Part 81

119 21 19
                                    

“Aku harus ke Surabaya, Sis.” gumam Ferdy pelan.

Siska menghela napas panjang. Ia sudah berkali-kali menjelaskan pada Ferdy kalau itu bukanlah tindakan yang tepat, namun suaminya ini masih saja ingin kesana.

“Trus Mas mau bilang apa sama dia?” tanyanya dingin.

“Ya aku akan berusaha jelasin ke Risna dan minta maaf.”

Siaka tertawa sinis,”Trus masalah bakal kelar gitu? Jangan ngimpi, Mas! Kedatangan Mas kesana itu justru akan makin bikin Risna marah. Seperti bara api yang tersiram bensin. Kan Mas sendiri yang bilang kalo Risna itu marahnya ke Mas Ferdy nggak ketulungan!”

Ferdy menelan ludah dan menghela napas panjang.

“Tapi aku nggak bisa diam saja begini, Siska…”

“Ya tapi juga bukan berarti ngeyel mau pergi kesana! Nggak akan ada gunanya!”

Sekali lagi Ferdy menghela napas panjang, matanya makin nampak layu.

“Yang bisa kita lakukan sekarang adalah berdoa. Biar Hafla bisa bantu nenangin Risna. Cuma Hafla sekarang ini yang paling bisa menghibur dia. Kalau nggak bisa, ya aku juga udah nggak tahu mesti gimana lagi.”

Ferdy menggelengkan kepala tak setuju dengan yang dikatakan istrinya sambil berjalan ke luar kamar. Pikirannya sumpek.

Istrinya itu akhirnya memutuskan tak praktek hari ini karena mendengar kabar yang disampaikan oleh Sugianto tentang Risna yang akhirnya mengetahui tentang kematian Tasya.

Sementara di Jakarta, Ersha berusaha menjelaskan secara gamblang pada Hafla apa yang sedang menimpa Risna.

Dengan bahasa sederhana yang mampu dicerna oleh Hafla semoga saja anaknya itu tahu harus bersikap apa.

“Adiknya Tante Risna meninggal, Tante Risna sedih sekali.” Begitu Ersha menjelaskan mengapa Hafla diminta untuk menghibur Risna.

Hafla sudah paham apa itu meninggal. Ersha sudah pernah menjelaskan padanya saat menemani Eyang Suryani ziarah ke makam eyang kakungnya.

“Meninggal karena apa? Sakit?” tanya gadis mungil itu ingin tahu.

Ersha sedikit gugup.

“Sakit seperti yangkung?” tanyanya lagi berusaha memastikan.

Ersha mengangguk,”Iya, sakit. Tapi sakitnya berbeda dengan almarhum yangkung. Hm… Hafla nggak usah terlalu fokus sama sakit adeknya Tante Risna, Hafla harus fokus menghibur Tante Risna saja. Biar dia nggak sedih, bisa nggak?”

Hafla mengangguk.

“Baiklah… Nda sambungkan ke nomor Eyang Ningsih, ya.”

“Iya,” jawab Hafla sekali lagi sambil mengangguk.

Ersha kemudian membuka gawai dan menekan nomor Ningsih. Ia menelan napas melihat panggilanya di-decline oleh wanita itu. Berusaha dicobanya sekali lagi, masih sama.
Decline. Ersha menghela napas panjang.

“Kenapa, Nda?” tanya Hafla kepo.

Ersha berusaha tersenyum,”Mungkin Eyang Ningsih masih sibuk belum bisa menerima VC.”

Hafla termangu.

Sebenarnya Ningsih bukannya sibuk saat ini. Ia hanya bimbang... tepatkah bila saat ini ia menerima panggilan VC dari Hafla?
Risna sedang marah besar begini...?

Perlu kah mereka mengetahui kalau saat ini Risna sudah mengetahui kematian Tasya?

“Kenapa nggak diterima panggilan VC dari Bu Ersha, Bu?” tanya Hartono pelan dan ragu.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang