Part 95

152 18 20
                                    

“Kamu udah gila, Sha!” tukas Risna gusar.

Ersha tertawa kering. Mungkin memang benar ia sudah gila, tapi semua keinginannya ini mendadak hadir di kepalanya karena ia merasa kasihan pada Risna.

Ersha ingin agar proses hijrah gadis itu bisa berjalan dengan lurus dan istiqomah bila ada seseorang dengan ilmu agama yang mumpuni mendampinginya.

“Pantes aja Mas Hafidz marah! Kamu nih ngaco banget!” sekali lagi Risna mengomel.

Ersha tersenyum sendu.

“Aku nggak mau ya, Sha! Kamu jangan lagi membahas keinginan gilamu ini sama Mas Hafidz! Ya ampun, Sha, aku bener-bener nggak nyangka kalo kamu bisa sengaco itu!”

Risna geleng-geleng kepala sambil berjalan menjauhi Ersha dan berdiri di tepi jendela.
Ersha menghela napas panjang masih dengan senyum sendu yang terlukis di bibirnya.

“Gimana bisa sih, ada pikiran gila macem itu seliweran di otakmu?” tanya Risna sambil menoleh. Wajah gadis itu merah padam.

Ersha menghela napas panjang,”Aku juga nggak tahu... aku cuma pingin ada seseorang yang membersamai proses hijrahnya Mbak Risna... dan Mas Hafidz itu kan ilmu agamanya tinggi, Mbak bisa nanya apapun sama beliau, sama kaya aku yang banyak belajar dari beliau.”

“Ya kalo cuma untuk belajar kan nggak perlu sampe menikah kan, Sha?” tukas Risna gusar.

Ersha kembali menghela napas panjang tak mampu menjawab lagi. Memang benar, sih apa yang baru dituturkan oleh Risna.

“Lagian emangnya kamu udah nggak cinta lagi sama suamimu itu?” tanya Risna tajam membuat Ersha terhenyak.

Mengapa pertanyaan yang dilontarkan oleh Risna barusan senada dengan pertanyaan Hafidz pagi tadi di kolam renang?

Memangnya mengijinkan seseorang untuk menikah lagi ada kaitannya dengan cinta yang sudah luntur?

“Ya cintalah, Mbak...” jawab Ersha pelan.

“Ya kalo cinta dijaga baik-baik, dong. Bukannya ditawari ke orang. Gimana sih kamu?”

Ersha tertawa kering. Sebodoh itukah ia di mata Risna akan keputusannya ini? Tak bisakah gadis itu melihat keinginannya sebagai wujud pengorbanan agar ia bisa menggapai kasih sayang Allah dengan lebih sempurna lagi bila mampu mengijinkan seorang Hafidz yang membersamai perjalanan hijrahnya?

Terdengar suara ponsel berbunyi. Risna yang merasa kalau itu suara ponselnya, segera mencari sumber suara di atas bufet di depan ranjang. Keningnya mengerut melihat nama Siska di situ.

“Ya assalamu’alaikum, Siska...”

Ersha tersentak dan ikut mengerutkan kening mendengar Risna menyebut nama Siska.

“Baik alhamdulillah... nggak, aku nggak jadi menginap di rumah Ersha, aku di hotel. Ada apa?” tanya Risna tanpa basa basi.

Saat ini pikirannya sedang kusut akibat membicarakan masalah yang mengejutkan dan sama sekali tak pernah terlintas dalam benaknya.

Ersha memandangi Risna. Nampak wajah gadis itu yang tadinya keruh berubah semringah.

“Kamu serius? Dokter siapa namanya?” tangannya meraih kertas dan bolpoin yang ada di bufet.

“Dokter Arnadi? Spesialis Bedah Orthopedi? Oke, noted. In syaa Allah besok aku temui beliau. Makasih banyak, ya!”

Risna nampak menuliskan nomor ponsel dokter yang dimaksud Siska. Ersha menghela napas panjang. Ada sedikit kelegaan di hatinya.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang