kandungan Amira menginjak trimester terakhir. Perutnya yang semakin membuncit membuat dia susah bergerak kesana kemari dan juga badannya yang mudah sekali capek.
Semenjak Amira mengandung anak pertamanya Juna, dia mulai menggunakan tenaga ART untuk membantu dalam membersihkan rumahnya. Karena Juna tidak ingin Amira mengerjakan sesuatu meskipun itu hanya sekedar membuat teh untuknya. Awalnya Amira menolak untuk menggunakan tenaga ART, tapi Juna tetap kekeh dalam keputusannya. Sehingga Amira pun menyetujui keputusannya.
Selama Amira mengandung, Juna memperlakukan Amira seperti seorang ratu dirumahnya. Tidak boleh mengerjakan pekerjaan apapun tanpa seizinnya, apapun yang Amira mau selalu dituruti oleh Juna, dan Amira selalu dimanja oleh suaminya. Perlakuan suaminya, membuat Amira sangat bahagia. Dengan kehamilannya, membuat Juna semakin perhatian kepada istrinya dan lebih berhati-hati dengan apa yang Amira lakukan. Seperti apa yang dia makan, yang dia kerjakan pada saat waktu luang, saat dia ingin keluar rumah, dan apapun itu Juna selalu memperhatikan gerak-gerik Amira.
Saat ini Amira dan Juna sedang tidur di kamar mereka. Juna meletakkan tangan kekarnya di atas perut buncit Amira. Sesekali dia mengelusnya dengan lembut untuk memberikan kenyamanan untuk istrinya.
Amira merasa tidak nyaman ketika perutnya mulai terasa sakit. Semakin lama semakin sakit membuat dia harus membangunkan suaminya yang tengah tertidur.
"Mas Juna!" Panggil Amira dengan menahan rasa sakitnya.
Juna terbangun dari bangunnya lalu menyalakan lampu kamarnya. Dia bisa melihat wajah Amira yang penuh keringat dan juga menahan sakitnya. "Ada apa?" Tanya Juna yang merasa khawatir dengan keadaannya.
"Ahhh... Perutku sakit mas," ucapnya dengan menahan rasa sakit yang terus menjalar.
"Baiklah, kita ke rumah sakit sekarang!" Kata Juna dengan menggendong Amira ala brydal style. Karena keadaan Amira saat ini tidak memungkinkan untuk jalan sampai menuju mobilnya.
Sesampainya di rumah sakit, Amira dan Juna sedang berada di dalam ruang bersalin. Pembukaan Amira yang lebih cepat dari perkiraan dokter, membuat dia belum mempersiapkan semuanya. Harusnya sebelum tanggal yang ditentukan oleh dokter, dia harus menginap ke rumah sakit untuk menjaga-jaga dia sudah merasa kontraksi. Namun, nyatanya baby nya tak sabar untuk hadir untuk mengisi keluarga mereka.
Juna menemani Amira dan menyemangatinya ketika Amira berjuang dalam hidup dan matinya. Juna memegang tangan Amira sesekali dia mengusap kepalanya Amira untuk memberikannya ketenangan.
Satu jam berlalu, Juna dapat mendengar tangisan bayi di telinganya. Dia mencium kening Amira dan mengucapkan selamat kepadanya.
"Selamat pak, anak bapak laki-laki!" Ucap dokter Wisnu dengan memberikan gendongannya ke arah Juna.
Juna tersenyum melihat bayi mungil yang tengah digendongnya. Tak terasa air matanya berhasil lolos dari bendungannya.
"Kenapa nangis mas?" Tanya Amira dengan lirih.
"Aku benar-benar bahagia ketika melihat buah hati kita persis denganku!" Jawabnya yang usil kepada Amira.
Amira menggerutu. Kenapa bayinya tidak persis dengannya saja? Benar-benar tidak adil.
"Baik pak, saya pindahkan dulu ibunya ke ruang rawat inap ya pak!" Kata perawat tersebut lalu membawa Amira pindah ke dalam ruang rawat inap.
🥀🥀🥀
Malam harinya, Amira tengah memberikan ASI untuk bayinya yang telah lahir ke dunia ini. Sedangkan Juna, dia sedang sibuk usil kepada istrinya. Dia duduk di atas ranjang tempat tidurnya lalu menyenderkan kepalanya ke bahu Amira. Amira hanya diam dan fokus kepada aktivitasnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PERFECT LECTURER✓ [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Setelah kepergian Gladys, Juna melanjutkan kuliahnya di Prancis. Dia berhasil mendapatkan gelar S1 nya. Dan sekarang dia balik ke Indonesia untuk merintis karirnya yang menjadi dokter. Namun, di sela-sela kesibukannya menjadi dokter. Jun...