Part 16
CLBK
( Ch. Maria)Sore itu di keluarga Baskoro nampak ceria. Ada Baskoro dan Weni tengah minum teh bersama ibundanya.
Mereka berbahagia mendengar putri sulungnya Diani tengah hamil dua bulan. Itu artinya Baskoro bakal punya cucu, dan Ibundanya punya cicit."Aku senang sekali, cucuku Diani sudah hamil, harus di jaga, di ati-ati, namanya anak zaman sekarang. Hamil ya tetap sibuk sono-sini. Hamil tuh ya, istirahat dulu. Apalagi ini tri semester pertama,"kata Ibunda penuh khawatir.
"Gak papa Bu, Diani tak perlu dikhawatirkan kehamilannya, dia sudah konsul dokter, boleh tetap bekerja,"hibur Baskoro.
"Aku tuh mikir adikmu juga, Si Laras. Sudah waktunya punya suami lagi. Anak-anak butuh figur seorang ayah,"tambah Ibunda.
"Kemarin temanku nanya-nanya tentang Laras, sepertinya naksir,"jelas Weni.
"Siapa, dik, yang naksir Laras?"tanya Baskoro antusias.
"Prasetyo, teman kantorku, dia duda anaknya dua," jawab Weni.
"Nah, itu, siapa tau mereka sama-sama suka,"Ibunda menyahut dengan binar di wajahnya.
"Ya semua tergantung Laras yang menjalani. Kalau kita cuma mengenalkan, ya boleh-boleh saja, asal jangan memaksa,"tambah Baskoro.
"Dari pihak Prasetyo sih sudah beberapa kali main ke butiknya, bahkan ke rumah dan dia bilang tertarik sama Laras. Aku sendiri malah belum nelpon Laras,menanyakan bagaimana tanggapannya," terang Weni yang membuat Ibunda kian senang.
Terus terang sedih Ibunda melihat putri bungsunya kini menjadi orang tua tunggal menghidupi anak-anaknya yang masih kuliah.
"Bujuklah Wen, agar mau membuka hati,"pesan Ibunda.
"Iya, Bu, nanti Weni hubungi Laras. Lama juga tak berkabar,"tambahnya.
Acara minum teh dengan cemilan sukun dan pisang goreng terhenti karena adzan magrib.
*****
Sebelum makan malam Weni ingat, ingin menelpon Laras.
"Halo dik, sedang apa? Lama tak berkabar, sehat kan kamu dan anak-anak?" Weni membuka percakapan.
"Woi, mbak Weni,tumben. Puji Tuhan sehat. Anak-anak lagi sibuk ujian,"jawab Laras.
"Ada salam dari ibu, suruh dicarikan menantu,"canda Weni sambil tertawa.
"Ah, ibu bisa saja. Dari dulu itu- itu saja yang di tanya. Aku sudah bilang, aku belum tertarik untuk menikah lagi,"jawab Laras.
"Bagaimana dengan Pak Pras, Ras? Bukannya sudah sering main ke butikmu? Apakah kamu tak ada hati?"tanya Weni ingin memastikan kesungguhan cerita Prasetyo.
"Ya itu Mbak, aku belum sreg dan anak-anak juga kurang setuju dengan Pak Pras, tidak tau kenapa," jujur Laras.
"Ya, semua tidak bisa di paksa sih, perlu proses. Mungkin belum kenal lama juga, biasa anak-anak, jangan diambil hati. Kalau mamanya suka, ya jalan saja,"tambah Weni masih menggoda.
"Aku hanya sebatas teman, Mbak. Dan menghargai karena teman satu kantornya mbak Weni saja, aku tidak punya rasa yang lebih pada Pak Pras,"jawab Laras.
"Ya, begitu juga baik, berteman. Karena Prasetyo bilang ke Mbak, kalau naksir kamu, Ras. Wajar kan kalau mulai curhat ke calon kakak iparnya?" jelas Weni sambil tersenyum.
"Iya, Mbak, terima kasih. Cuma Laras masih hanya teman ke Pak Pras,"jawab Laras jujur.
"Oke, jaga diri baik-baik, sukses buat desainmu dan selamat belajar buat anak-anak yang lagi ujian,"pesan Mbak Weni lalu menutup ponselnya.
****
Hari Minggu Laras dan Desi jalan ke super market belanja keperluan dapur. Isi kulkas sudah mulai kosong.
Beberapa keperluan dan pembersih kamar mandi juga harus di beli.
Laras sering mengajak Desi belanja agar sekalian peduli dan perhatian akan kebutuhan dapur.
Maklum punya anak gadis harus mulai diajar memperhatikan keperluan dapur, bukan hanya kosmetik dan fashion.Ketika tengah asyik memilih barang, Laras dikejutkan dengan kehadiran Prasetyo yang rupanya tengah belanja juga dengan dua buah hatinya yang masih remaja.
"Selamat sore Laras, wah dengan putrinya, ya?"ujar Prasetyo sambil tersenyum.
"Nih kenalkan anak saya. Ini Putri dan ini Sandi,"ujar Prasetyo pada Desi putrinya Laras yang belum pernah bertemu selama ini.
Desi kemudian bersalaman pada dua remaja itu. Wajah Desi terlihat tak suka dengan mereka. Desi curiga pak Pras mulai cari muka pada bundanya, sok akrab. "Huh jangan harap mau menyatukan anak-anaknya dengan kami." gumamnya.Mereka jalan beriringan dengan keperluan masing- masing.
"Belanja apa ini, Putri," tanya Laras ramah.
"Bakso, sosis, naget, buat isi kulkas tante."
"Yah, itu kesukaanmu semua," Sandi ikut berbicara mencibir adiknya.
"Mau mencari obeng sama gembok untuk memperbaiki pintu garasi,"tambah Prasetyo.
"Oh, di sebelah sana,"kata Desi sambil menunjuk arah barat. Mereka pun berjalan ke arah yang di tunjuk Desi.
Desi akhirnya berbelok ke kiri ketika kebetulan mereka ke kanan. Desi sengaja menghindar."Maaf, saya masih ingin membeli sayuran di sebelah sana, sampai ketemu ya, Putri, Sandi, selamat belanja," pamit Laras lalu menuju ke arah sayur dan buah dimana Desi tengah memilih jeruk.
Mereka mengangguk hormat kemudian berlalu mencari barang yang dicari."Bun,sengaja aku berbelok sini, gak enaklah, belanja bareng," ujar Desi cemberut.
"Hus, gak boleh gitu. Tidak baik menunjukkan muka tidak suka. Bunda gak ada hubungan apa-apa kok. Bunda tidak cinta," jawab Laras sambil tersenyum, menegaskan kalimat terakhir, agar Desi lega.
"Berarti ada dong yang bunda cinta,"goda Desi putrinya sambil memasukkan buah pir dalam kantong plastik.
"Ya adalah, Ayahmu, sangat bunda cinta," jawab Laras santai sambil memasukkan beberapa kantong bumbu segar.
"Maksud Desi saat ini, Bunda. Setelah tidak ada ayah,"ujar Desi ingin tau.
"Oh itu,rahasia,"jawab Laras sengaja menggoda putrinya sambil tersenyum.
"Siapapun itu, Desi cukup senang. Semoga Bunda bahagia,"jawab Desi sambil berjalan beriringan memegang lengan bundanya.
Mereka memasukkan segala kebutuhan dapur yang masih kurang lalu menuju ke kasir."Bunda masih cantik menarik, pantas masih banyak yang suka,"cetus Desi.
"Bunda sudah tua lho, sudah hampir 40 tahun kok,"ujar Laras tertawa.
"Tapi Bunda wajahnya, seperti 30 tahun. Karena pandai merawat, tetap segar dan cantik,"tambah Desi.
"Kamu pun bisa merawatnya sayang, makan jangan sembarangan, banyakin sayur dan buah,istirahat cukup, olahraga raga teratur, dan yang penting harus hatinya bersih. Tidak punya dendam, iri dengki. Ikhlas menerima takdir. Maka aura kecantikan dari dalam akan keluar, begitu kata buku petunjuk,"jawab Laras sambil tertawa.
"Ah, Bunda, kok kata buku petunjuk sih? Buku yang mana?"tanya Desi.
"Ya, banyaklah, buku petunjuk yang baik-baik, nanti bunda kasih tau ya,"jawab Laras.
Tak terasa mereka akhirnya sampai di parkiran mengambil honda Brio hitam dan meluncur pulang.
Desi berada di balik kemudi, sedang Laras santai duduk di sebelahnya. Laras bersyukur anak-anak sudah besar sudah bisa diandalkan mengantar dan menemani bundanya belanja atau urusan keluarga yang lain.Kecuali urusan butik menghadiri seminar, dan pameran, Laras membawa honda jazz nya sendiri.
Dan tidak mengganggu urusan kuliah dan sekolah anak-anaknya.
Terkadang Laras ditemani Kristi asistennya.Sejak tiga tahun menjanda, Laras semakin mandiri. Bekerja berprestasi agar meningkatkan eksistensi diri. Sebagai wanita tunggal tak mudah baginya hidup santai, pun andaikan suatu saat harus bersuami.
Dia juga tak akan sepenuhnya bergantung pada laki-laki. Apalagi dirinya punya anak.
Tak mungkinlah suaminya harus bertanggung jawab juga pada anak yang bukan anaknya.
Betul tidak?Bersambung.
Jangan lupa vote, like, subscribe
KAMU SEDANG MEMBACA
CLBK
Novela JuvenilTerbuai gejolak cinta lama. Cinta yang lama padam, bagai tersengat arus listrik kini meremang, bersinar bahkan membara.