Part. 7

73 3 0
                                    

Part. 7
CLBK
( Ch. Maria)

Pov. Panji

Pukul 22.00 aku masuk rumah disambut Sindy dengan senyum senang sambil menerima kantong nasi goreng.

"Terima kasih, ayah." Suaranya melengking sambil berlari ke dapur mengambil piring. Mbak Pur kakak Sekar ikut membuka bungkusan. Tadi ibu memesan capcay kuah.
Mbak Pur menuang capcay sedikit ke piring diantar ke ibunda Sekar di kamar. Aku segera ke kamar mandi lalu mengikuti mbak Pur menuju kamar Sekar.

"Nduk, Sekar, makan capcay hangat nih, biar tambah semangat,"ujar  ibu mertuaku yang kini berusia 62 tahun itu membangunkan putri bungsunya dengan penuh cinta. Aku memperhatikan mereka berdua.

"Aku bisa makan sendiri, Bu,"ujar Sekar sambil berusaha duduk.

Sekar mengalami stroke  setahun yang lalu setelah suatu malam pulang dari pesta mendadak dia pusing lalu jatuh dan pingsan. Dan segera dilarikan ke rumah sakit. Sekar dinyatakan stroke dan harus menjalani serangkaian pengobatan juga terapi. Dari yang tak bisa digerakkan tangan dan kakinya sekarang sudah bisa jalan, sudah bisa duduk untuk makan sendiri.
Cuma belum percaya diri untuk jalan-jalan keluar, paling hanya jalan seputar rumah.
Semua itu tak luput dari segala upaya perhatian dan kasih sayang dari seluruh keluarga.

"Enak? Mau tambah lagi?" tanyaku menyela asyiknya makan capcay hangat.

Sekar menggeleng.
"udah, udah cukup, enak banget,"jawab Sekar dengan senyum.

Aku bersyukur hari ini kebahagiaanku utuh. Laras dan Sekar dua wanita yang aku sayangi ketika kutemui semua sedang senyum bahagia.

"Ibu, ditunggu mbak Pur dan Sindy di meja makan, biar Sekar sama saya, Bu,"ujarku pada ibu.
Aku menunggu Sekar menghabiskan makannya.

Bukan aku tak mau menyuapi, tetapi sekalian Sekar harus melatih diri memegang sendok dan piring, asal jangan yang mudah pecah.

Cinta dan perhatianku tak berkurang pada Sekar. Tetapi sebagai laki-laki normal aku juga perlu pelepasan. Sehingga sering pusing kepala, uring-uringan dan terasa beban mendera hidupku.

Terus terang aku bukanlah laki-laki yang mudah berkencan dengan sembarang perempuan untuk menyalurkan hasratku, jadi ya aku harus mampu menyelesaikan sendiri gejolaknya di kamar mandi.

Pertemuanku dengan Laras bagai matahari yang menghangatkan hatiku yang lama dingin bahkan beku pada perempuan.

Jujur aku begitu bahagia dan bersemangat hari ini. Senyum dan rasa ceria kurasakan, entah efek baru bertemu Laras barangkali,
hingga Sekar yang sedang makan melirikku curiga.

"Tumben Mas, begitu bersemangat, ceria,"ujar Sekar santai.

"Aku senang, kamu makin sehat, makan banyak. Besok jalan-jalan di luar ya, di halaman saja, atau mau ganti suasana, bawa mobil ke lapangan Manahan?" ajakku menghilangkan kesan grogi, takut Sekar curiga dengan sikapku

"Gak ah, di halaman rumah saja, bolak-balik sudah capek," jawabnya.

"Oke, deh, sini piringnya, biar aku bawa ke dapur, nih minumnya,"aku berikan  gelas, semuanya berbahan yang tak mudah pecah.

Aku ke dapur, di meja makan terlihat ibu mertua, mbak Pur dan Sindy masih asyik bercerita sambil makan.

"Ayah, ini nasi goreng yang di mana belinya, enak banget,"Sindy memulai percakapan.

"Wah, belinya jauh, karena sekalian ada acara reunian sama teman-teman ayah," jawabku lalu kembali ke kamar Sekar.

"Minum obatnya dulu nih," aku serahkan obat yang rutin dikonsumsi selama ini. Lalu mengambilkan air putihnya.

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang