Part 34

177 21 37
                                    

Dua  Tahun Kemudian

Pagi mulai menampakkan diri...
Awan putih mulai berarak berpadu dengan jingga merah di ufuk timur.

Mentari mulai menggeliat memamerkan sinar keemasan. Burung-burung berkicau riang naik turun di dahan pohon rambutan.

Ferdy mengendus pelan tengkuk istrinya. Senyum manisnya tersungging.

Wangi yang menenangkan begitu membangkitkan semangat baru. Tangannya meraba perut istrinya yang sedang hamil besar. Senyumnya makin melebar.

Ada gerakan halus yang ia rasakan disitu. Sepertinya bayi dalam kandungan Siska mulai menendang-nendang meminta ibunya bangun.

“Bangun, Sayang. Sudah pagi. Sholat subuhnya kesiangan. “

Siska menggeliat. Matanya menyipit lalu membulat. Ya, ampun. Benar, pagi sudah nampak, ia kesiangan bangun.

“Mas kenapa nggak bangunin aku? “

Ferdy tertawa. Ia tak tega. Semalam istrinya dinas sore, pulang sudah pukul 22.00 malam.

Sesudahnya, wanita cantik itu mengerjakan tugas kuliah sampai hampir pagi.

Kadang ia kasihan pada Siska, tapi Siska tak pernah mengeluh. Wanita itu sungguh tangguh luar biasa.

Siska bangkit dan menuju keluar kamar. Ferdy tersenyum sambil meraih gawai dan meneruskan menonton anime kesukaannya.

Hari ini hari Ahad, ia dan Siska bisa bersantai. Dilihatnya wanita itu sudah kembali memasuki kamar dan menghamparkan sajadah.

Sudah memasuki usia sembilan bulan kandungan Siska, bobotnya naik lumayan banyak tapi dimatanya Siska malah makin menggemaskan.

Tak ada mual muntah sama sekali pada trimester pertama. Makan apa saja suka kecuali bubur ayam.
Siska pasti menyuruhnya menjauh bila makan bubur ayam karena wanita itu tak suka. Mual katanya. Ferdy tersenyum mengingat itu semua.

Ah... Dimatikannya gawai. Ia menonton anime tapi pikirannya tak tertuju pada film yang sedang ia tonton.

Lebih baik membuat teh saja untuk Siska serta roti bakar. Istrinya pasti suka.

Sementara di Jakarta sana, Hafidz dan Ersha sedang bersepeda pagi bertiga Hafla di car free day Sudirman.

Ramai sekali orang disana. Hafla berceloteh di kursi mungil di depan abinya, kadang bernyanyi, kadang membaca surah-surah pendek mengikuti Hafidz.

Sementara Ersha di sisi kiri suaminya menggowes sepeda yang berbeda.
Sesekali wanita cantik itu memandangi Hafidz dan Hafla, ia tersenyum bahagia sambil mengucap syukur dalam hati.

Betapa lengkap hidupnya. Memiliki Hafidz dan Hafla harta yang ternilai baginya.

Mereka menuju ke suatu tempat. Ada Aliya, Hasna, Arkhan dan Suryani di situ. Mereka memang datang bersama tadi.
Hanya saja Aliya saat ini sedang malas bersepeda. Gadis cantik itu memilih bersenda gurau bersama abi, ummi dan Suryani ibu Ersha.

Aunty Liya! “ teriak Hafla senang.

Kakinya bergoyang-goyang hendak berlari padahal ia masih duduk di sepeda.

“Heiii... Haflaaa..! “

Aliya nampak ceria melambaikan tangannya.
Hafla mengulurkan kedua tangannya.

Sepeda Hafidz berhenti tepat di hadapan adiknya. Langsung saja Aliya menggendong keponakan tersayang,  memenuhi pipinya dengan ciuman gemas.
Hafidz dan Ersha memarkir sepedanya kemudian bergabung.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang