Part 70

137 25 28
                                    

Posisi masih sama...

Arkhan dan Hasna duduk bersama dengan Hafidz usai makan malam bersama.

Hasna menyimak segala yang diceritakan putranya pada sang ayah. Arkhan nampak tersenyum berusaha membuka pemikiran dan meredakan kekhawatiran Hafidz.

Usai "menembak"nya dengan ayat Al Quran, nampaknya Hafidz masih belum mau menurunkan egonya.

"Psikolog Hafla kan sudah menyarankan apa yang harus kamu siapkan terlebih dahulu, Fidz. Dia itu mengerti ilmu psikologi anak, pastinya tidak akan ngawur memberikan saran."

Hafidz sekali lagi menghela napas panjang.

"Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui kalau kamu mengijinkan Hafla bertemu Risna. Pertama kamu menolong Risna agar keadaannya membaik, kedua kamu menolong Pak Sugianto agar menantunya bisa kembali bebas dari segala tuduhan kalau Risna mau mencabut gugatan. Nah... apalagi yang menghalangi kamu untuk melakukan hal ini? In syaa Allah apa yang kamu lakukan ini, Allah ridho, Fidz. Luruskan saja niatmu..."

Hafidz menelan ludah. Abinya menyebut nama Sugianto...

Mendadak berkelebat semua yang ia lakukan bersama Jenderal bintang dua itu saat berada di dalam mobil mencari Hafla.

Bagaimana pria itu berupaya sekuat tenaga mengerahkan segala kemampuan untuk menemukan putri mungilnya. Bahkan sering mengatakan Hafla sebagai "cucu saya". Sugianto begitu tulus menyayangi gadis mungilnya itu.

Rasanya mendadak ada rasa bersalah menyusup perlahan dalam hatinya. Ia sudah sangat egois...

Hafidz pun luluh... kepalanya terangguk pelan.

"Na'am, Abi." (iya)

Arkhan menepuk bahu putranya, senyum leganya tersungging.

"Yang penting sekarang fokus siapkan Haflanya, Fidz..."

Hasna menambahkan yang langsung direpon dengan anggukan tanda setuju dari sang suami.

"Na'am, Ummi." Jawab Hafidz patuh.

"Kalau kalian ke Jogja, ajak Ukhty Siska. Hafla kan selalu terhibur kalau ada Andika. Ummi rasa bisa sedikit meredakan ketegangan perasaannya Hafla."

"Iya, paling tidak Haflanya jadi rileks." Sambung Arkhan.

Hafidz mengangguk setuju. Lalu ketiganya tersentak. Terdengar ada suara mobil berhenti di luar sana.

"Ah... Aliya itu, Bi..." ucap Hasna senang.

Arkhan tersenyum sambil mengangguk, sementara Hafidz dengan kening mengerut segera berdiri dan menyibak sedikit gordyn rumah ayahnya.

Ia berusaha menajamkan pandangannya lalu tersenyum lebar.

"Iya benar, Um." tukas Hafidz bersemangat sambil membuka pintu.

Arkhan dan Hasna saling berpandangan nampak tersenyum bahagia.

"Assalamu'alaikum!"

Hafidz mendahului mengucap salam pada sahabatnya.

"Eh... wa'alaikumsalam, Fidz. Masyaa Allah...benar berarti kata Aliya barusan. Dia bilang ada mobil anta di depan tadi."

Hafidz tertawa kemudian menyalami dan berpelukan hangat dengan sahabatnya.

"Tumben ini malam-malam? Mau menginap disini?" tanya Hafidz semringah.

Aliya merengut sejenak sambil menepuk lengan abangnya.

"Ana sama Bang Fauzi emang sejak kemarin sudah bilang ummi akan menginap disini, Bang. Justru Bang Hafidz yang tumben datang bukan pas weekend seperti biasa? Ada apa? Abis curhat yaaa sama abi ummi?" goda Aliya sambil tertawa.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang