Part 22

213 24 8
                                    

Ersha menepuk-nepuk pantat Hafla yang mulai mengantuk.
Anaknya minum dot sambil matanya nampak mulai redup.

Dibacakannya surah-surah pendek, lama-lama anaknya itu terlelap juga. Ersha keluar kamar.

Mbak Anis sedang mengepel lantai. Ia menuju dapur akan menyiapkan bahan masakan untuk dieksekusi Anis.

Keningnya mengerut saat matanya tak sengaja melihat jadwal padat Hafidz yang ditempel suaminya di kulkas.

Ia menghela napas panjang. Hampir setiap hari pulang kantor ada saja acara yang harus suaminya isi dengan kajian dan tausiyah.

Malam ini, suaminya diundang mengisi pengajian di rumah salah satu rekan kantor.
Ersha membuka pintu kulkas dan memeriksa isinya.
Buah-buahan mulai menipis, diperiksanya madu kesukaan Hafidz. Sudah tinggal sedikit juga. Sepertinya ia harus keluar rumah hari ini untuk belanja.

Ersha harus memperhatikan makan Hafidz, jangan sampai suaminya sakit lagi seperti dulu. Ia menyambar gawai meminta ijin Hafidz untuk keluar rumah.

Nda sehat nggak? Kalo lagi lemes nggak usah. Nanti abi beli sendiri saja habis pulang kantor. “

Aku nggak papa. Gimana? Boleh?

Agak lama Hafidz menjawab pesannya. Ersha menyambi mengupas bawang merah bawang putih. Lalu terdengar suara gawainya.

Oke, tapi hp jangan di off in ya, Nda...

Ersha menjawab dengan emoticon jempol. Segera digegaskan tangannya menyiapkan bumbu-bumbu, kemudian bersiap-siap pergi.

“Mbak Anis, titip Hafla dulu, ya. Saya mau ke swalayan sebentar. “

“Oh, iya, Bu Ustadzah... “

“Susunya Hafla disitu. Masih ingat kan cara bikinnya? “

“Masih, Bu Ustadzah. “

“Baiklah...”

Ersha tersenyum manis sambil mengucap salam. Anis menjawab salam dengan penuh hormat.

*****

Hafidz memandangi gawainya. Ersha sedang berada di swalayan tak jauh dari rumah mereka.

Via hp ia bisa memonitor posisinya. Istrinya itu sekarang begitu dingin tapi sangat tanggap memenuhi segala kebutuhannya, menjaga kesehatannya padahal tubuh Ersha sendiri tak terlalu sehat.

Hafidz menghela napas panjang.
Apa mungkin memang sekarang bagi Ersha beginilah wujud cinta yang sesungguhnya, ya?

Tak perlu katakan cinta, namun serius konsisten dalam menjaga pasangan.

Tapi Hafidz butuh lebih dari itu... Ia sungguh rindu...
Rindu belaian sayang Ersha, rindu tatapan manja penuh cinta dan senyum lepas wanita itu yang sekarang ini lenyap.

Ersha tak pernah minta dicumbu. Selalu ia yang mendahului, dan Ersha tak pernah menolak, namun nampak jelas kalau semua itu hanyalah keterpaksaan saja.

Ersha menanggapi segala rangsang yang ia tujukan dengan hambar, tak pernah lagi bersambut hangat.

Gawai Hafidz berbunyi. Keningnya mengerut. Nomor tak dikenal masuk ke gawainya.

Assalamu’alaikum. “ Jawab Hafidz usai menekan ok.

Wa’alaikumsalam, Akhy... Ana Pingkan. Ana adik tingkatnya Ukhty Aliya, yang jadi PJ acara seminar kampus yang akan dilaksanakan minggu depan, Akhy.. Afwan ini dadakan banget... Pembicara kami mendadak membatalkan secara sepihak karena harus bertolak ke Malaysia katanya ada urusan yang tak bisa ditinggalkan kata beliau. Padahal undangan sudah disebar ini, Masyaa Allah... “

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang