Extra Part
Tiga tahun kemudian.
Yuda sangat lincah. Panji kecil ini menyita banyak perhatian ayah bundanya. Tak boleh meleng sedikitpun. Dia akan memegang apa saja kalau di dapur, atau mengejar kucing, bahkan main berbagai alat kosmetik bundanya kalau terlihat benda baru."Adik Yuda, ayo main diluar yok," ajak Panji yang melihat Yuda sibuk memegang kosmetik menunggu bundanya dandan. Lalu digendongnya Yuda dibawa ke halaman.
"Ayah, mau itu,"tunjuknya pada bola plastik warna biru yang ada di sudut taman. Panji menurunkan putranya lalu diambilnya bola itu, kemudian
digelindingkan di depan Yuda. Dan balita itu terkekeh menerima bola. Segera ditendang dan ditangkap oleh ayahnya. Namun tak berapa lama dia melihat kucing. Terus ditinggalkan bolanya, lari mengejar kucing. Karena terburu-buru, jatuh jadinya dan menangis kenceng.
Laras yang sudah selesai dandan berlari mendengar balitanya menjerit. Panji segera menggendong Yuda yang terlihat menangis dengan lutut sedikit luka.
"Waduh, jagoan papa jatuh ya, pelan-pelan dong kejar kucingnya. Nih, udah sembuh kan?" Ditiupnya lutut Yuda berulang-ulang. Yuda berhenti menangis dan tersenyum. Namun segera menangis lagi begitu melihat Laras bundanya nongol, maklum mau laporan dan kolokan."Kenapa menangis lagi sayang? Sakit ya? sini dikasih obat merah dulu." Ajaknya.
Lalu dibawanya masuk dan Panji meneteskan obat merah serta plester bergambar. Yuda menangis lagi namun segera berhenti begitu melihat gambar plester di lututnya.
"Itu gambar apa?" tanyanya lucu.
Panji dan Laras tersenyum, Yuda sudah lupa dengan sakitnya.
"Gambar kartun."jawab Panji.
"Ayo, mau lihat gambar kartun?" Ajak Panji, Dan anak itu senang sekali dibawa ke laptopnya, dan dilihatkan berbagai gambar kartun. Panji berjanji akan memberikan buku gambar kartun. Bukan hanya gambar binatang seperti yang sudah ada pada buku mewarnanya.Sore ini mereka membawa Yuda jalan-jalan ke mall dengan mengajak Sindy.
Tak lupa membeli aneka mainan yang mengasah kemampuan motorik Yuda."Bunda, itu mbak Putri dan mas Sandy," teriak Sindy melihat anak- anak Prasetyo.
"Apa kabar Tante, Om dan Sindy," Sapa Putri lalu salaman diikuti Sandy.
"Baik, kalian kok berdua saja, mana ayahmu?" tanya Panji.
"Ayah sedang sakit, Om, dirawat di rumah sakit."
"Oh, sakit apa? kapan mulai masuk?" tambah Laras kaget.
"Baru kemarin, tante, katanya tipes. Ini mau membeli kue untuk cemilan,"jawab Putri lugu.
"Cemilan buat siapa?"tanya Laras sambil tersenyum.
"Buat kita yang nunggu, dan juga buat papah." jawab Putri sambil tertawa.
"Siapa yang nunggu di rumah sakit sekarang? Kok kalian malah pergi?" tanya Laras kepo.
"Ada tante Wulan kok, calon mamah,"jawab Putri malu-malu.
"Oh syukurlah."jawab Panji terlihat lega.
Terus terang, jika ingat Prasetyo jadi ingat perjuangannya mendapatkan Laras. Dan semoga dengan calon yang terakhir ini, Prasetyo segera mendapatkan tambatan hatinya.
"Salam kami ya, semoga ayahmu segera sembuh. Maaf kami belum sempat nengok." Pamitnya pada Putri dan Sandy.
"Ya Om, terima kasih." Mereka kemudian berpisah.
Laras segera berbelok melanjutkan belanja kebutuhan dapur.******
Tahun ini Deni wisuda dan Sindy justru baru mau mendaftar kuliahnya.
Inginnya mengambil jurusan desain grafis. Jurusan yang bisa nyambung dengan keinginannya dibidang mode. Meski tergolong hobi awalnya, keinginan corat coret desain baju harus di arahkan. Dan rupanya Sindy setuju ambil jurusan itu.Sementara hubungan Desi dan Aji sudah makin serius. Setelah lulus dan bekerja disebuah instansi milik pemerintah, Aji bertekad melamar Desi.
Dan inilah hari lamaran itu.Dengan menggunakan baju kebaya rancangan bundanya, Desi tampak anggun berkebaya merah marun didampingi Sindy. Sementara rombongan keluarga Aji datang dua mobil. Ibu Aji, Susanti beserta Om Romi, sebagai pengganti ayah Aji berkenan menyampaikan keinginannya untuk melamar Desi pada Panji.
Lamaran diterima dan segera ditentukan tanggal dan bulan menikahnya yaitu dua bulan lagi. Mereka semua lega dengan keputusan itu.
Desi yang tahun ini genap dua puluh lima tahun, rasanya sudah cukup matang untuk menikah.
Kesibukan menata butik bundanya yang akhirnya diserahkan pada Desi sudah cukup menjadi rutinitas kerjanya.
Dan rencana Laras, rumah itupun bakal menjadi rumah tinggal Desi dan Aji setelah menikah nanti. Namun ternyata Aji menolak, dengan alasan sudah membangun rumah di sebelah rumah bundanya agar tetap bisa menunggu ibunya. Maklum Aji anak tunggal, sehingga inginnya tidak meninggalkan ibunya itu sendirian. Desi setuju saja, meski tetap ngantor di rumahnya sendiri.
Hari pernikahan pun tiba.
Semua nampak bahagia.
Tak ada yang mustahil di dunia ini, jika Tuhan sudah berkehendak.
Manusia hanya menjalani kehidupan sesuai peran hidup yang harus dimainkan dalam skenario kehidupan. Tuhanlah Sang Sutradara kehidupan itu.TAMAT.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK
Teen FictionTerbuai gejolak cinta lama. Cinta yang lama padam, bagai tersengat arus listrik kini meremang, bersinar bahkan membara.