Part 30

44 2 0
                                    

Part 30
CLBK
( Ch. Maria)

Sindy merasa senang tinggal di kontrakan baru ayahnya. Apalagi perlengkapan dapur semakin komplit. Dia bisa membantu ayahnya,dari menyapu, masak juga mencuci pakaian yang selama ini Panji selalu menggunakan jasa loundry.

"Sindy, tidak usah mencuci, biar di loundry saja."

"Ayah, Sindy sudah tau tempat belanja kok, di toko bu Susi segala macam ada. Kemarin beli sabun cuci mau nyuci baju Sindy sekalian punya Ayah. Di sana juga jual gado-gado, nasi rames, segala ember, pisau ada. Pokoknya Sindy beli yang Sindy mau,"ujarnya sambil tertawa.

"Wah, kamu malah sudah tau tempat jualan. Ayah selalu pulang malem, jadi tidak tau. Asal hati-hati, kamu belum kenal orang di sini."
"Ya, Yah, Sindy hanya beli yang penting saja terus pulang, tutup pintu."

"Ya, untuk ngisi waktu dari pada sendiri ayah beliin buku resep, novel, majalah wanita." Panji mengeluarkannya dari tas kerjanya.

"Terima kasih,Yah, siang tadi Sindy mencoba corat-coret bikin gambar baju. Sindy tertarik menggambar seperti Tante Laras, tapi belum bagus," kata Sindy sambil menyerahkan coretan gambar mode pakaian pada dua lembar kertas.

"Wah,bagus, ternyata putri ayah pinter juga menggambar. Pokoknya isi waktumu yang positif sambil nunggu ayah. Besok Sabtu, ayah titipkan ke mbak Desi ya? Ayah mau tugas ke Bandung."
"Ya,Yah."

Malam itu berdua mereka makan di rumah, mencoba masakan Sindy yaitu ayam rica-rica dan tumis buncis serta kerupuk udang.
"Wah, sudah pinter masak nih."
"Belajar yah, melihat youtube."
"Ya,lama-lama nanti pinter masak apa saja. Perempuan harus banyak belajar untuk persiapan rumah tangga."

"Ye,bukan hanya untuk rumah tangga, Yah. Bisa buat bisnis jualan."
"Wo iya, pinter kamu, anak ayah."
Malam ini mereka bercanda sambil nonton TV. Setidaknya mengikis rasa kesepian sejak ditinggal Sekar, baik Sindy maupun Panji.

*****
Sesuai rencana Panji ke rumah Laras mengantar Sindy.
"Kok sepi, pada kemana anak-anak?"tanya Panji.
"Desi dan Deni keluar belum lama, maklum malam Minggu kan?"

"Oh iya, sampai lupa, besok pagi aku menyusul ke Bandung. Teman kantor sudah berangkat tadi sore, tapi aku pulang saja karena mau kesini."

"Mas Panji, Sindy, makan yuk?" ajak Laras.

"Sindy sudah makan tante, juga Ayah. Karena tadi Sindy masak."

"Waduh, hebat dong, ya sekarang makan kolak aja deh, yuk temani tante ya," rayunya sambil menarik tangan Panji dan Sindy di kiri dan kanan diajak ke meja makan.

"Sindy sekarang sudah pinter masak, aku jadi makan malam berdua anakku terus," jelas Panji. Laras memandang Sindy dengan kagum.
Mereka bertiga makan kolak pisang. Dan setelahnya Sindy membereskan mangkoknya. Panji dan Laras ngobrol di teras depan.

"Besok nyusul ke Bandung jam berapa Mas?"

"Jam 05.00 biar sampai sana gak terlambat, rombongan akan meninjau proyek yang kemarin di bangun."

"Kalau sekarang sudah sampai Bandung apa dong acaranya?"

"Ya, biasanya cuma koordinasi dan diisi hiburan, biar ada keakraban pusat dan daerah. Resminya sih sebetulnya besok. Malam ini lebih ke hiburan saja."

"Mas gak ingin ikut hiburan malam ini dengan teman-teman kantor?"

"Hiburanku di sini. Aku tenang dan terhibur di sini,"jawab Panji sambil memandang tajam mata Laras dengan senyum menggoda.

Laras membalas senyum malu merasa tersanjung.
Panji ingin memeluk wanita tercintanya itu, tapi sayang mereka di luar,gak enak kalau tiba-tiba ada orang lewat.

"Ras, aku kangen ingin memelukmu, menciummu. Kita pergi yok?"rengek Panji.

"Ih, Mas ini kan ada Sindy, masak begitu."

"Sindy biar di sini, kita keluar yok, jalan-jalan kek, malam mingguan, nyari apa gitu."Laras tertawa melihat Panji ngambek.

"Sindy, Ayah pergi sebentar ya?"pamit Panji yang  melihat Sindy tengah nonton sinetron dengan mbak Sar.

"Ya,Yah."

Laras geleng-geleng kepala melihat kelakuan duda gantengnya ini.

Mobil meluncur membelah jalanan ibukota yang tengah gerimis.

"Sayang, Prasetyo masih suka ke butik?"

"Sudah lama enggak tuh, sejak membeli kemeja di butik itu."

"Syukurilah biar dia tau, aku kekasih sejatimu, aku tidak merebutnya."

"Sabtu depan aku mengantar Sindy pulang, berarti tidak bisa malam minggu kan? Aku akan selalu kangen kamu Ras,"
Di genggamnya tangan Laras dan diciumnya.

"Sindy tak ingin sekolah di sini saja? Biar gak antar jemput terus gitu?"

"Iya,ya, akan aku pikirkan. Mungkin nanti kenaikan kelas, dan sekalian melamar kamu. Kan sudah setahun lebih kan?"

"Ya, melamar kan gampang, asal anak-anak setuju dan orang tua setuju, ayo saja." Laras menjawab dengan senyum.

Mobil berhenti di dekat taman.
Panji memeluk Laras dan mencium pipinya. Laras kaget,namun merasa nyaman dalam pelukan Panji. Laras malu sebenarnya, jika selama ini bisa menahan diri menutup rasanya demi Sekar kenapa sekarang dirinya gampang terlena pelukan Panji? Ah, cinta kadang menyesatkan, nafsu menunggangi.
Atas nama cinta dan kangen jangan sampai menerjang aturan. Laras sadar.

"Mas, segera lamar Laras."

"Apa Ras? Kamu gak sedang mengigau kan?" Panji kaget mendengar suara Laras.

"Kalau harus begini. Kita selalu kangen ingin berpeluk cium, jatuhnya malah dosa, mending segera menikah, atau tahan jangan begini."protesnya.

Panji tau Laras menginginkan jangan ada peluk cium jika tak segera menikah, karena akan berakibat zina.

"Aku akan tahan Ras, sampai Sindy naik kelas dan saat itu aku akan melamarmu, agar aku bisa memeluk dan mencium mu."Panji tau diri akan kata- kata tajam Laras. Lalu pelukannya dilepaskan. Panji diam saja lalu mobil jalan ke arah pulang. Laras tau Panji tersinggung akan ucapannya.

"Maafkan Laras, Mas. Laras sangat mencintai Mas. Tolong bersabar,ya."

"Ya Ras, Mas yang minta maaf, tidak bisa menahan gejolak."

Panji sadar, bahkan tidak ikut ke Bandung pun sebetulnya dalam rangka menahan gejolak juga. Panji tak mau selalu digoda Widya. Panji sengaja menghindar. Itu semua demi masa depannya dengan Laras.

"Aku pulang ya,Ras, aku akan di kontrakan sendiri, menunggu esok pagi, berangkat ke Bandung."

"Mas, kita bisa ngobrol dulu di rumah, kan ada Sindy juga."
Panji diam saja. Mobil melaju sampai di rumah Laras. Mereka turun.
"Sindy, Ayah pulang, ya nak, besok ayah jemput."

"Ya ayah."

"Aku pulang ya,Ras,"Panji jalan ke luar. Laras mengejar sambil ada linangan air mata. Panji diam saja.
Laras memeluk Panji. Tak menyangka Panji jadi dingin begitu.

"Mas, jangan begini. Laras minta maaf."

"Iya, gak papa." Panji berjalan menuju mobil, dia tau harus menjaga Laras yang statusnya janda. Dia mengerti itu, dia akan menjaga, Panji memaklumi.
Panji memandang Laras dengan senyum seperti biasa namun tanpa pelukan. Mobil menghilang.
Laras masuk dengan hati yang separuhnya terbawa pergi bersama mobil Panji.
Laras merenung, masuk kamar tanpa tau apa yang akan dilakukan. Melupakan Desi dan Deni yang sekarang sedang nonton film dengan Aji.
Juga lupa ada Sindy yang sedang nonton TV dengan mbak Sar.
Laras tengah memikirkan Panji. Ingin menelpon tapi tak ingin merajuk. Ingin kirim pesan tapi malu.
Biarkan saja, apa maunya hatinya. Sambil menunggu bagaimana sikap Panji.
Siapa tau nanti Panji menelpon atau kirim pesan. Namun sampai malam hingga Desi dan Deni datang, Panji tidak menelpon.
"Sindy tidur sama mbak Desi ya."
"Ya,Mbak."
Laras mendengar Sindy masuk ke kamar Desi. Laras tau, tapi tak ingin keluar lagi, malas rasanya.
Hingga tak terasa air mata Laras meleleh.
Menangisi pujaan hatinya. Aneh kenapa bagai remaja, labil ya?

Bersambung.
Jangan lupa subscribe dan bintang  ya..

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang