Part. 45

37 3 2
                                    

Part 45
CLBK
( Ch. Maria)

Pagi ini Panji dan Sindy pamit pada ibu akan ke makam. Tak lupa Panji menjemput Laras.
Bertiga mengunjungi makam Sekar.
Berdoa dengan setulus cinta.
Terlihat mata mereka semua berembun. Yakin Sekar sudah bahagia dan tersenyum melihat kini mereka datang bertiga.

Selepas dari makam mereka ke Kerten rumah orang tua Panji.

"Waduh, calon pengantin. Makin ganteng saja,Mas." sapa Anton, adik bungsu Panji.

"Selamat pagi Ibu,Bapak." Laras menyalami calon mertuanya.
"Ayo, masuk, wah, mana ya, ibumu, pasti di dapur."

"Eyang, sudah sarapan belum? Ini Sindy bawa Timlo."lapor Sindy.

"We, lha belum sarapan, kan masih pagi. Kalian dari mana kok sudah bawa timlo?"
"Dari makam, Eyang, sekalian beli timlo."
"We,lha cuci dulu."
"Iya Eyang, kalau cuci tangan sudah, kaki belum." jawabnya tertawa. Mereka semua ke kamar mandi untuk membersihkan tangan dan kaki. Tradisi yang harus diikuti.
Selain timlo ada sosis solo, tahu, tempe dan kerupuk.

Pagi ini Panji dan Laras ingin sarapan bersama dengan keluarga di Kerten.
Bapak, ibu, Panji, Laras,Sindy dan Anton.

"Bagaimana kaki dan tanganmu, sudah sembuh benar?"Ibu memegang lengan Panji.

"Puji Tuhan, sudah sembuh, Bu."
"Syukurlah, ibu ikut senang."

Mereka makan dengan tenang, menikmati timlo yang segar, panas, dan nikmat. Timlo adalah makanan yang bahannya terdiri dari soun, wortel, kentang goreng tipis- tipis, irisan daging, dan disiram kuah seperti sup ditaburi bawang dan seledri. Rasanya gurih dan segar, apalagi ditambah sambel kecap.

Setelah selesai makan Laras mengambil bungkusan baju seragam yang sengaja kembar dengan ibundanya untuk acara pernikahan nanti.

"Maaf ibu, ini kebaya brokat dengan kain untuk ibu, juga ini untuk bapak dipakai nanti di acara pernikahan."

"Oh ya, Nak Laras, terima kasih."

"Ini baju batik kembar untuk adik-adik Mas Panji."ujarnya sambil menyerahkan dia kemeja batik.

"Terima kasih, Mbak."Anton menerima bungkusan sambil tersenyum.

Bapak ibu merasa bahagia. Panji sudah menemukan tambatan hati.

***
Dari Kerten mereka langsung ke Gading wetan. Kali ini Laras harus bertemu dengan ibu almarhum Sekar, alias mertua Panji. Rasanya sangat tak enak, jika dia harus bertemu dan memohon restu. Tapi apa boleh buat, dari pada tidak datang terlihat seolah merebut menantunya.
Dengan niat baik, Laras beranikan diri menghadap.

"Selamat siang ibu, Mbak Pur," Laras datang menyapa bersama Panji dan Sindy.

"Wo, monggo, silahkan duduk Mbak Laras. Wah dari makam ya, tadi." Sapa nenek Sindy sambil menerima tangan Laras untuk bersalaman disusul Panji dan Sindy.

"Iya,Bu. Maaf ini ada kain dan kebaya buat ibu dan Mbak Pur, " Laras menyerahkan bungkusan kantong plastik pada mbak Pur.

"Oh ya,terima kasih banyak." Ujar mbak Pur senang sambil menerima bungkusan sambil memeluk Laras.

"Ini Bude, tadi beli timlo dan
lauknya. Kuahnya dipisah bisa dipanaskan kalau mau makan."ujar Sindy sambil membawa bungkusan Timlo.

"Ya, taruh di meja makan dulu, Bude mau lihat pakaiannya. Bagus nih warnanya kuning gading."jawab mbak Pur sambil membuka bahan kebaya.

"Ya warnanya hampir sama dengan punya Sindy."kata Sindy.

Setelah berbincang, tak lama Laras pulang karena nanti malam harus kembali ke Jakarta. Panji mengantar Laras pulang sementara Sindy beberes yang mau dibawa pulang. Rasanya cuma sebentar di rumah ini, namun bisa selesai semua.

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang