Part 3

276 23 16
                                    

Siska memandangi masakan yang ia buat dengan sendu. Capcay dan cumi goreng tepung lengkap dengan saos sambal tersaji manis di meja makan.

Bagaimana, ya nanti saat suaminya pulang? Ia malu sudah berbuat salah. Sudah tidak amanah menjaga harta suami dengan membelanjakannya tanpa ijin terlebih dahulu.

Kata-kata Ersha terngiang. "Minta maaf... tidak boleh gengsi untuk minta maaf" tapi aahhh.... Rasanya malu sekali hatinya.

"Assalamu'alaikum.. !"

Siska terlonjak. Ia menelan ludah. Agak didongakkannya sedikit dagunya, ia tak mau nampak lemah di hadapan Ferdy. Pemuda gagah itu masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumsalam. " jawab Siska.

Ferdy tersenyum manis sambil menutup pintu.

"Hai, Sayang. Masak apa? " tanya pemuda itu.

Siska menahan napas, "Capcay sama cumi goreng tepung. " jawabnya pelan.

Dadanya berdebar. Wajah suaminya tak nampak marah. Lantas pantaskah ia yang marah? Kan ia yang salah sudah membelanjakan uang Ferdy tanpa ijin.

"Wah... kelihatannya enak. Aku mandi dulu, ah! Laper! "

Siska tak bereaksi. Bukan karena masih marah, tapi bingung, dan pastinya gengsi meskipun kadarnya sudah menurun di posisi 50%.

Ferdy menyimpan senyum melihat istrinya yang menurutnya masih ngambek padanya. Ia berjalan menuju kamar.

Siska menghela napas berat. Ia berdiri dan menuju dapur untuk mengambil alat-alat makan.

Dirabanya piring dan gelas yang baru ia beli. Ia jadi tak enak hati. Pasti nanti Ferdy akan menanyainya, menginterogasinya?

Siska akhirnya mengambil piring makan biasa.
Piring makan yang tadi pagi Ferdy gunakan untuk sarapan. Piring sederhana yang ia sudah hapal dari mana asalnya.
Dari hadiah sebuah detergen.

Siska menghela napas panjang dan membawa ke ruang makan. Ditatanya piring, sendok garpu dan gelas. Ferdy nampak keluar dari kamar dan menuju kamar mandi.

Siska segera memasuki kamar. Tak lama ia keluar lagi dengan segala bon pembelian pernak pernik dan juga dompet.

Siska berniat mengganti uang suaminya itu. Menurutnya ini adalah cara yang paling tepat dan fair. Ia juga tak perlulah minta maaf kalau Ferdy tak marah.

Siska menghela napas panjang sambil bertopang dagu. Memang mahal sekali sih pernak pernik yang ia beli tadi. Hampir tujuh ratus ribu lebih, belum bila dihitung dengan kebutuhan bahan pokoknya yang sudah tertata rapi di kulkas.

Wajar bila Ferdy keberatan. Ia terbiasa memanage keuangannya sendiri, yang tak pernah habis karena sang ayah meskipun ia sudah bekerja, tetap saja setiap bulan mentransfer uang yang katanya untuk jajan.

Siska tak pernah memedulikan berapa pengeluarannya. Karena memang uangnya berlimpah sekali. Dan sekarang semuanya berbeda. Ia harus membiasakan diri.

Bila akan membeli pernak-pernik ya lebih baik ia menggunakan uang pribadi.

Ferdy keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Siska menahan napas.

Aroma wangi dan segar yang menguar memaksanya untuk menoleh. Ia menyukai wangi itu dan selalu mendadak bersemangat.

Ferdy bertelanjang dada, dengan celana pendek sepaha. Nampak jelas otot dadanya dan perutnya yang six pack membuat Siska hanyut.

"Hei, ngapain ngeliatin aku begitu? Aku jadi ge er! " goda Ferdy sambil tertawa lebar.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang