Part 40

47 4 0
                                    

Part 40
CLBK
( Ch. Maria)

Baskoro dan Weni masih heran dengan sikap ibunda. Sampai saat ini masih diam terpaku. Sarapan dalam diam, hanya duduk merenung.
Baskoro dan Weni harus masuk kantor. Dibiarkan ibundany merenung.

"Bu,Weni berangkat dulu."
"Bas juga berangkat,Bunda" Mereka mencium punggung tangan bundanya.

"Bagaimana adikmu,Bas?"

"Di telpon tidak diangkat Bunda, rupanya Laras tak mau bicara."

Baskoro dan Weni berangkat dengan mobil masing-masing.
Meninggalkan ibu Hapsari yang merenung, teringat masa lalu. Masa ketika SMA menjalin cinta dengan Hendrawan dan Anjani sahabatnya. Karena cinta lah yang membuat persahabatannya dengan Anjani putus. Rasa arogan dan emosi telah membakar jiwanya.

******

Setelah seharian tidur Panji terlihat lebih segar.

"Ayah, hari ini Sindy kerja kelompok, jadi pulang sore."pamit Sindy sebelum berangkat sekolah.

"Ya,yang penting bilang ke teteh. Mau bekal apa, masak apa, terserah. Siang nanti ayah ke Palembang cuma dua hari."

"Ya, hati-hati ayah." Sindy pamit mencium punggung tangan ayahnya, namun Panji memeluk anak semata wayangnya yang kini merangkak jadi remaja.

"Ati-ati, ya, naik motornya. Hubungi ayah pulang kerja kelompok nanti." Sindy mengangguk.

*****

Laras tengah berada di butiknya siang ini. Pesanan pakaian pengantin belum selesai dikerjakan ketika ponselnya berbunyi.

"Aku pamit Ras, ini di bandara mau ke Palembang."

"Ati-ati Mas. Dengan siapa saja?"
"Wisnu dan Rudi, cuma dua hari kok"

"Ya, ati-ati, Mas. Jaga kesehatan."

Laras masih belum plong dengan masalahnya. Masalah Ibundanya dengan dirinya dan Panji. Namun Laras tak ingin membicarakan, Panji akan berangkat tugas ke Palembang.
Laras tak ingin merajuk ibundanya, yang dari dulu sama, keras kepala dan setiap keinginannya harus dituruti.
Laras lebih banyak menelan sakit hatinya.
Bukankah sebagai anak harus patuh pada orang tua?
Bukankah membahagiakan orang tua perbuatan mulia?
Bukankah surga di bawah telapak kaki ibu? Bagaimana kalau berani melawan ibu. Maukah dibilang durhaka?

Laras kembali melanjutkan pekerjaannya.

****
Malam hari waktunya kumpul. Baskoro sudah pulang sejak sore tadi. Weni tengah menyiapkan makan malam. Herlambang putra kedua dan Sigit si bungsu sudah menanti di meja makan.

"Ibunda monggo, makan malam sudah siap." Weni ke kamar mengajak Bu Hapsari mertuanya.

"Kalian saja dulu dengan anak-anak, Bunda belum ingin makan."
Weni keluar dan bilang ke suaminya bahwa ibunda tidak ingin makan.
Sigit cucunya mendatangi kamar Eyangnya.

"Eyang sakit? kenapa tidak mau makan?"

"Sudah, makan sana,Eyang lagi tidak bernafsu makan."

"Ya sudah, Sigit makan dulu ya, Yang," Bu Hapsari mengangguk.

Setelah makan Baskoro dan Weni mengunjungi kamar ibundanya dengan membawa nampan.

"Bu, ibunda harus makan meski sedikit, nanti sakit."bujuk Weni

"Aku dari siang kepikiran Laras. Aku telah membuatnya menderita."Suara ibunda terdengar parau.

"Ibunda boleh cerita pada kami, tapi makan dulu sedikit, ini ada timlo hangat. Weni suapi ya, Bu?"

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang