Part 62

136 20 14
                                    

Hujan rintik-rintik membasahi kaca mobil Hafidz. Di sisinya, Hafla dengan wajah semringah menatap ke samping. Mulut mungilnya sesekali menyebut huruf-huruf yang sudah ia ketahui, Hafidz mendengarkan sambil sesekali tersenyum.

Putrinya ini sungguh cerdas luar biasa. Usianya empat tahun sudah hampir menguasai juz 30 ia bersyukur. Untuk membaca huruf hijaiyah memang masih bertahap. Masih iqro dua bacaannya, tapi sudah hapal alphabet, hanya saja masih sering kesulitan menyambungnya.

Ersha sangat sabar dan telaten sekali mengajari putri mereka, Hafidz sangat bersyukur. Jadwal kerja yang padat nine to five tak selalu bisa ia andalkan untuk sepenuhnya mengawasi tumbuh kembang Hafla. Ersha lah yang berperan penuh.

Namun Hafidz tak pernah lupa untuk turut serta mengajari putrinya itu, meski hanya sekedar setoran hapalan bila sang bunda sudah melakukan muroja'ah pada Hafla. Hafidz menikmati semuanya.

Ia bersyukur... Allah karuniakan Hafla yang cerdas dan Ersha yang shaliha betapa lengkap hidupnya.

Seign kiri ia hidupkan, warung soto yang ia tuju sudah dekat. Hafidz memarkir mobilnya kemudian meraih payung di jok belakang dan membuka pintu mobilnya.

“Hafla disini sebentar, ya. Abi nggak lama, hujan soalnya. Nanti abi belikan es krimnya.”

“Rasa coklat ya, Abi.” serunya riang.

In syaa Allah.” jawab Hafidz sambil menutup pintu.

Hafidz mengembangkan payung dan bergegas memasuki warung soto yang cukup ramai.
Memang pas jam makan siang, ia menunggu antrian membeli soto.

Matanya menjelajah, ada freezer es krim tak jauh dari tempatnya berdiri, ia bersabar saja. Kalau sekarang sudah ia ambil es krim untuk Hafla nanti keburu mencair.
Masih dua orang lagi di hadapannya yang menunggu giliran.

Memang lebih enak dibawa pulang soto yang ia pesan ini, karena kalau makan di warung dengan tempat yang penuh kurang nyaman menurutnya.

Warung yang ia datangi ini sederhana, tak terlalu besar namun karena rasa sotonya enak sekali hingga dibanjiri para pelanggan.

“Mau pesan berapa, Pak?’

“Hm.. lima porsi ya, Pak. Tapi nasinya dipisah saja.”

“Baik...”

Dengan cekatan, penjual soto meracik bumbu dan memasukkan tauge, soun, ayam dan kol ke dalam plastik kemudian menyiram kuah.

Hafidz memesan tambahan beberapa sate telur puyuh kesukaan Hafla juga sate ati ampela. Setelah lengkap semua, ia menuju kasir sambil sebelumnya menuju freezer es krim.

Dipilihnya ukuran cup yang tak terlalu besar ukurannya yang penting rasanya rasa coklat. Hafla pasti suka. Kemudian Hafidz bergegas menuju kasir dan membayar.

Sudah selesai semua, ia segera menuju parkiran. Hujan masih turun dan sekarang lebih lebat dari sebelumnya, payung berwarna ungu yang tadi ia pakai segera ia gunakan kembali untuk menuju mobil.

Namun betapa kagetnya Hafidz, mobilnya kosong. Hafla tak ada. Allahu Akbar! Kemana putrinya itu? Ia panik sekali.

Dijelajahnya pandangan, tak ada siapa-siapa. Hanya tukang parkir yang sedang berteduh. Hafidz segera berlari ke sana.

“Pak, lihat anak kecil perempuan turun dari mobil saya, nggak?”

Sang juru parkir berpikir sejenak. Kemudian menggeleng.

“Nggak, Pak. Saya nggak lihat.”

“Ya Allah... pake jilbab ungu, Pak. Nggak lihat?”

Hafidz sekali lagi menekankan ciri-ciri Hafla.
Sekali lagi juru parkir menggeleng.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang