Part 92

130 19 15
                                    

Risna memandang berkeliling kamar Hafla. Napasnya agak tertahan melihat Siska yang sudah selesai menunaikan salat Zuhur.

Wanita itu sedang berdzikir, ia kemudian menunggu sambil melihat-lihat kamar bocah mungil itu. Dengan wall paper ungu muda yang lembut, ada beberapa foto-foto Hafla di dinding, Risna tersenyum gemas melihatnya. Hafla begitu fotogenik menurutnya.

“Mau salat, Ris?”

Risna menoleh. Siska sambil tersenyum hangat menyerahkan mukena milik Ersha padanya.
Risna mengangguk gugup dan menerima mukena itu sambil mengucap terima kasih.

“Berapa hari rencananya mau nginep di sini?” tanya wanita itu sambil berjalan menuju lemari pakaian milik Hafla dan berkaca untuk memperbaiki hijabnya.

Risna memperhatikan sejenak Siska yang sekarang serius memperbaiki kerudung krem yang ia pakai. Wanita ini apakah memang sudah lama mengenakan kerudung, ya?

Risna tersentak saat Siska menoleh. Nampaknya wanita itu bingung karena tak segera mendapat jawaban dari pertanyaannya. Risna segera tersadar.

“Hm... aku belum tahu. Sebenarnya sih nggak niat nginep di sini, tapi tadi Hafla sudah wanti-wanti aku harus tidur sama dia nanti malam,” jawab Risna sambil tertawa kecil.

Siska tersenyum.

“Hm... kamu sudah lama berhijab, Sis?”

Akhirnya terlontar juga pertanyaan itu dari mulutnya. Padahal tadi tak ada niatan bertanya, hanya membatin saja.

Siska tersenyum. Usai merapikan hijab ia berjalan mendekati Risna, mengajaknya duduk di tepi ranjang sejenak. Risna menatap Siska sedikit bingung.

“Aku pakai kerudung sejak kenal sama Ersha. Dia yang mengingatkan aku untuk mengenakannya karena hukumnya wajib bagi setiap muslimah. Padahal saat itu salatku masih belum tertib lima waktu. Belum ngerti apa-apa soal agama. Tapi bismillah... aku memantapkan hati.”

Risna menghela napas panjang. Kepalanya mengangguk pelan.

“Semoga kamu juga segera menyusul, ya. Kalau sudah pakai hijab itu, seperti ada pagar yang selalu menjaga kita dari melakukan hal yang buruk. Seperti ada rem yang mengingatkan kita setiap akan melakukan hal yang Allah nggak ridho,”

Risna menelan ludah. Kepalanya mengangguk lagi, kemudian entah ada dorongan dari mana, ia malah memeluk Siska.

“Doain aku biar segera menyusul. Semoga aku bisa istiqomah ya, Siska. Aku pingin jadi manusia yang lebih baik lagi.”

Mata Siska mengembun, ia terenyuh akan ucapan Risna.

In syaa Allah... aamiin... kamu aman berdekatan dengan Ersha, dia akan banyak membimbing kamu.”

Risna melepaskan pelukan, kepalanya terangguk membenarkan. Beberapa bulan ini berdekatan dengan Ersha meski hanya secara virtual, mampu membuat hatinya selalu merasa tenteram.

Siska menggenggam tangan Risna,”Aku pamit, ya. Sampai bertemu lagi.” ucapnya dengan senyum manis.

Risna mengangguk sambil balas tersenyum,”Iya. Hm... terima kasih untuk semuanya. Aku banyak melakukan kesalahan sama kamu, tapi kamu banyak menolongku, terima kasih, Siska...”

Siska tertawa kecil. Mereka saling mencium pipi lalu berpisah.

*****

Hafidz, Ersha dan Hafla melepas kepergian keluarga kecil Siska. Kemudian mereka kembali memasuki rumah.

“Tante Risna masih salat ya, Nda?”

Ersha menoleh, kemudian mengedarkan pandangannya sejenak.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang