Part 6

76 4 0
                                    

Part 6
CLBK
( Ch. Maria)

Semilir angin malam  membelai rambut Larasati yang dibiarkan tergerai.
Setelah lelah ngobrol sepanjang jalan dalam mobil, Panji menghentikan mobilnya disebuah cafe di Solo timur.
Suasana yang tenang dekat alam terbuka, menghadirkan suasana romantis.

Dengan ditemani capucino dan camomile tea, mereka berdua tengah asyik bercengkerama. Serasa enggan untuk beranjak.

"Makan apa Ras?"tanya Panji yang dari tadi merasa belum makan apa-apa sejak acara reuni. Dan kini dia membawa daftar menu.

"Mas Panji pengin makan apa? Kalau aku gak nasi deh, kentang goreng sama ayam saja,"jawab Laras sambil ikut melirik daftar menu.

"Aku mau nasi goreng special sama balado teri," jawab Panji sambil menyerahkan daftar ke pramusaji.

"Aku pengin makan banyak dan kamu tungguin, biar nafsu makanku meningkat ,"ujar Panji tersenyum.

"Memang hari-hari gak nafsu makan?" tanya Laras penuh selidik.

"Ya, asal makan saja, mana bisa tenang, makan enak, kalau istri sakit,"jawabnya asal.

Laras hanya memandangi Panji. Ada gurat kesedihan di sana. 'Yah biasalah kalau ada yang sakit, kita jadi ikutan sakit, wajar saja,' bantah hati Laras.
Seperti dirinya dulu juga begitu , ketika Mas Surya sakit DBD dan tidak di sangka-sangka meninggalkan dirinya dan anak-anak begitu cepat.
Namun Laras tidak menceritakannya pada Panji.
Takut Panji menjadi berduka.
Dia hanya ingin menguatkan Panji disaat Sekar sakit dan butuh semangat.

Sementara dirinya sudah bisa tegar menghadapi masa depan sendiri sebagai orang tua tunggal bagi kedua buah hatinya.

Pesanan sudah datang. Laras menunggu Panji makan nasi gorengnya.

"Ayo, makan yang banyak, aku tungguin,"ujar Laras mendekatkan nasi goreng dan balado teri ke depan meja Panji.

"Ras, sekali ini, suapin dong, aku mau manja padamu, untuk mengobati lukaku," kata Panji merajuk.
Laras yang hendak makan kentang goreng pesanannya melotot kaget.

"Apa-apaan ini, papanya Sindy." Laras melotot.

Laras sengaja menyebut papanya Sindy biar ingat statusnya sebagai ayah dan suami perempuan lain.

"Jangan manja, Mas, aku gak suka orang lembek, dan manja,"ujar Laras ketus.

"Ras, hanya sekali ini saja," Panji masih merengek.
Laras tersenyum, kali ini dengan lembut dipandangnya Panji sambil tersenyum lalu mengambil piring nasi goreng dan disuapkan ke mulut Panji.
Lalu mengambil teri balado dicampurkan ke nasi gorengnya. Panji menikmati suapannya.
Sekali lagi Laras menyuapkan nasi goreng itu ke mulut lelaki yang pernah dicintainya itu.
Kali ini Panji tersenyum dengan mata sedikit basah.

"Terima kasih Laras, aku sudah merasakan kasih sayangmu, sebagai obat laraku,"kata Panji sambil mengambil piringnya.

"Makanlah, terima kasih banyak. Akan kukenang momen ini,"jawab Panji sambil melanjutkan makan.

Mereka makan dalam  hening sepi. Sibuk dengan pikiran masing-masing hingga ponsel Laras berbunyi, ada telpon dari Winda.

"Ras, kamu di mana? Sedang ada acara?"suara Winda di seberang telpon.

"Maaf Win, aku sedang ada acara. Ada apa?"jawab Laras santai tanpa bicara kalau saat ini tengah berdua dengan Panji

"Oke, bagaimana kalau besok pagi kita jalan? Ada acara?" tanya Winda.

"Aku pagi rencana ke makam orang tua dan lanjut beli oleh-oleh buat, anak-anak," jawab Laras.

"Kalau begitu, kujemput ya, kutemani jalan kamu, oke  jam 08.00, ya," ujar Winda semangat.

"Oke Win, terima kasih banyak, see you," jawab Laras.
Panji mendengarkan percakapan mereka.

Panji bangga persahabatan mereka masih kompak sampai sekarang, coba kalau Sekar sehat, pasti juga akan seru pertemuan mereka. Tapi apakah seseru itu kalau kini Sekar ternyata istrinya? Persahabatan itu pasti luntur.
Pertemuan Laras dan Sekar pasti menyakitkan. Ah.. Biarlah waktu yang menjawabnya.

"Mas, kok bengong,"Laras melirik Panji yang belum selesai dengan nasi gorengnya.

"Eh, iya, nih sudah mau habis kok. Enak sekali nasi gorengnya, terlebih karena makannya ditemani bidadari cantik, jadi semangat,"ujar Panji sambil menyelesaikan makannya.

"Ras, besok kamu jalan dengan Winda kan? Berarti sudah ada yang menemani kamu. Biar urusan ke bandara sama aku saja. Aku jemput jam 14.00 ya?" pesan Panji sambil mengeluarkan ponselnya, lalu menelpon.

"Sayang, mau Ayah belikan nasi goreng spesial? Enak deh. Iya, eyang mau apa? Pesan ke ayah ya? Cepat ayah tunggu." Ponsel di tutup.
Laras memperhatikan sambil tersenyum.

"Ternyata, Mas ayah yang hebat dan penuh perhatian ya?"ujar Laras.

Panji cuma tersenyum.
Tak berapa lama pesan masuk dari Sindy putrinya. Dan segera Panji menyebutkan pesanan makanan yang dibungkus untuk dibawa pulang.

"Ras, aku begitu bahagia menemukan kabarmu lagi. Semoga ini sebagai langkah awal untuk aku bisa berkabar denganmu. Ijinkan aku untuk mengirim pesan atau menelponmu. Karena bagiku, kamu adalah penyemangat hidupku melalui hari-hari yang sulit ini. Mau kan? Kamu akan angkat telponku kan? Aku tidak akan menggangu hatimu.Biarlah kamu tetap bahagia dengan keluargamu. Aku tidak mengusiknya, aku hanya pengin kamu sebagai sahabatku,"ujar Panji.
Tak lama pesanan datang.

"Ayo kita pulang, sudah cukup kan? Aku sudah puas hari ini penuh kebahagiaan bersamamu.
Terima kasih Laras, kamu sudah hadir untukku,"ucap Panji penuh bahagia.

Lalu mereka berdua keluar setelah mampir ke kasir.

Mobil bergerak meninggalkan cafe.
Malam ini pukul 21.30.
Laras diam saja menikmati malam yang hening. Perjalanan dari cafe yang ada di jalan Karang anyar ini berjalan lancar tidak macet walau malam Minggu.

Ketika melewati tempat yang sepi di dekat taman Njurug, mobil berhenti.

"Ras, boleh aku memelukmu?" Pinta Panji tiba-tiba.
Laras menggangguk dan membiarkan Panji memeluk tubuhnya.
Untuk sementara Laras membiarkan Panji memeluk tubuhnya dari belakang dan dia bersandar pada dada bidang Panji. Rambut harum Laras mengusik hidung Panji dan secara alami Panji mencium kepala Laras.
Panji membelai punggung Laras yang ada dalam dekapannya.
Untuk sesaat mereka merasakan nyaman, mengalirkan rasa yang lama dipendamnya.

"Terima kasih Laras,"Panji melepaskan pelukannya. Laras diam mematung. Untuk sementara waktu lidahnya serasa kelu. Tak terucap kata.
Dan mobil kembali berjalan. Hening menyelimuti suasana dalam mobil, hingga sampai di depan rumah Laras.

"Sampai jumpa besok Laras, istirahat ya,"Panji turun mengantarkan sampai rumah dan pamit pada Bulik.

Mobil berlalu menghilang dari pandangan Laras.
Laras masuk ke kamarnya berganti baju dan istirahat.
Betul-betul hari yang penuh warna dan kejutan.

'Ya Tuhan, ampuni dosa hamba, bukannya berniat selingkuh dari almarhum suami, namun banyak peristiwa yang membutuhkan perhatian dan penyelesaian.'
Laras mengambil ponsel dan menelpon buah hatinya.

"Malem Mbak, bagaimana kabarnya, sudah maem juga adik?"sapa Laras pada Desi.

"Sudah, Bun. Oh ya, baju pesanan sudah diambil tadi sore,"balas Desi.

"Terima kasih Mbak, besok sore Bunda pulang dari sini jam 16.00, adik sedang apa?" tanya Laras.

"Sudah masuk kamar. Bunda pengin bicara sama Deni, biar kakak panggil."

"Tidak usah, Mbak. Sudah, ya, Bunda mau istirahat, salam dari Eyang dan bude Rini," telepon kemudian di tutup.

Malam makin larut, Laras mulai berdoa malam, larut dalam doa, mendoakan almarhum suaminya, ayah ibunya dan mohon kesembuhan untuk penyakit Sekar dan kebahagiaan rumah tangga Panji.
Tak lupa mohon ampun segala dosa dan khilafnya. Sebagai manusia biasa yang punya masa lalu, Laras berdoa semoga bisa memaafkan masa lalunya dan tidak ingin mendendam. Ia ingin hidup damai tanpa beban.
Semoga kehadirannya bisa membahagiakan semua orang. Bukan menjadi batu sandungan tapi membawa kebaikan untuk sesama. Itu doanya.
Tak terasa malam kian larut setelah doa pasrah Laras terlelap dalam mimpi.

Bagaimana dengan Panji?

Bersambung

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang