Part 21

56 4 0
                                    

Part 21.
CLBK
( Ch. Maria)

Badanku capek sekali. Dua
hari fokus pada acara pagelaran busana batik ini.
Namun aku puas. Hasilnya menggembirakan.
Aku senang akhirnya bisa bertemu Sekar. Kasihan badannya habis. Kurus kering dimakan penyakit.
Kasihan juga Mas Panji. Aku sedih melihatnya. Namun aku bisa apa?Hanya mensuport. Aku senang jika mereka bahagia. Aku tunjukkan pada mereka, aku baik-baik saja dan bahagia.
Aku tak ingin Sekar merasa bersalah. Ini takdir, kami tak berjodoh, dan sudah menemukan jodohnya masing-masing.
Namun tetap kulihat gurat cemburu di wajah Sekar. Dia mencurigai suaminya masih mencintaiku. Aku jadi tak enak. Tapi sekali lagi aku katakan aku sudah bahagia. Dan semoga Sekar dan Panji bahagia.

Setelah mandi aku ingin istirahat. Eh Desi malah mengganggu.

"Bunda, boleh Desi tanya?"
"Ada apa?"
"Om Panji apakah mantan Bunda?"
Aku menengok ke wajahnya yang terlihat antusias ingin tau.
"Sepertinya Desi melihat Om ganteng itu suka melirik Bunda." tambahnya.
Aku cuma tersenyum tak menjawab.

"Terus Tante Sekar kenapa justru yang menikah dengan Om Panji? Bagaimana ceritanya kenapa bisa begitu?" Desi mendesak ingin tau.

Mungkin sebaiknya aku cerita saja padanya. Toh Desi juga sudah cukup dewasa untuk mengerti kisah cinta bundanya.

"Kami dulu akrab berempat. Bunda, Sekar, Anggi dan Winda yang kemarin ngantar kita.
Dan bunda punya pacar Mas Panji. Rupanya mamanya bunda, eyangmu tidak setuju. Mas Panji keluarganya banyak, dia anak sulung. Terus bunda di kirim ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah di sana dengan pakdemu.
Ya, Bunda akhirnya pisah. Tak bisa menghubungi, waktu itu belum ada ponsel seperti sekarang. Terputus  hubungan, gitu ceritanya.
Ternyata Mas Panji tak bisa melupakan bunda. Menunggu lama tak ada kabar. Akhirnya menikah dengan Sekar yang diam- diam juga suka.
Tadi dia minta maaf karena telah menikah dengan mantan pacar bunda."

"Bunda masih mencintai Om Panji?"

"Jujur memang Om Panji dan Bunda tidak pisah, karena memang tak dapat restu, jadi pisah terpaksa begitu. Tapi itu namanya juga tidak berjodoh.
Bunda sudah ketemu ayahmu dan menikah bahagia. Sudah, begitu ceritanya."
Desi diam saja, merenung.

Jujur saja, aku tak ingin menguak luka lama. Takut terbawa sedih. Dan aku tak mau Desi melihat itu. Biarlah ini hanya jadi cerita.

"Ayo kita makan malam. Eyang sudah masakin brongkos, Bunda sudah memesan bude untuk masak brongkos tadi pagi, biar kamu tau brongkos." jelasku mengalihkan cerita.

"Ras, ayo makan dulu. Desi sini sama Eyang,"terdengar Bulik memanggil.

"Tuh kan, yok, sudah ditunggu."ajakku.
Kami berdua keluar dari kamar.

****

Selesai makan aku ke kamar, ponselku berbunyi.

( Ras, tadi kamu ke rumah sakit lagi, ya.)

( Siapa yang cerita, Mas)

( Sindy)

( Sindy? Apa yang Sindy ceritakan?)

( Dia tanya, tante cantik itu apakah dulu pacar Ayah, gitu)

( Ha? Masak Sindy bilang gitu?)

( Nah aku justru tanya padamu. Kenapa Sindy bisa ngomong begitu. Kalian dengan Sekar cerita apa?)

( Ye, kok ke Laras, sih. nanyanya.)

( Biarin, aku pengin kamu yang cerita)

(Ok, aku nelpon saja. Mas lagi dimana? Di luar?)

( Ok, aku keluar)

Laras segera menelpon Panji.

"Mas, Laras tadi ke rumah sakit. Sekar nangis minta maaf kalau sudah menikah dengan Mas. Aku bilang gak ada yang salah karena berarti bukan jodoh.
Tapi Sekar tetap minta maaf katanya sudah janji kalau ketemu harus minta maaf. Akhirnya aku memaafkan kalau itu inginnya. Yang penting kalian berdua bahagia. Aku ingin Sekar sembuh dan kembali jalan-jalan berempat seperti dulu. Sekar senang. Udah aku terus pulang.
Aku lupa ketika kita saling cerita ternyata ada Sindy dan Desi. Tentu itu menimbulkan tanda tanya baginya. Ya biarlah terlanjur anak tau, bagaimana lagi?"

"Oh gitu, ya gak papa, kamu pulang kapan?"

"Besok pagi"
"Jam berapa?"
"Ah, gak usah nanya jam. Aku berdua dengan Desi."

"Aku nanya jam berapa, aku mau antar sekalian ke kantor sebentar, jangan menolak. Jam berapa?"

Mas Panji memaksaku, aku gak bisa menolak.

"Jam 09.00, Mas."

"Oke, jam 08.0 aku jemput."

"Ya, Mas."

Ah, Mas Panji. Aku memang belum banyak bicara padamu. Biarkan saja, toh hanya mengantar, tak akan menyakiti Sekar.

Aku betul-betul sedih melihat Sekar sakit. Tak menyangka harus melihatnya berduka menahan beban merasa salah. Untung aku nekad datang hingga bisa curhat bersama. Plong sudah rasanya, tidak ada ganjalan diantara kita. Sekar biar merasa tak ada beban menikah dengan Panji.
Aku ikut bahagia jika Sekar  dan Panji bahagia.
Semoga Sekar cepat sembuh dan melihat senyumnya kembali. Panji juga bakal tersenyum cerah tidak kuyu seperti kemarin itu. Terlihat tua dan menderita.
Kasihan Panjiku. Aku ikhlas tak memilikimu, aku bahagia melihatmu bahagia.

Bersambung.
Jangan lupa vote, beri bintang dan subscribe

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang