Part 19

200 25 12
                                    

Ferdy memperhatikan Siska yang makan dengan tidak bersemangat. Hatinya rindu...

Akhir-akhir ini wajah istrinya itu selalu sendu jarang sekali tersenyum apalagi tertawa. Ferdy menghela napas panjang.

“Jam berapa jalan nanti? Kuantar, ya? “

Siska tersentak sambil mengerutkan kening. Ferdy kan sudah hapal jam berapa ia biasa berangkat dinas malam mengapa menanyakan hal yang sudah ia ketahui..?

Ah, mungkin agar suasana makan malam ini tak terlalu sepi dan ngelangut barangkali.

Siska berusaha tersenyum, “Biasa, jam setengah sembilan. “

Ferdy mengangguk, “Kuantar mau? “

“Nggak usah kali, Mas. “

“Kan besok Sabtu, aku libur. “

Siska menahan napas. Sekilas ia berpandangan dengan suaminya. Ferdy nampak mengedipkan sebelah matanya nakal menggoda, Siska akhirnya mampu kembali tersenyum. Ferdy senang sekali.

“Iya, boleh... “ akhirnya Siska menjawab sambil kembali makan.

Suasana kembali hening... Ferdy berusaha mencari-cari bahan pembicaraan.

“Ternyata kamu benar lho, Sayang. “

Siska menoleh, “Soal apa? “

“Ituuu... Suara-suara sumbang... Hahaha... “

Mata Siska membulat, tawanya tiba-tiba tersungging membuat hati Ferdy mendadak sejuk.

“Mereka komentar apalagi? “

“Macam-macam, mulai dari seleramu yang menurun drastis kok dari Mercy nyungsep ke Yaris, bensin Mercy yang menurut mereka boros, sampai dengan kamu yang nggak mampu bayar pajak karena cuma bersuami letnan, hahahaaa...! “

Siska tertawa sambil geleng-geleng kepala.

“Bener, kan? Mereka semua tuh cuma iri, Mas. Abaikan saja ntar juga capek sendiri... “

“Iyaa... Geng nyinyir mereka itu... “

Siska tersenyum sambil mengangguk. Lalu wajahnya layu kembali. Ferdy menahan napas melihat perubahan wajah istrinya.

Tadi ia lega melihat Siska sudah bisa tertawa, namun awan mendung ternyata masih belum mampu beranjak dari wajah cantiknya.

Bahkan sampai di perjalanan menuju ke rumah sakit, Siska masih tak banyak bicara.

“Besok off ya berarti? “ tanya Ferdy kembali mencari-cari bahan pembicaraan.

Siska mengangguk. Matanya menatap lurus ke depan. Ferdy memindahkan persneling menurunkan kecepatan karena lampu lalu lintas menyala merah.

“Besok aku ke Jakarta ya, Mas. “

Ferdy menoleh. Suara istrinya terdengar pelan seperti bergumam, ia berusaha paham.

“Iya. Aku juga ikut. Kalau memang yang Mas Ardi sampaikan benar soal Ustadz Hafidz yang tak mau melanjutkan pernikahannya dengan Ersha karena hasil tes DNA nya positif, sepertinya aku harus bicara sama dia. “

Siska mengangguk pelan. Napasnya terhela panjang. Mobil mulai kembali melaju, dan tak lama memasuki pekarangan rumah sakit kemudian berhenti tepat di depan lobby.

Siska meraih tangan suaminya sebelum Ferdy mengulurkannya.

“Mas... “

“Ya? “

“Kalau Mas Hafidz tetap bersikeras nggak mau melanjutkan pernikahannya dengan Ersha... Apa Mas mau menikahi Ersha? “

“Hah? “

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang