Part 1

1.3K 37 33
                                    

Ferdy mengendarai mobil Siska sambil sesekali melirik pada istrinya.

Tadi wanita itu begitu ramai bercerita ini itu, membahas pernikahan mereka, membahas segala wejangan ayahnya, membahas soal Ersha yang saat ini tengah hamil, lalu sekarang mendadak senyap. Siska sudah terlelap, Ferdy tersenyum.

Dibelainya puncak kerudung istrinya itu, diusapnya penuh sayang.

Mobil sudah keluar Tol Pasteur dan menuju komplek TNI-AU Lanud Sulaiman Bandung. Cukup hanya dengan waktu dua puluh menit saja, mobil Siska memasuki Jalan Margahayu.

Ferdy menurunkan kaca mobil karena memasuki kawasan komplek.

Seminggu yang lalu sudah ia siapkan rumah dinasnya itu agar Siska nyaman tinggal disana. Dadanya berdebar.

Pertanyaan Kolonel Joko sang komandan saat ia menghadap dulu seperti terdengar kembali di telinganya.

Apakah Siska siap hidup mendampinginya sementara wanita itu biasa hidup berkecukupan cukup membuatnya tersadar.

Iya ya, dirinya ini sungguh nekad luar biasa meminang Siska yang seorang anak Jenderal.

Tapi jawaban Siska waktu itu mampu meredakan kekhawatirannya. Bahwa mendampinginya dari bawah menurutnya adalah sebuah kehormatan.

Bahwa saat sudah menikah, wanita cantik itu akan melepaskan seluruh atributnya sebagai anak seorang jenderal.

Ferdy menghela napas panjang. Sekali lagi dibelainya puncak kerudung istrinya. Semoga saja Siska bisa menepati kata-katanya.

Azan Isya berkumandang, Ferdy membelokkan stir memasuki carport rumah dinasnya.

“Sayang, sudah sampai… “ ucapnya sambil menepuk bahu Siska lembut.

Siska tersentak, “Iya? Kenapa? “ tanyanya sedikit tergagap.

Ferdy tertawa, “Sudah sampai. Nyenyak banget kamu tidurnya, Sayang. Mimpi apa? “

Siska tertawa malu. Matanya kriyip-kriyip  memandang rumah gelap di hadapannya. 
Senyumnya tersungging. Persis seperti apa yang ia bayangkan.

Rumah mungil bercat biru tua dan biru muda khas Angkatan Udara nampak pada netranya.

Ya Allah… dadanya berdebar lembut. Rumah inilah yang akan menjadi saksi bisu awal mula perjalanan rumah tangganya bersama Ferdy.  Laki-laki yang Allah pilihkan untuknya.

“Ayo, turun! Jangan bilang nggak betah, lho! Ini rumahmu sekarang! “

Siska tertawa, “Ish, siapa juga yang nggak betah? Aku malah udah nggak sabar kok mau tinggal disini! “ tukas Siska segera.

Ferdy tertawa. Ia keluar dari mobil dan membuka pintu belakang mobil dan juga bagasi. Siska melepas seat belt nya dan turun dari mobil.
Diangkatnya koper yang diturunkan Ferdy.

Ferdy menahan tangannya, “Kamu bawa yang ringan saja. Ini biar aku yang bawa. “

Siska tersenyum haru. Ia kemudian memilih membawa printilan dalam tas ransel suaminya. Dipakainya di punggung.

“Itu juga berat, Sayang. Itu aja tuh tas kain yang tadi kamu masukkan oleh-oleh buat tetangga.“

Siska tertawa, “Ah, kaya anak manja aja. Aku udah biasa kali bawa ransel berat! “ jawab Siska santai sambil menyambar tas berisi oleh-oleh.

Ferdy tersenyum haru.
Ia kemudian mengajak Siska masuk. Dibukanya pintu dengan kunci miliknya sambil menatap istrinya.

“Silakan,  Nyonya Ferdy… “

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang