Part. 35

41 3 0
                                    

Part 35
CLBK
( Ch. Maria)

Tak terasa hari ini Sindy kenaikan kelas. Bahagia terpancar di wajahnya. Bukan karena dia naik kelas yang membuat bahagia, namun bakal menyusul pindah ke rumah ayahnya lah yang membuatnya bahagia.
Namun Sindy takut menceritakan pada neneknya, takut neneknya sedih. Biarkan ayahnya saja yang memintanya pindah ke Jakarta.
Namun sehari setelah terima raport, ayahnya belum juga tampak.

"Selamat pagi ayah?Kapan ayah pulang? Jadi menjemput Sindy gak?" Karena resah menunggu, Sindy akhirnya menelpon ayahnya.

"Sayang, ayah minta maaf, ayah masih di Palembang. Besok baru bisa pulang. Oh iya sekolahmu belum ayah putuskan, ada dua sekolah yang bagus. Nanti setelah ayah pulang. Tunggu ya sayang. Sabar, semuanya pasti berjalan lancar, doakan ayah sukses di sini."
"Ya, ayah."

****

Tinggal satu bulan lagi kontrakan Panji, namun belum sempat dipikirkan apakah akan diperpanjang atau menempati rumahnya di Permata hijau. Semua berhubungan dengan sekolah Sindy yang masih belum diputuskan. Sementara acara Panji  begitu padat.
Hari ini Panji kangen Laras dan cuma bisa video call.

"Sayang Laras, apa kabar? Kangen nih."

"Mas masih di mana?sehat kan?"
"Masih di Palembang. Aku minta pendapatmu. Untuk sekolah Sindy, SMA yang kita lihat kemarin apa yang di Permata hijau, ya?"

"Mas, usulku, Mas tempati saja rumah sendiri. Untuk kelengkapan sambil jalan saja, dari pada perpanjang kontrak lagi."

"Tapi belum dibangun pagar dan lain-lain."

"Sambil jalan Mas, aku bantu ada tukang yang kukenal baik, waktu renovasi rumah. Dia bagus kok."

"Aku sebetulnya juga ada tukang, banyak kenalan yang kerja di proyek, tapi aku gak mau seolah KKN. Aku mau orang di luar proyekku."

"Ya itu bagus Mas, aku punya tukang sudah kenal baik. Ditinggal juga beres, Mas tinggal kasih pengarahan saja."

"Siap, terima kasih sayang, besok aku pulang, sekalian ke sekolah baru Sindy, sampai besok ya? Aku jemput langsung dari bandara."
"Ati-ati, Mas."

******
Seperti janjinya pada Laras, begitu mendarat Panji naik taksi ke rumah Laras.

"Wah, Mas capek banget ya, muter terus kerjaannya."

"Iya, Ras, kerja keras dulu untuk mencapai cita-cita, maklum banyak keinginan yang belum tercapai." jawabnya sambil tersenyum, tau yang dimaksud adalah keinginan melamar Laras, namun tak terkatakan.

"Mau makan dulu, Mas.
Yok kebetulan mbak Sar masak krecek kaya yang di Solo itu, sama udang tepung, ayo dong." Ditariknya Panji ke meja makan.
Panji makan dengan tak bergairah.

"Kenapa Mas? Kok loyo? Capek?"tanya Laras.

"Enggak, Mas harus jemput Sindy juga, tapi bingung pamitnya pada ibu. Sindy takut bilang ke neneknya. Takut bikin sedih,"jelas Panji.

"Ya wajar keduanya pasti sedih, tapi demi kebahagiaan, masa depan, memang sesuatu harus ikhlas melepaskan."

"Wah, pengalaman pribadi, nih."ujar Panji sambil senyum menggoda.

"Ya, kita harus ikhlas melepas, untuk meraih yang lebih baik. Apa saja itu, kontrakan misalnya, kalau mau gak repot ya kontrak lagi. Tapi kita harus ikhlas melepas dan bersusah-susah menempati rumah sendiri yang belum beres demi ke depannya, iya kan?"

"Betul, aku harus bisa memberi masukan ibu, demi masa depan Sindy juga."

"Ayo, temani aku ke sekolah Sindy."

"Siap, Bos."

Berdua berangkat menuju sekolah baru Sindy.
Desi dan Deni sudah sedari pagi kuliah. Butik sudah dibuka, karyawan sudah bisa jalan tanpa ditunggu.

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang