Part 41

152 27 24
                                    

Komandan Ferdy yang menjadi ketua panitia penyelenggaraan senam kesatuan Angkatan Udara se Yogyakarta memasuki GOR. 
Ferdy dan Wahyu segera mencari tempat duduk.

Wahyu mendorong lengan Ferdy agar duduk tepat di sebelah Dokter Risna membuat pemuda itu tak mampu berkelit. Ia duduk sambil berusaha mengangguk hormat dan tersenyum.

Dokter Risna pun balas tersenyum manis. Matanya menjelajah sejenak pada postur Ferdy yang tegap dan sangat proporsional, kemudian menatap ke depan.

Sesekali nampak wanita muda Angkatan Udara itu memastikan apa yang disampaikan oleh ketua panitia pada briefing pagi ini. Ferdy menjawab apa yang ditanyakan dokter di sampingnya itu.

Bila maksud dari komandan tak sesuai dengan yang ditangkap si dokter, Ferdy menjelaskannya. Gadis itu nampak mengangguk-angguk.

Sepertinya Risna baru pertama kali ini terlibat dalam acara semi formil seperti ini.

Setelah semua dirasa cukup untuk disampaikan, ketua panitia pun pamit.

Semua peserta meeting berdiri dan memberikan hormat dalam sikap sempurna, kemudian komandan berlalu.

Berdasarkan pembagian job desk yang sudah ditentukan, Ferdy, Wahyu dan beberapa orang lagi diberi tanggung jawab menyiapkan segala sesuatu agar kegiatan senam pagi ini bisa berjalan lancar dan sukses.

Sementara Dokter Risna bersama beberapa rekannya akan berada di tenda menerima pemeriksaan fisik seperti pengukuran tekanan darah dan konsultasi kesehatan.

Ferdy beberapa kali menahan napas... Memang ada yang berbeda dari gelagat si dokter Wara ini. Ia sepertinya perlu berhati-hati.

Risna beberapa kali tertangkap basah sedang memperhatikan dirinya. Ferdy menghela napas panjang sambil tetap berusaha fokus dengan job desk yang sudah ditetapkan.

*****

Aliya termangu di depan hamparan sajadahnya. Air matanya meleleh.

Entah mengapa susah kering air matanya ini. Ahad besok, keluarga Fauzi akan datang. Sementara ia sampai saat ini masih menginap di rumah abangnya.

Tak ada niatan sedikit pun Aliya untuk pulang ke rumah orang tuanya. Padahal Ummi Hasna sudah berkali-kali membujuk tapi Aliya tetap berkeras hingga akhirnya Hafidz meminta agar sang ibu bersabar...
Aliya butuh waktu.

Hari ini Hafidz baru akan mengantar Aliya pulang agar bisa menyiapkan diri untuk acara lamaran besok.
Aliya menghela napas panjang.

Ersha memintanya untuk menunaikan salat istikharah, namun semua rasanya begitu hampa.
Hanya Mario saja yang berputar-putar di kepalanya membuat dirinya makin rapuh. Padahal Mario kan sudah menyatakan mundur... Pemuda itu merasa tak layak untuk mendampinginya, namun Aliya masih saja berharap.

Mengapa... Mengapa harus sepahit ini kisah cintanya yang bahkan belum sempat dimulai..?

Matanya berkerjab. Lampu ruang tengah nampak menyala. Aliya segera berdiri untuk mematikan lampu kamarnya tapi terlambat.

Pintu terlanjur diketuk. Aliya dengan enggan membukanya. Nampak Hafidz sang abang tersenyum hangat.

Masyaa Allah... Sedang tahajjud rupanya..? Jangan lupa lanjut istikharah, ya...”

Aliya menghela napas,”Sudah.” Jawabnya pendek saja.

Senyum Hafidz berubah nakal,”Gimana...? Sudah nampak kah wajah Fauzi?”

Aliya menahan napas. Bayangan Fauzi berkelebat. Memang secara halus Allah nampakkan sosoknya dalam salat istikharah-nya, namun hatinya tak merasakan sensasi apapun. Beku. Dingin.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang