Part 14

49 3 0
                                    

CLBK
Part 14
( Ch. Maria)

Tiga bulan sudah berlalu, pesanan baju dari kalangan atas, seperti pejabat, penyanyi, pesinetron mulai mengantri seiring namaku sebagai perancang busana yang tengah naik daun.

Aku bersyukur mengikuti iven-iven berkelas yang mulai mengorbitkan namaku. Hal ini selain karyaku yang mulai diminati kalangan menengah keatas, juga peran serta penyebar berita para jurnalis yang menghubungkan aku dengan pengusaha sukses kakakku yang belum lama mengadakan hajatan besar hingga semakin mendongkrak popularitas ku.

Wajahku mulai menghias di media cetak maupun elektronik, sebagai perancang busana sukses.

Beberapa teman lama mulai menghubungiku.
Mas Panji tetap sama selalu menyapaku setiap hari. Menanyakan kabarku, juga sebaliknya aku senang ada peningkatan kesehatan Sekar, walau aku masih belum boleh berkabar langsung dengannya.
Cukup foto Sekar juga Sindy putrinya yang mulai dikirim ke ponselku.

Sudah suatu peningkatan keterbukaan Mas Panji padaku. Aku senang aku bersyukur punya sahabat rasa saudara dan bahkan rasa kekasih, terkadang he he he.

Sedang Pak Pras makin kesini makin sering datang ke butik kalau gak mampir sekalian lewat, ya alasannya lihat koleksi terbaru. Bahkan pernah bilang kangen, gila gak tuh.?

Seperti siang ini Pak Pras datang sendiri sore-sore aku habis mandi, di butikku yang ada di rumah. Ada beberapa pelanggan tetap sedang memilih baju, Pak Pras datang langsung duduk di ruang tamu ku.

"Selamat sore Laras,"Pak Pras memanggilku dengan cukup Laras tanpa Mbak seperti biasanya.

"Sore juga, Pak, wah kok sudah tidak pakai seragam? Berarti sudah pulang kantor dong,"sapa ku ramah.

"Iya, sudah pulang jam 15.00 tadi, dan pengin ke sini saja sehabis mandi sore, pengin ngobrol.
Maklum di rumah suntuk, anak-anak sudah punya dunia sendiri, jadi tak punya teman ngobrol. Boleh kan aku main ke sini?"tanyanya sambil tersenyum.
Waduh mau apa nih, pak duda.
Jangan aneh-aneh ya Pak. Mentang-mentang aku janda, terus pak duda mau ngajak ngobrol? He he
Eh, memangnya dia tau aku janda?

"Silahkan Pak Pras, mari di sebelah sana saja,"ujar ku membawa pak Pras ke ruang tamu keluarga.
Aku tidak enak dengan para pembeli yang lain jadi kurang nyaman. Dan untuk pak Pras juga biar tidak terganggu lalu lalang pembeli. Toh mereka sudah ada yang melayani.

"Saya ambilkan minum dulu ya, Pak,"ujar ku sambil berlalu.
Di dapur aku sengaja membuat minum sendiri, karena mbak Sarmilah sedang repot beberes di kamar mandi. Dua gelas teh panas dan kue bolu tape kubawa ke ruang tamu.

"Monggo, Pak, seadanya," tawar ku pada Pak Pras yang tengah melihat-lihat foto keluarga yang tergantung di dinding.

"Almarhum sejak kapan berpulang,"tanyanya sambil duduk di kursi depanku.

"Hampir dua tahun," jawabku singkat. Aku heran, kenapa dia menanyakan ketiadaan suamiku, padahal di foto itu tidak ada yang menunjukkan statusku yang janda atau apa.

Foto itu tidak berubah sejak suamiku masih ada.
Aneh saja. Dia tau statusku dari mana? Tapi rasanya lucu kalau aku menanyakan. Tuduhanku mengarah ke Mbak Weni. Ya, dia pasti tau dari Mbak Weni kakak iparku yang teman sekantornya itu.
Atau mungkinkah ketika hajatan kemarin? Bisa jadi orang tau statusku ketika itu.

Semua nampak rapi berfoto lengkap di acara keluarga, sedang aku? Hanya bertiga dengan anak-anakku. Itupun sudah pasti mengundang banyak tanya.
Wajar kalau mereka jadi tau statusku yang janda.

Ada apa denganku? Apa harus malu?
Kenapa aku begitu sedih ketauan statusku? Bahkan dengan Panji pun aku belum jujur mengenai keadaanku.

Ini malah orang lain yang sengaja bertanya statusnya. Dan itu terdengar  menyakitkan.
Seolah tertuju kearah jodoh. Apalagi yang nanya seorang duda.
Ah aku jengkel dengan diriku sendiri.

CLBKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang