Part 40

149 25 22
                                    

Hafidz memasuki parkiran sebuah resto 24 jam di kawasan Sudirman Central Business District.

The Atjeh Connection Resto and Coffee adalah tempat yang di-share oleh Fauzi untuk mereka bertemu dan mengobrol.

Senyum tertahan di bibir Hafidz. Sahabatnya ini mengajak sarapan di tempat yang cukup elit padahal tadi ia mengira akan makan santai di warung tenda seperti jaman mereka kuliah dulu.

Menginjakkan kaki ke dalam resto, aroma khas rempah-rempah dan kopi berpadu menggugah selera makannya.

Matanya menatap mencari dimana sahabatnya. Nampak kursi-kursi berjejer di meja panjang dan dinding resto penuh frame berisi foto-foto jadul.

Hafidz!”

Hafidz menoleh. Senyumnya merekah. Segera dilangkahkan kakinya menuju dimana Fauzi duduk.

Mereka saling bersalaman dan berpelukan hangat.

Tafadhol bil juluus, madza turid minat tho'am wa syarob?"
(Silakan duduk. Mau pesan apa?) tawarnya ramah sambil menjentikkan jari memanggil pelayan.

Hafidz duduk sambil melihat pelayan yang datang membawa menu.

Ayyu tho'amin alladzu, Zi?"
(Apa yang enak disini, Zi?)

Kulluhu ladziiz, qohwah sanger Mumtaz!"
(Semuanya enak. Kopi Sangernya mantap!)

Hafidz tertawa. Sepertinya Mie Aceh sangat menggoda seleranya pagi ini. Ia memesan satu bersama si kopi Sanger yang baru saja disebut Fauzi.

Pelayan kembali membawa buku menu. Hafidz dan Fauzi saling bertatapan dan melempar senyum.

“Bagaimana..? Ada apa anta ngajakin ketemuan?” tanya Fauzi dengan bahasa Arab yang sangat fasih.

Hafidz menghela napas panjang. Fauzi menyeruput kopinya sambil menatap sedikit menyelidik.

“Hm... Soal Aliya...”

Fauzi mengangguk antusias,”Kenapa dia? Kemarin nampak sedih luar biasa seperti orang yang sedang patah hati saja!” pemuda tampan itu tergelak.

Hafidz tersenyum sendu,”Iya, Fauzi... Aliya memang tengah patah hati.”

Tawa Fauzi perlahan memudar. Keningnya mengerut.

“Patah hati? Sama siapa? Kemarin Abi Arkhan ketemuan sama abiku. Ahad ini kami diminta untuk datang melamar.”

Sekali lagi Hafidz kembali menghela napas panjang,”Iya, Fauzi...
Sebelumnya ana minta maaf. Aliya itu ternyata selama ini mengulur waktu beralasan ingin menyelesaikan S-2 padahal sedang menunggu seseorang...” ucap Hafidz jujur.

Fauzi menahan napas.

“Lantas...?”

“Hm... Ya... Ternyata abi tidak suka dengan pemuda yang disukai Aliya. Latar belakang keluarganya... Hm... Yah... Pokoknya abi tidak setuju.”

Fauzi memperhatikan dengan serius.

“Bagaimana...? Apa anta masih akan melanjutkan rencana meng-khitbah Aliya?”

Fauzi tersenyum sambil kembali menyeruput kopi.

“Ana akan bikin dia jatuh cinta sama ana, Hafidz. Anta tenang saja...” Ucapnya santai penuh percaya diri.

Hafidz tercengang.

“Ana sudah mencintainya lama sekali... Sejak bertemu pertama kali sebelum kita berangkat ke Mesir.”

Mata Hafidz membulat membuat Fauzi tergelak.

“Anta nggak tahu emangnya?”

Kepala Hafidz tergeleng polos. Fauzi makin tergelak.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang